[Edited]
Pikiran Leony mulai menjelajah. Impuls-impuls akan kenangan di kehidupan sebelumnya mulai terbentuk, menjadi satu kesatuan ingatan yang utuh di kepala.
"Wirya, ya?" tanya Citra kecil berusia sembilan tahun.
Wirya kecil mendongak. Mereka ada di taman sekarang, dan tidak ada satu pun anak-anak seusianya yang ingin berteman dengannya.
Wirya tidak menyahut.
Melihat itu, Citra pun duduk di sebelah Wirya duduk. Ia buka kembali suaranya dan berkata, "Aku Citra. Mau temenan?"
Memori itu kembali berganti, berganti ke sekuen di mana ia dan Wirya yang sudah mulai saling berteman. Berlarian ke sana-kemari sembari tertawa-tawa bahagia.
Lalu kilasan kembali berganti menjadi ketika ia dan Wirya berada di padang ilalang yang menghampar luas di sekeliling mereka.
"Wirya sama Citra udah sahabatan lama banget. Untuk menjaga persahabatan ini tetap bertahan, Citra mau kita melakukan perjanjian di atas darah."
Sreet!
Darah menetes dari tangan Citra dan Wirya tatkala pisau itu menggores pergelangan tangan mereka. Dan keduanya pun saling menyunggingkan senyum kepada satu sama lain.
Lagi dan lagi, scene kembali berganti. Kali ini menjadi ketika keduanya sudah beranjak dewasa.
Mereka duduk di bawah pohon dekat ladang, saling bertukar candaan dan tawa. Lalu ketika mereka bermain di danau, saling menciprat air di satu sama lain.
Scene demi scene dipertunjukkan di kepala Leony. Mereka benar-benar dimainkan dengan apik, sehingga membuat ingatan itu terlihat tampak nyata.
Hingga suatu hari, kenyataan menampar Wirya. Ketika ia datang ke rumah Pak Kades dan menemukan bahwa Citra ada di sana, menjadi salah satu pelaku ritual yang akan mengorbankannya saat itu.
Adegan demi adegan silih berganti dengan cepat. Kali ini sekuen terhubung ke tempat ketika seisi desa berada di ruang bawah tanah.
Ketika gadis itu berdiri dengan obor di tangannya, menatap Wirya dengan sorot penuh keji yang tidak pernah seorang Citra tampilkan.
"Harusnya kamu paham kenapa orang-orang sebut kamu pembawa sial. Karena seharusnya... kamu nggak pernah ada di sini, Wirya." Citra menandas, kala itu.
"Kenapa Citra ngelakuin itu? Citra ngehianatin aku, kenapa?"
"Wirya ada di sini tanpa ayah dan ibu. Keesokan harinya seorang wanita dan pria ditemukan mengambang di danau. Itu orang tuanya Wirya, kan? Beruntung orang tuanya Arya adopsi Wirya. Tapi pada akhirnya, Wirya balik lagi ke sini. Mereka deportasi Wirya tanpa kasih alasan yang jelas. Bukannya itu sudah cukup membuktikan bahwa Wirya adalah anak pembawa sial?"
Wirya terdiam kala itu, wajahnya sudah pias.
"Kami hanya ingin desa kembali normal. Itu sebabnya kami harus korbankan kamu." Itu ucapan Pak Kades.
"Singkirkan anak itu sekarang!"
Dan adegan berganti, kali ini ke dekat tangga.
Di detik-detik warga desa yang mulai tiba di sana. Dengan mata kepalanya sendiri ia menyaksikan Wirya terbakar di hadapannya.
Warga desa sudah sepenuhnya panik. Mereka berlarian kesana kemari. Berusaha berlari sejauh mungkin agar terhindar dari ledakan yang menghitung detik lagi untuk meledak.
Citra masih berdiri di sana. Ia berbalik, demi menatap Wirya yang tergeletak di sana.
"Aku akan membalasmu di kehidupanku selanjutnya, Citra."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Revelation
Mystery / Thriller[Mystery/Thriller x Fantasi-Teenfiction] Bertemu dengan sosok Wirya membuat dunia Esther seketika menghangat. Dimulai dari obrolan ringan yang tiba-tiba saja mengalir dengan mudah, tanpa sadar, Esther merasa nyaman di dekat Wirya. Faktanya. Laki-lak...