BAB 8 : Rumah Pak Kades

39 32 20
                                    

[Edited]

"Singkirkan anak itu sekarang!" teriak Kepala Desa seraya menyeru, agar seluruh warga bertindak untuk memisahkan kedua remaja itu.

Esther dan Wirya melotot. Dan bersamaan dengan itu juga tubuh mereka dipisahkan. Riuh tidak dapat lagi dicegat. Dari posisi Wirya, laki-laki itu dapat dengan jelas menyaksikan tatapan dingin yang terpancar dari wajah ibunya Citra yang ditujukan kepadanya.

Esther berseru, berusaha memberontak. Tapi apa daya, ia tidak dapat menandingi tiga orang pria yang kini menyeretnya dengan kasar tersebut.

"Wirya!" teriak Esther.

"Jangan kasar sama Esther!" seru Wirya. Memasrahkan dirinya diseret dengan tidak terhormat.

Esther terus berteriak kencang, menyerukan namanya berkali-kali. Gadis itu coba berkali-kali untuk memberontak. Namun hal itu justru membuat dirinya menjadi kesusahan sendiri. Akibatnya, ia terjatuh sehingga membuat kedua lututnya terseret ke tanah hingga berdarah.

Melihat itu, wirya berang. Laki-laki itu pun dengan segala amarah yang ada mulai memberontak. Meninju beberapa pria yang memeganginya tanpa belas kasih. Bugh bugh bugh! Tinju itu ternyata mempan membuat keempat orang itu tumbang.

Wirya pun dengan segera langsung saja membantu gadis Georgina itu untuk bangkit.

"Wirya!" teriak Esther tatakala di belakang Citra berusaha memukulkan kayunya. Bugh! Tidak kena karena laki-laki itu buru-buru menghindar.

"Nggak beradab!" seru Citra.

Dan tanpa membuang waktu lagi, segera saja Esther bangkit, menarik tangan Esther untuk segera berlari dari sana. Berlari kembali menuju tempat semula di mana mereka masuk ke tempat itu.

"Berhenti, Wirya!" seru seorang pria yang tiba-tiba muncul dari arah depan kedua orang itu.

Dan yeah, tanpa bisa dicegah, langkah Esther dan Wirya pun langsung terhenti dalam sekejap. Tentunya berhenti pada jarak aman antara mereka bertiga yang kini hanya terpaut jarak sejauh dua meter.

Tanpa diduga, pria itu tiba-tiba mengayunkan kayu baloknya. Belum sempat Wirya tersadar untuk menghindar, balok itu sukses mengenai bahunya. Membuat Esther segera menjerit.

"Jangan tahan saya, Mang," ujar Wirya.

Tanpa mau mendengar ucapan lirih Wirya barusan, pria yang disapa 'Mang' itu pun kembali merangsek maju seraya melayangkan balok kayunya kembali ke arah Wirya. Akan tetapi laki-laki tujuh belas tahun itu tentu saja langsung menahannya. Karena ia tidak ingin membuat kesalahan yang sama yang akan berujung pada sebuah kefatalan.

Bugh!

Balok kayu itu berhasil ditahan oleh Wirya, dengan sekuat tenaga, alhasil terjadilah aksi dorong-dorongan di sana. Wirya termundur ke belakang, demi menahan dorongan kuat dari pria itu.

Tuk. Punggung Wirya berhasil menyentuh dinding tanah sehingga membuat kaos usangnya berhasil kotor dan meninggalkan noda tanah yang langsung membaur di kain bajunya.

"Mang," ujar Wirya. Tercekat sembari terus menahan dorongan pria itu. "Tolong biarkan saya lari."

Tapi ucapan Wirya tak sama sekali didengar.

"Saya janji," lanjut laki-laki itu. "Saya janji di kehidupan selanjutnya, saya akan bantu Mamang, sama seperti yang Mamang lakukan ke saya."

Pria itu terdiam. Dengan sorot wajah yang sarat akan kemarahan.

"Kamu buat putri saya meninggal, Wirya," lirih pria itu dengan suaranya yang bergetar murka. "Dengan begitu, saya takkan biarkan ada yang jatuh lagi. Itu sebabnya kamu harus dihancurkan sekarang."

The RevelationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang