BAB 12 : Peringatan

31 32 11
                                    

[Edited]

Pintu laboratorium Kimia dibuka oleh Esther. Keduanya pun segera melenggang masuk.

Tak lupa Esther tutu pintunya kembali.

Wirya yang melihat itu lantas berhenti melangkah seraya menolehkan kepalanya ke arah pintu yang berada di belakangnya.

Sedetik kemudian kedua matanya kembali fokus pada visual Esther yang sudah berdiri di depan sebuah rak berisi berbagai macam alat kimia yang tersusun rapi di dalam sana.

"Kamu nggak takut?" tanya Wirya. Esther membalikkan badannya, belum menyahut. "Kamu nggak takut kalo pintu ini tertutup, lalu cuma berduaan dengan seorang laki-laki?"

Satu alis Esther naik. Ia pun menyahut, "Kenapa mesti takut?"

Wirya terdiam. "Kamu kan perempuan."

"Karena aku perempuan, apa harus aku takut sama laki-laki?"

"Mmm."

Esther tersenyum.

"Nggak, kok. I have God."

"God?" tanya Wirya selayaknya sedang menggumam, seolah bertanya kepada dirinya sendiri.

"Ya," angguk Esther sembari mencatat sesuatu di bukunya, membelakangi Wirya yang saat ini sedang berjarak sekitar tiga meter darinya.

Sementara Wirya terdiam. Tidak ada sahutan apa-apa yang keluar dari bibirnya. Namun jeda itu tidak berlangsung lama hingga kemudian Wirya menyahut lagi, "Kamu deket ya sama Ruel?" tanya Wirya setelah terdiam cukup lama. Laki-laki itu pun setelahnya mulai melenggangkan kakinya mendekat ke arah Esther.

"Hm... dibilang deket sih, iya. Soalnya aku udah kenal Ruel dari kelas sepuluh. Dan kita selalu sekelas."

"Oh..." angguk Wirya.

"Kenapa Wirya tanya?"

"Eh? Apa tadi?" kaget laki-laki itu.

"Eh? Ups. Salah. Maksudnya, kenapa kamu tanya aku deket sama Ruel apa enggak?" ralat Esther sembari memalingkan wajah, memukul mulutnya sendiri dengan gemas.

Tanpa sadar, laki-laki itu tersenyum. "Gitu aja nggak papa."

Esther menoleh tajam setelah itu, ia tutup pintu kaca di depannya lalu berkata, "Kenapa aku harus? Maksud aku, jangan mengingatkan aku tentang Wirya yang aku kenal. Permisi, kita baru kenal kemarin, jangan sok akrab, Wirya."

Wirya tertegun mendengar tandasan sinis itu.

"Aku nggak sok akrab, kok. Aku cuma kaget kenapa kamu bisa langsung tahu bahwa aku adalah reinkarnasinya Wirya yang kamu kenal."

Esther terdiam.

"Itu sebabnya aku pengen tahu," sambung laki-laki itu dengan mata coklatnya yang menumbuk kedua mata Esther dengan intens. Situasi macam apa ini?

"Kamu nggak perlu tahu."

"Aku udah terlanjur tahu," tukas Wirya cepat. "Dan itu nggak bisa cegah aku buat berhenti tahu kenyataannya."

Esther tertegun.

"Kamu paham siapa kamu?" tanya Esther. Mendekat ke Wirya dan menumbuk kedua bola mata itu dengan tatapan seriusnya. "Dia mati terbakar. Namanya Wirya Bachtiar. Semuanya persis seperti kamu. Seakan-akan Wirya yang aku kenal itu terlahir kembali. But it looks like it sounds like a drama. Now you know who the person you wanna know is right?"

Wirya bergeming. Tak melepaskan pandangan dari sorot malas milik Esther yang kini gadis itu berikan kepada dirinya.

Esther pun melenggang setelahnya. Membiarkan Wirya yang masih berdiri bergeming di tempat. Tanpa sama sekali mengubah posisinya.

The RevelationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang