BAB 10 : Hujan Saat Itu

37 33 14
                                    

[Edited]

"Kita belum kenalan," cetus laki-laki itu sembari mengulurkan tangan putihnya ke arah Esther. Gadis itu seketika menoleh, pertama ke arah sang pemilik wajah, lalu ke tangan yang terulur kepadanya tersebut.

Esther bergeming. Meneliti wajah itu lamat-lamat, tanpa tergerak sedikit pun untuk menyambut tangan tersebut.

Laki-laki mirip 'Wirya' itu pun menaikkan satu sudut bibirnya membentuk senyum miring tatkala gadis itu masih senantiasa meneliti wajahnya.

"Sampai kapan coba kamu buat aku harus ngulurin tangan kayak gini?" tanya laki-laki itu, masih menggunakan nada bicaranya yang kalem.

Esther tersadar.

"Eh?"

Laki-laki itu terkekeh pelan. Suara tawanya yang masuk telinga Esther benar-benar terdengar nyaman.

"Aku masuk dua hari yang lalu. Nama aku Wirya."

Tidak seperti yang ia pikirkan, Esther tidak berdiri. Ia tidak ketakutan sama sekali. Dan ia tidak mengamuk. Nyatanya itu hanya ekspektasinya.

Pada kenyataannya, gadis itu langsung berdiri dan berlari keluar ruangan, meninggalkan Wirya yang bahkan belum sama sekali menurunkan tangannya sejak tadi.

"Esther!" seru Ruel, bergegas berdiri dari kursinya dan berlari menyusul gadis itu.

Sampai di luar, Ruel segera saja mencekal tangan Esther sehingga membuat langkah gadis itu seketika terhenti.

Ruel balik tubuh Esther hingga berhasil berhadapan dengan dirinya.

"Esther kenapa?" tanya Ruel dengan kedua alis sedikit menukik. "Bilang ke aku, apa murid baru itu gangguin Esther?"

Esther bergeming. Sorotnya mengintens tatkala menumbuk sorot mata coklat terang Ruel. "Nggak."

"Terus? Kalo Esther nggak nyaman, nanti bangkunya tukeran sama aku mau?"

"Bukan itu, Ruel."

"Terus apa?"

"Nggak papa," geleng Esther.

Ruel tersenyum setelahnya. "Oke, kalo Esther nggak mau bilang ke aku."

---

Esther duduk di perpustakaan.

Ia kembali baca buku novel yang beberapa minggu lalu pernah ia baca. Bukan tipikal seorang Esther yang suka membaca buku. Sosok hantu Wirya tidak lagi muncul setelah gadis itu datang ke masa lalu.

Kedatangannya ke sini berharap dapat bertemu dengan hantu Wirya. Tapi...

"Permisi."

Esther mendongak. Di samping mejanya, berdirilah seorang laki-laki yang seketika itu juga membuat wajah Esther berubah tegang dalam sekejap.

Wirya, laki-laki itu tersenyum tipis ke arahnya, sehingga membuat lesung pipi itu muncul tidak terlalu kelihatan dengan jelas di wajah manisnya.

"Boleh duduk di sini, nggak?" tanya Wirya, dengan seragam putih abu-abunya yang melekat pas di tubuhnya yang tinggi.

Tanpa sadar, Esther mengangguk.

"Kayak déjà vu, ya?" ujar Wirya ketika ia sudah berhasil mendudukkan dirinya di bangku tepat di depan Esther duduk.

Esther lagi-lagi mengangguk tanpa alasan. Ia tercengang saat ini.

Wirya duduk bersama dengan cup coffeenya. Memainkan ponselnya.

Di depan sana, Esther resmi berhenti dari kegiatan membaca bukunya. Saat ini fokusnya telah teralih sepenuhnya kepada sosok Wirya yang ada di depannya.

Menyadari ditatap sejak tadi, Wirya pun mendongak ke arah Esther yang bahkan hingga detik ini masih menatapnya.

The RevelationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang