BAB 18 : Tersangka Pembunuhan

30 33 14
                                    

[Edited]

"Iblis," tandas sebuah suara bernada rendah, sarat akan kekejian dan ketakutan di saat yang bersamaan.

Esther menoleh. Suara itu terdengar tak jauh di belakangnya.

Tepat pada saat itu, gadis bermasker itu segera berbalik. Membuat Esther segera membelah kerumunan demi melihat siapa gadis itu. Namun, kaki-kaki yang berdiri di sana membuatnya kehilangan kendali. Alhasil, Esther kehilangan kendali akan tubuhnya. Ia limbung ke depan, namun tangannya berhasil menarik masker gadis itu hingga berhasil membuatnya terbuka, lalu...

Brugh.

Esther terjatuh ke lantai. Membelah kerumunan itu menjadi dua.

Bertepatan dengan itu, sang gadis berhenti. Ia menoleh ke arah Esther yang kini mulai mendongakkan kepalanya.

Tanpa diduga, sedetik kemudian, kedua matanya membelalak.

Satu kata berhasil lolos dari bibir kecil itu, demi menyebut sebuah nama yaitu,

"Citra..."

Esther terperangah di tempat. Cacha memanggil namanya, namun fokus gadis itu masih terpaku kepada eksistensi gadis yang kini berdiri tak jauh di depannya tersebut. Dari wajah, hidung, bibir. Semuanya, hanya saja gaya rambut yang berbeda—Citra yang ia kenal berambut sebahu, sementara gadis itu berambut panjang diikat.

"Citra." Lagi, Esther memanggil. Ia pun berdiri. Dari nadanya, tampak panggilan itu terdengar mantap, membuat gadis tersebut segera menautkan kedua alisnya dengan bingung.

"Kamu Citra, kan—

Pandangan 'gadis mirip Citra' itu terpaku deixis ke arahnya. Tiba-tiba saja ia tercekat, seolah jika melihat Esther seperti melihat hantu.

Esther meraih tangannya, namun gadis itu buru-buru menepis tangan Esther dengan kuat. Setelah melakukan itu, gadis mirip Citra itu pun segera melenggang pergi tanpa memedulikan maskernya lagi yang tergeletak terinjak-injak.

"Esther, ngapain?" kaget Cacha sembari membantu Esther untuk berdiri. Tanpa menjawab pertanyaan kaget dari temannya itu, Esther hanya bergeming seraya menatap punggung yang sudah sepenuhnya menghilang dari balik pintu gedung utama tersebut.

---

Ruang Laboratorium Fisika, pukul 10.10 WIB.

Keesokan harinya, sama seperti sebelum-sebelumnya, sekolah sengaja tidak meliburkan siswa-siswanya karena memang sebentar lagi akan memasuki ujian tengah semester pertama. Investigasi tetap dilakukan, sebabnya koridor IPS masih dikosongkan hingga sekarang.

Tampak dari salah satu ruang laboratorium Fisika, siswa serta siswi dari kelas XI IPS 5 sedang bercengkerama seperti biasa. Hanya saja topik mereka belakangan ini agak berbeda.

Tentu saja setelah penemuan kedua mayat yang bahkan belum lewat sebuah bahkan seminggu sekalipun. Kasus itu masih sangat hangat, sehingga spekulasi pun bermunculan. Perihal ada hantu penunggu yang mulai keluar dari persembunyiannya untuk memburu siswa-siswi yang masih berada di sekolah pada jam pelajaran.

"Katanya CCTV rusak pas lagi kejadian. Aneh banget ya kan. Pas kejadian Arkan juga katanya CCTV mati, kayak layarnya glitch gitu. Pas nyala tahu-tahu mayat Arkan udah kegantung."

Salah satu percakapan mengenai insiden mengerikan itu tampak terdeteksi dari salah satu berisi empat orang gadis yang duduk di empat meja di paling belakang dekat pintu.

"Hiiy, serem banget," timpal gadis lainnya.

"Denger-denger sih, sebelum meninggal, si Fitri lagi chatan sama si Yuna temennya. Dan ya, kalian semua tahulah apa yang terjadi." Kali ini gadis yang di tangannya terpegang sebuah kipas berwarna merah muda menyahut.

The RevelationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang