BAB 21 : "Kamu Dikutuk"

34 34 15
                                    

[Edited]

Ddrrtt... ddrrtt...

Wirya meraih ponselnya yang tergeletak di atas dashboard lalu mengeceknya. Segera saja ia tekan accept dan meletakkan ponsel itu ke telinganya.

Di seberang sana, Esther menggigit bibirnya sembari berdiri dengan risih di dekat pintu perpustakaan.

"Wirya?" tanya Esther, ketika ponselnya yang sejak tadi memperdengarkan nada sambung kini sudah berubah menjadi grasak-grusuk pertanda panggilannya sudah dijawab.

"Wirya kenapa nggak masuk sekolah?" tanya Esther, dari nadanya memang sarat akan kekhawatiran. "Sekarang, Wirya di mana?"

Wirya melirik ke luar jendela mobilnya yang tertutup rapat. Tampak di sana hutan menjadi pemandangan di sekelilingnya berada.

"Di rumah."

Wirya ragu. Tapi setelah beberapa detik kemudian, dari seberang—tepatnya di tempat Esther berada—gadis itu tampak baik-baik saja.

Yang semakin meyakinkan diri laki-laki itu bahwa Esther akan baik-baik saja ketika mengobrol dengan dirinya.

Di seberang sana, Esther menjauhkan ponselnya dari telinga, dan setelah itu kembali ia tempelkan di telinga kirinya.

"Kenapa sinyal di sana putus-putus?" tanya Esther.

Suara Wirya yang muncul di ponselnya tidak jelas, putus-putus.

"Iya nih, Est."

"Hm... gitu ya. Nanti aku ke rumah, ya. Ada yang mau diomongin."

"Nggak usah!" bantah laki-laki itu cepat sembari menegakkan tubuhnya dengan refleks. Membuat Esther yang ada di seberang sana sontak berjengit kaget.

"M-maksud aku, Esther. Aku lagi sibuk, ada keluarga jauh yang akan datang. Nggak enak aja kalo bawa temen."

Esther mengangguk lalu tersenyum. Lega setelah mendengar penjelasan Wirya barusan.

"Gitu ya... ya udah deh. Lusa gimana?"

"Hm, nggak tahu."

Klik.

Wirya matikan sambungan teleponnya secara sepihak dengan Esther. Laki-laki itu pun melempar ponselnya ke dashboard dan menjalankan kembali mobilnya, membelah jalanan hutan menuju ke suatu tempat.

Di posisi Esther, gadis itu terdiam sejenak.

"Wirya?" panggilnya. Tut... tut...

Dan setelahnya, ia pun menjauhkan ponselnya dari telinga. Mengetahui bahwa ternyata sambungannya sudah terputus.

Esther mengembuskan napas kasar.

"Sinyalnya nggak bagus-bagus banget kali ya sampe sambungannya bisa putus gitu," ujar gadis itu suuzdon dengan jaringan milik Wirya. Hanya saja ia tidak tahu kebenarannya, bahwa ternyata Wirya sengaja memutus sambungan mereka.

---

Yogyakarta, 20 Oktober 2035.

Mobil Wirya telah sampai di dalam jalanan desa yang tidak diaspal. Pegunungan tinggi tampak berada di ujung jalan yang kini ia beloki.

Wirya pun menghentikan mobilnya ketika ia sudah berhasil sampai di depan sebuah pekarangan rumah tingkat dua yang notabenenya adalah rumah paling besar di tempat itu.

Laki-laki itu pun keluar dari dalam mobil. Sejenak ia mengedarkan pandangan ke seisi pekarangan yang cukup bersih dan asri akan berbagai macam tumbuhan.

Sejuknya udara pedesaan yang masih terasa segar seketika membelai tubuh terbalut jaket blouson dengan jeans hitam serta topi hitam di kepala itu pun menutup pintu mobil.

The RevelationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang