BAB 27 : Pass Away

36 29 16
                                    

[Edited]

Esther baru saja sampai di depan pintu kostnya yang tidak terkunci.

Lebih tepatnya sengaja tidak dikunci karena gadis itu sebelumnya sudah menitipkannya kepada Mela, temannya, untuk tinggal selama beberapa hari di rumahnya selagi ia melakukan perjusami di sekolah.

Pukul sembilan pagi, gadis itu segera mendorong pintu masuk.

Dan seketika itu juga membuat sosok Mela yang sedang rebahan di atas karpet--bermain ponsel--terperanjat kaget ketika melihat penampakkan Esther yang baru semalam pergi tiba-tiba paginya sudah kembali.

"Loh, Esther? Kok udah balik aja?" tanya Mela. "Izin sakit?"

Esther yang lesu segera menyeret kedua kakinya masuk ke dalam kamar, ia pun berkata sambil membuka pintu kamar, "Nggak gitu."

Esther berhenti. Tangannya memegang engsel pintu, ia pun menoleh kepada Mela yang kini tengah memberikannya tatapan menuntut jawaban.

"Perjusaminya dibubarin."

"Kenapa?"

"Ada insiden di sekolah," jawab Esther tanpa semangat sama sekali.

"Insiden? Insiden apa? Ruel nggak nganter? Tumbenan? Biasanya motornya suka beriringan," seloroh gadis berambut coklat itu sembari menatap Esther dengan tatapan menggoda.

Esther mengembuskan napasnya lelah. Gadis itu pun menjawab, "Di kamar aja yuk, Mela."

***

Di sinilah mereka. Duduk di atas kasur Esther sembari masing-masing termenung. Bergemingnya Mela seolah membayangkan apa yang terjadi di sana, sementara bergemingnya Esther adalah me-reka ulang kejadian tadi malam yang membuat siapa pun bahwa kejadian itu merupakan kejadian di luar nalar yang aneh.

"Kok bisa?" tanya Mela sambil melirikkan matanya ke arah Esther yang sibuk menscroll layar ponselnya.

"Iya, bisa."

"Maksud Mela, kenapa bisa? Karena apa?"

Esther bergeming. Tidak mungkin ia mengatakan ini terjadi karena Wirya.

"Ya... sekolah Esther kan angker, Mela."

Mela mengangguk. "Iya, iya, pantes. Kasian si Ruel."

Esther tertegun. Tidak ada jawaban yang meluncur keluar dari bibirnya sebagai responnya kepada renungan Mela barusan.

Dan ya, itulah akhir dari percakapan keduanya di dalam ruangan hening itu.

***

Tiga hari kemudian, usai kejadian mengenaskan pada acara perjusami.

Ruel belum juga kunjung sadar. Sementara Esther melirik meja di sampingnya yang kosong.

Yah, jujur, gadis itu rindu Ruel dan Wirya di saat yang bersamaan.

Di lubuk hatinya yang terdalam, Esther terlalu marah terhadap Wirya, tapi di sisi dirinya yang lain, tidak ada alasan kenapa ia harus membenci laki-laki itu.

Tidak ada kabar selama itu membuat relung dada Esther seperti menggebu-gebu ingin meledakkannya saat itu juga.

Tapi sekali lagi, kenapa ia harus marah kepada Wirya? Maksud Esther, gadis itu tidak tahu harus marah ke siapa.

Entah ke Wirya atau dirinya sendiri.

Setiap pulang sekolah ia menyempatkan diri untuk datang ke rumah Wirya.

Tapi laki-laki itu tidak ada, seolah menghilang tanpa jejak. Ke mana Wirya?

Ke mana laki-laki itu menghilang di tengah kekacauan yang laki-laki itu buat di sekolah?

The RevelationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang