CHAPTER 8

810 52 40
                                    

BEHIND PRACTICE

"Ketika kamu menyukai seseorang, tak perduli seburuk apapun dia memperlakukanmu. Karena bagaimana pun kamu masih tetap menyukainya."

✿✿✿

Risa melirik benda bulat yang melingkari pergelangan tangannya. Bibirnya terus bergumam menghitung waktu yang tersisa. Ia begitu menantikan suara bel pulang sekolah yang akan bereksistensi beberapa saat lagi. Hingga bel yang ia nanti pun menunjukkan keberadaannya. Bel itu menggema ke penjuru ruang. Tak ada satu tempat pun yang menghalangi bunyinya, termasuk mereka yang berada di kelas.

Sejumlah siswa juga guru yang mengajar berangsur meninggalkan kelasnya, tak terkecuali di kelas IPA-2. Sembari membenahi barangnya Mika menemukan paper bag milik Risa di atas meja. Keningnya refleks mengerut kala memperhatikan benda itu. Tidak. Ini bukan hal biasa yang ia temukan. Biasanya Risa membawa paper bag itu setiap hari sabtu, sesuai dengan jadwal ekstrakurikuler.

"Tumben lo bawa baju karate," cetus Mika.

Risa tampak linglung sesaat. Ia begitu gugup juga kebingungan. Tangannya mengambil benda itu dan rencana akan ia sembunyikan di belakang tubuhnya. Namun hal itu segera ia urungkan usai melihat Helen berjalan menujunya.

Helen yang baru saja tiba melihat objek yang menjadi bahan perbincangan. "Iya, Sa. Tumben banget lo bawa ini. Bukannya anak karate latihan tiap sabtu?"

Risa berada dalam posisi tersudut. Situasi ini tak bisa membuatnya berpikir untuk mencari alasan yang tepat. Sejenak waktu ia memilih diam sementara di dalam benaknya tengah sibuk meramu kata.

Sejumlah bulir keringat mulai menitik di keningnya. Bila dilihat secara seksama tubuhnya tampak kaku seperti sebuah kayu. "Da... dasar aja sih mau gue simpen di loker, jadi waktu latihan nanti nggak perlu gue bawa lagi," ucapnya seraya menggaruk pelipis.

Mika mulai menyipitkan matanya bersama kedua tangan melipat di bawah dada. Ada hal yang janggal. Seolah ia tahu ada yang Risa sembunyikan darinya, dan sudah pasti hal itu menyangkut pasal Adrian.

"Sa, nggak usah bohongin kita lagi, deh. Kita itu udah tau gelagat lo waktu bohong."

"Bener, Mik," sambung Helen menyinggung sikunya. Sedetik kemudian ia menoleh ke Risa dan melempar tatapan sinis.

Risa merotasi pupilnya sambil mendecak kesal. "Oke. Sekarang gue jujur sama kalian. Habis ini gue mau latihan karate sama Adrian, puas?"

Helen dan Mika serempak ternganga. "Hah?"

"Lo latihan sama si kulkas itu?"

"Iya."

"Kok dia mau latihan sama lo?"

Risa mengibaskan rambutnya ke belakang bak model iklan sampo. "Iya, dong. Secara gue orangnya cantik."

Mika mendesis geli dengan sudut bibir menarik ke atas. "Pede banget lo. Gue yakin Adrian pasti lo ancam, kan?"

Mendengar itu Risa refleks batuk. Sekali tebakan saja Mika dapat mengetahui alasan di baliknya. "Ng...nggak, lah. Ngaco lo."

Helen memandang lama langit-langit kelas seraya menggaruk dagunya yang tak gatal. Barangkali ia tengah memikirkan sesuatu. "Ah, tapi nggak mungkin juga Adrian takut diancam, apalagi diancamnya sama Risa. Malah makin mustahil nggak, sih?"

"Bener juga." Mika mengangguk setuju.

Helaan napas lega bereksistensi walau terkesan samar. Pemikiran itu berhasil menggoyahkan pendirian temannya yang membuat Risa dapat lolos dari pertanyaan menjebak itu. "Nah, tumben lo pinter, Len."

She's Dating a Cold BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang