FIRST LOVE
"Cinta pertama memiliki ruang sendiri di dalam hati. Ia tidak akan pernah terlupa, dan tidak akan pernah pula terganti. Karena bagi sebagian orang, cinta pertama adalah rumah, tempatnya berpulang."
✿✿✿
Jumantara terlihat gulita kala awan gelap menyelimutinya. Rela menyembunyikan surya yang tidak ada salah. Diiringi jutaan air yang jatuh secara bersamaan. Meski tak deras namun bisa membasahi siapa saja yang berada di bawahnya. Sesosok lelaki paruh baya berlindung di bawah payung hitam. Payung itulah yang melindunginya dari rintik hujan.
Lelaki itu melintasi sejumlah batu nisan yang tersebar di sekelilingnya. Sinar mata tertuju pada langkahnya yang menginjak di atas tanah padat. Ia melangkah dengan hati-hati. Mewaspadai dirinya dari kesilapan. Ia pun berhenti di depan makam seseorang. Di atas batu nisan itu terukir sebuah nama. Ia memandang lekat nama itu. Pandangan mata berujung sendu seiring jalannya waktu.
Lelaki itu menekuk lututnya perlahan. Ia duduk bersimpuh di sebelah makam. Jemarinya menyentuh parasan batu nisan dengan lembut, seakan tengah mengelus kepala seseorang.
"Selamat sore, Sayang," tutur lelaki itu memandang batu nisan dengan lekat. "Mas datang ke sini membawa bunga kesukaan kamu." Lelaki itu menaruh sebuket bunga mawar merah di sebelah batu nisan.
"Bagaimana... kamu suka tidak?" tanya lelaki itu tersenyum. Padahal ia tahu jika pertanyaan itu tidak akan mungkin mendapat jawaban.
Ia mengusap batu nisan itu dengan pelan seraya menghela napas. Raut wajahnya terlihat begitu mendung seperti keadaan cuaca saat ini. "Regina, bagaimana kabarmu di sana?"
Sebutir air menitik di ujung matanya. Saat menutup mata air itu menghilir di wajahnya. Air itu bukanlah dari langit, melainkan dari matanya. Berjalannya waktu air mata pun jatuh kian deras. Lelaki itu menangis sedu sampai bahunya turut gemetar.
"Semoga kamu baik-baik saja, ya."
Hari ini, tepatnya 17 tahun yang lalu adalah hari yang sangat berarti untuknya. Hari yang tidak akan pernah ia lupakan seumur hidupnya. Hari dimana ia meminta seorang gadis belia untuk menjadi teman hidupnya. Lelaki itu tengah merayakan hari pernikahannya dengan wanita yang sangat ia cintai seumur hidupnya.
Ia seringkali mendatangi tempat ini untuk merayakan hari-hari terbaiknya, seperti hari ulang tahunnya serta hari pernikahan mereka. Sebuket bunga mawar selalu menjadi hadiah yang wajib ia berikan dari tahun ke tahun, bahkan setelah wanita itu telah tiada.
Sorotan mata tertuju pada ukiran nama indah. Lambat laun sorotan mata itu berangsur buram dan padam. Secercah bayang pun mencuat dari ingatan masa lalunya. Ingatan yang tersimpan baik di lobus temporal. Bayangan itu menampilkan dirinya di masa SMA. Ia bertemu dengan siswi baru yang sangat cantik dan menjadi primadona sekolah. Ia yang saat itu memiliki kepribadian introvert dan siswa kutu buku tidak memiliki keberanian untuk mendekati siswi itu.
Namun garis takdir menemukan mereka melalui kegemaran yang sama, membaca buku. Perpustakaan menjadi saksi bisu pertemuan keduanya, ketika mereka mencari buku yang sama. Pertemuan itu membuahkan komunikasi yang baik antara keduanya. Mereka sering bertukar cerita tentang buku yang mereka baca, juga menghabiskan waktu untuk belajar bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
She's Dating a Cold Boy
Teen FictionDingin. Satu kata itu mewakili kepribadiannya. Si cowok pemurung dan anti-sosial, Adrian Ivander Adibrata. Seantero sekolah menjulukinya dengan 'Kulkas Berjalan'. Trauma masa lalu menjadi penyebab utama kepribadiannya berubah. Menginjak masa remaja...