WOUND
"Luka yang tergores di masa lalu akan selalu membekas hingga menjadikannya trauma yang sangat dalam."
✿✿✿
Selepas bel istirahat berdering sejumlah siswa meninggalkan kelasnya menuju kantin. Tak sedikit pula siswa lain menunggu di kelas dan menyantap bekal yang mereka bawa dari rumah. Risa juga salah satu bagian dari kelompok pembawa bekal. Akan tetapi hari ini ia tak mau memakan bekal yang sudah disiapkan Mona.
"Ayo, Sa, kita ke kantin," ajak Mika beranjak dari kursinya. Bertepatan dengan Helen berjalan menghampiri tempat duduk mereka.
"Nggak usah. Kita mesen aja."
"Mesen? Lo kira di kantin kita ada layanan pesan-antar?" sindir Mika.
"Lo nggak percaya? Nih, gue coba buktiin ke kalian. Kalian mau mesen apa?"
"Gue mie ayam sama es jeruk," sahut Helen.
"Ini serius?" tanya Mika memastikan. Ia tak seperti Helen yang menerima saja ucapan itu.
"Iya. Buruan lo mau mesen apa?"
"Gue bakso spesial sama es teh."
"Oke." Risa mengetik beberapa kata melalui layar ponselnya. Ia tengah mengirimkan pesan kepada seseorang.
"Bayarnya gimana? Ada ongkirnya, nggak?" Raut wajah Helen terlihat bingung.
"Bayarnya nanti. Nggak ada ongkir, sih. Tapi... minimal kita beri tip ke orangnya."
"Siapa orangnya?" Mika duduk kembali di bangkunya.
"Lo lihat aja nanti," jawab Risa memasukkan ponselnya di dalam saku rok.
"Sa, gimana kelanjutan lo sama Adrian? Dia mau ajarin lo?" tanya Helen membuka topik pembicaraan baru.
Risa tersenyum bangga. "Iya, dong."
"Kok dia mau, ya? Padahal kalo dipikir-pikir mustahil loh orang kek Adrian mau."
"Mungkin dia udah suka sama gue," jelas Risa sembari mengebaskan rambut. Risa terlalu percaya diri hingga membuat kedua temannya berlagak seperti orang mual.
"Jangan mimpi deh," protes Mika.
"Sekarang gue nanya sama kalian. Apalagi alasan Adrian nerimanya kalo bukan karena suka sama gue?"
Keduanya bungkam seketika. Bingung untuk menjawab. Sementara mata saling melirik.
"Bisa jadi, sih. Cinta kan bisa timbul karena terbiasa."
"Bisa juga yang awalnya benci jadi cinta," imbuh Mika.
"Tuh, kan." Risa menyentikkan jari di depan Mika dan Helen. "Gue udah yakin suatu saat dia pasti bakalan suka gue balik."
"Tapi lo jangan terlalu percaya diri dulu, deh. Siapa tau kenyataannya bukan kek gitu. Bisa jadi dia anggap itu hal biasa doang." Risa berdecak kesal mendengar ucapan Mika.
"Cewek mah suka gitu, lebih mengedepankan perasaan. Makanya lo nggak bisa berpikir jernih kek sekarang." Mika menunjuk kening Risa dan mendorongnya lembut.
"Temen kek lo ini nih pantes banget dimusnahin."
"Nggak semua temen hadir buat dukung lo. Lo juga butuh temen untuk sadarin lo dengan realita."
Risa berdehem. "Ada benernya juga...."
"Jadi mulai kapan lo belajar bareng sama Adrian?" tanya Helen.
"Hari ini dong."
"Pasti lo yang maksa minta hari ini, kan?" tuduh Mika seraya menunjuknya.
"Gila lo! Nggak mungkin lah gue maksa. Orang dia sendiri kok yang ngomong hari ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
She's Dating a Cold Boy
أدب المراهقينDingin. Satu kata itu mewakili kepribadiannya. Si cowok pemurung dan anti-sosial, Adrian Ivander Adibrata. Seantero sekolah menjulukinya dengan 'Kulkas Berjalan'. Trauma masa lalu menjadi penyebab utama kepribadiannya berubah. Menginjak masa remaja...