FIRST MEET
"Dia selayaknya pahlawan dalam hidupku. Dia datang di waktu yang tepat, dan di saat yang tepat."
✿✿✿
Sinar mentari menyingsing di pagi hari. Benda mati itu mengerjakan tugasnya dengan baik untuk memberikan penerangan pada bumi. Semuanya pasti sepakat bila sinar mentari pagi sangat bermanfaat untuk kesehatan. Beberapa orang menjemurkan diri agar vitamin D beroperasi dengan baik untuk penguatan tubuh.
Para peserta didik SMA Rasi Bintang berperan andil dalam kegiatan berjemur ini. Namun niat awal mereka bukan untuk mendapatkan tubuh yang sehat, akan tetapi atas dasar terpaksa mengikuti upacara yang diadakan setiap hari senin.
Iya, hanya peserta didik saja. Sementara para guru berada di barisan depan menikmati hawa dingin karena terlindungi bayangan gedung. Tak ada celah bagi sinar mentari untuk menghampiri mereka.
Memasuki sesi amanat, dimana yang menjadi pemberi amanat adalah Ibu Yulia selaku kepala sekolah. Tentu kalian bisa menebak seberapa lama sesi amanat bila diambil alih olehnya. Waktu yang dibutuhkan dalam memberikan amanat paling singkat sekitar 5-10 menit, selebihnya mungkin menembus 20 menit. Amanat tersebut tak jauh membahas perihal kebersihan lingkungan dan hal-hal lain mengenai sekolah.
Di waktu yang sama, guru BK atau Bimbingan Konseling bernama Esteria Siregar datang bersama ketiga siswi dari gerbang depan sekolah. Dengan memegangi sebilah rotan tipis, ia mengatur barisan khusus ketiga siswi itu di sebelah Tim Paduan Suara. Tak ayal pemandangan tersebut menjadi satu-satunya objek yang menarik perhatian semua orang. Tentu saja bukan menjadi hal aneh bagi ketiga siswi itu. Seolah membolos adalah suatu hobi yang menyenangkan.
"Hei, Clarissa," panggil Ester pada siswi yang berdiri paling depan. "Kau itu mau bolos kemana lagi? Ibu sudah tau tempat persembunyian kau dan teman-teman kau ini." Ester menunjuk dua orang di belakang siswi itu dengan rotan di tangannya.
Clarissa atau yang kerap disapa Risa itu hanya menjawab dengan decisan. Bola matanya berotasi seolah tak menghiraukan ucapan Ester. "Sekali lagi kalau kalian masih bolos dan terlambat, Ibu akan mendatangi rumah kalian."
"Satu lagi! Jangan lagi kau sewa Bibi kantin untuk jadi ibu kau. Kedok kau sudah terbongkar," tandasnya kepada Risa. Kemudian Ester melangkah jauh menuju barisan guru.
Begitu dahsyatnya ancaman yang terlontar dari bibir Ester membuat kedua dari tiga siswi itu mati kutu. Tubuh keduanya gemetar hebat. Dari wajah pun dapat tergambar seberapa takut mereka dengan ucapan itu. Sementara satunya lagi tampak biasa saja. Seakan tidak terjadi apa-apa. Karena baginya hal itu hanyalah ancaman biasa. Salah, lebih tepatnya bukan suatu ancaman.
"Gimana, nih? Bu Ester kali ini nggak main-main. Dia langsung dateng ke rumah," getir siswi yang baris paling belakang, Helen Margaretha.
Mengetahui temannya di belakang cemas dan ketakutan, Mika pun mendadak ikutan cemas. Dia menepuk pelan pundak siswi di depannya. "Sa, gimana nih?" bisiknya.
Risa diam terpaku tak menggubrisnya. Netra memperhatikan seorang pemimpin upacara. Cowok itu berdiri tegap di tengah lapangan mengambil posisi istirahat di tempat. Postur tubuh tinggi dan proporsi wajah sempurna berhasil membuat Risa silap mata. Sorotan mata tajam bak elang mencari mangsa menjadi daya tariknya. Risa meyakini bahwa ini adalah kali pertama melihatnya.
Risa memundurkan badan sedikit dengan wajah masih menghadap depan. "Mik, lo tau dia nggak?" kata Risa mengerucutkan bibirnya menunjuk cowok itu.
Kening Mika mengernyit menandakan tak suka. Bagaimana bisa Risa mengalihkan perhatian di saat genting seperti ini. "Ya elah ini anak malah ngomongin yang laen. Omongan Bu Ester tuh yang paling penting,"
KAMU SEDANG MEMBACA
She's Dating a Cold Boy
Ficțiune adolescențiDingin. Satu kata itu mewakili kepribadiannya. Si cowok pemurung dan anti-sosial, Adrian Ivander Adibrata. Seantero sekolah menjulukinya dengan 'Kulkas Berjalan'. Trauma masa lalu menjadi penyebab utama kepribadiannya berubah. Menginjak masa remaja...