CHAPTER 33

314 8 0
                                    

UNCONTROLLABLE

"Kamu tidak bisa mengendalikan perasaanmu sendiri, menentukan kepada siapa hatimu akan berlabuh."

✿✿✿

Seorang siswi mengenakan seragam sekolah berdiri di bawah gapura sekolah. Netra milik siswi itu tak henti mengalihkan pandangan dari sisi kiri sampai sisi kanan. Barangkali ia tengah menanti kehadiran seseorang. Netra berpaling sejenak menuju benda bulat yang melingkari pergelangan tangannya. Benda itu menunjukkan waktu saat ini.

"Sepuluh menit lagi masuk," ungkapnya kembali memperhatikan jalan raya.

Deru motor sport terdengar begitu kentara dalam indra pendengar. Sepasang mata langsung menuju sumber suara yang bermuara dari jalan raya. Ia menemukan seseorang berjaket kulit hitam dengan helm full face di tengah padatnya jalan raya.

Motor itu melambatkan laju dan menepi saat mendekati sekolah Rasi Bintang. Ia menghentikan motornya tepat di hadapan siswi itu. Ia memberi lambaian tangan pada siswi itu sembari membuka helm full face.

"Selamat pagi, Cantik," sapa Tristan berjalan menghampirinya.

Siswi itu menilik penampilan Tristan dari atas rambut sampai bawah kaki. Seragam yang ia kenakan tak seperti anak sekolah pada umumnya. Ia memakai celana pensil berwarna abu serta atasan jaket kulit.

"Kamu nggak sekolah?"

"Sekolah dong, Cantik. Masa orang kayak aku bolos, sih."

Helen tersenyum canggung seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal. Rupanya ia telah salah sangka.

"Kata guru aku nggak boleh bolos sekolah. Nanti besarnya nggak bisa jadi suami yang baik."

"Apa hubungannya dengan jadi suami yang baik?"

"Ada hubungannya. Menjadi suami kamu misalnya."

Helen menggigit bibir bawahnya tanpa sadar. Apa yang diucapkan Tristan rupanya telah menggetarkan hati Helen. Wajahnya berganti warna kulit menjadi merah padam. Ia terlihat gugup untuk menunjukkan senyum sipu.

"Ke...kenapa suruh aku tunggu di sini?" tanya Helen mengalihkan perbincangan.

"Maaf, ya, nyuruh kamu nunggu. Soalnya aku kangen pengen lihat wajah kamu."

Helen memutus kontak mata sejenak. Ia melempar tatapan matanya ke sembarang arah. Ia kembali mengulum bibirnya serupa menahan senyum. Rona merah di pipinya semakin menunjukkan eksistensinya.

Tristan tertawa kecil melihat tingkah Helen yang tersipu malu karenanya. Setelah itu ia mengambil ransel yang merangkul di punggungnya. Ia memasukkan tangannya ke dalam ransel mencari suatu benda. Setelah mendapatkan benda yang ia cari, ia pun memberikan benda itu pada Helen.

"Cantik, aku titip ini ya buat Risa." Tristan memberikan secarik surat padanya.

"Jangan cemburu. Itu bukan surat cinta, kok," timpalnya usai melihat Helen memandang lama surat itu.

Helen menunjukkan senyum sumringah. Ia terlihat lebih baik daripada beberapa detik lalu. "Ini surat apa?"

"Undangan party dari temanku."

Helen ber-oh ria. Sinar mata masih memandang surat di tangannya.

Tristan mengetuk surat itu agar Helen mengalihkan pandangan sejenak padanya. "Aku izin pamit, ya. Mau pergi sekolah."

Helen tertawa kecil seraya menutup mulutnya. "Kenapa minta izin sama aku segala?"

"Berasa kayak lagi pacaran, ya?" Pertanyaan balik dari Tristan membuat Helen terdiam membisu. Bukan karena takut, hanya saja ia gugup untuk menjawabnya.

She's Dating a Cold BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang