Dimana semua janji itu? Apa ikut hilang bersama raga yang kini membiru?
36. Aku rindu, apa tidak mau kembali barang semenit?
"Sampaiii~"
"Aaah, akhirnya."
Nauval mendesah ringan untuk menyerukan rasa lelahnya. Meskipun hanya memakan waktu tiga puluh menit untuk sampai di bandara Soekarno-Hatta tapi tetap saja Nauval merasa lelah. Bagaimana tidak? Sedari pergi bahunya dijadikan Reno sandaran. Iya, selama perjalanan Reno tidur. Kebiasaan memang.
"Ren, bangun ah udah sampe," ujar Nauval membangunkan Reno yang ada di sampingnya. Ara dan Salsa sudah turun dari mobil mengikuti Papa dan Mama.
"Dasar jompo berkedok remaja," sindir Ara melihat Nauval secara lebay meregangkan badannya saat baru keluar.
"Yang pake salonpas waktu belajar gausah sok keras," balas Nauval dan melihat ke sekeliling. Suasana masih lumayan sepi, hanya ada beberapa mobil yang lewat. Walau begitu, di dalam bandara tampak suasana lebih ramai.
Rombongan mobil satunya juga sudah menghampiri mereka. Nampak Davin tengah mengucek matanya. Sepertinya ia tadi juga tidur.
"Nak Arka nanti naik dari terminal berapa?" tanya Mama membuat Arka menoleh.
"Terminal tiga Tan."
"Yasudah ayo ayo masuk. Kita antar sampai tempat boarding saja ya nak Arka?"
"Iya Tante, gakpapa." jawab Arka kemudian mencari keberadaan adiknya. "Kal, bawain tas Abang yang cokelat ya."
"Hm." Haikal hanya berdehem sebagai jawaban dan mengambil tas yang tadi dibawa oleh sopir Arka.
Setelah itu, semua orang yang berada di sana masuk mengikuti Papa yang berada paling depan.
"Nyokap sama bokap lo dimana Kal?" tanya Nauval sedikit penasaran. Sebab ia pikir akan bertemu orang tua Arka dan Haikal yang turut mengantar ke bandara.
"Di rumah," jawab Haikal santai.
"Gak ikut nganter?" sambung Davin.
"Enggak. Sibuk mereka mah. Lagian bang Arka juga biasa pergi pergi pake pesawat. Gak berlebihan sampe dianter anter begini."
"Ooh."
Semua mengangguk mengerti. Lagipula, memang iya. Mengapa mereka semua gabut sampai mau beramai ramai mengantarkan Arka padahal Arka ini udah besar? Lucu sekali membawa banyak rombongan tapi ternyata yang akan pergi hanya satu orang.
"Berapa menit lagi sebelum flight Ka?" tanya Papa.
Arka melihat ke arloji yang ia kenakan di tangan kiri, "mungkin sekitar setengah jam lagi om."
Papa mengangguk lalu mengarahkan pandangannya ke Dimas. "Nak Dimas suka kopi?"
"Eh." Dimas yang sedari tadi melihat sekitar meenoleh ke arah Papa. "Tidak om, saya kurang suka caffein."
Papa hanya mengangguk paham. "Ini ada yang mau menemani om mencari kopi?"
"Sama Arka aja om, sekalian mau dibawa ke pesawat."
"Yasudah ayo."
Kemudian Papa dan Arka pergi dari sana mencari kopi. Mama sudah duduk di salah satu bangku berderet membiarkan para remaja hiperaktif itu melakukan semau mereka. Dimas yang merasa tidak enak jika ikut ikutan memilih duduk di samping Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shivviness
RandomBahagia itu sederhana. Misalnya, ketika kamu peroleh kenyamanan haqiqi saat mengenakan pakaian dalam baru. Dalam Bahasa Inggris kuno, perasaan nyaman itu adalah definisi kata "𝙎𝙝𝙞𝙫𝙫𝙞𝙣𝙚𝙨𝙨" Ada yang nyaman dalam kesendirian Ada yang nyaman s...