7. t u j u h

174 49 18
                                    

boleh aku meminta satu hal?
jangan pergi.

7. Indomie.... Seleraku. Bang Atha... Babuku~

Hari sudah berganti malam, keluarga Rajendra sudah kembali kerumahnya tepat pukul lima sore tadi. Kini, Ara dan Atha sedang berada di perjalanan pulang setelah mengantar papa dan mama ke bandara. Weekend ini, papa dan mama berencana menginap dirumah kakek. Atha yang notabene nya paling malas berurusan dengan 'rumah' kakek, memilih untuk tetap tinggal dirumah, bersama Ara tentunya.

Ara sudah tertidur di bangku belakang dengan posisi meringkuk menghadap depan. Hari ini ia cukup lelah karena bermain dengan Nauval dirumah. Ya walaupun tidak sepenuhnya berdua, karena Atha pasti mengikutinya kemana mana.

Arloji di tangan Atha sudah menunjukkan pukul sembilan lewat dua puluh. Rasanya ia ingin segera sampai kerumah dan membaringkan tubuhnya di kasur ternyaman miliknya. Melihat Ara yang sudah terlelap damai di jok belakang lewat spion, ia jadi tidak tega untuk membawa mobil dengan kencang. Takut tidur boncel kesayangannya akan terganggu.

Tiga puluh menit berselang, akhirnya mereka tiba dirumah. Pak Selamet yang memang masih terjaga membantu memarkirkan mobil di garasi. Sedangkan Atha harus segera membawa adiknya masuk ke dalam rumah. Membuka pintu mobil, ia menepuk pelan pipi Ara.

"Ra, bangun. Kita udah sampe rumah." Ucapnya pelan namun hanya dijawab lenguhan oleh Ara. Mau tak mau akhirnya ia menggendong Ara masuk kerumah. Ara tampak nyaman dibahu Atha, terlihat dari dirinya yang memeluk leher Atha. Jika dalam mode bakuhantam, pasti Atha sudah membantingkan tubuh Ara begitu saja.

Menaiki tangga dengan perlahan, Atha akhirnya sampai di depan kamar milik Ara. Kamar yang ia sendiri ingin berlama lama di dalamnya. Entah sihir apa yang ada disini, atau malah penyihir kecil yang tengah ia gendong yang membuatnya ingin selalu disini.

Dengan perlahan, ia membaringkan tubuh mungil Ara di kasurnya. Melepaskan sepatu dari kaki putih Ara lalu terakhir menyelimuti setengah badan Ara. Tak lupa ucapan selamat malam dan juga kecupan singkat di kening Ara ia berikan sebelum keluar dari kamar Arabella.

"Mimpi indah princessnya Abang." Ucapnya di ambang pintu lalu menutup pintu itu pelan.

Ia lanjut melangkah menuju kamarnya. Badannya sudah sangat sangat sangat ingin ditidurkan, namun pikirannya malah melayang kembali mengingat kejadian tidak mengenakkan di bandara tadi. Lagi lagi Atha harus kembali bertemu dia yang paling Atha hindari. Ah bukan menghindar, lebih tepatnya tidak ingin dipertemukan lagi karena ia lelah dan marah di saat yang sama.

"Jagain rumah baik baik." Kata papa ketika mereka hampir berpisah di gate penerbangan.

"Iya Pa iya, emang siapa sih yang mau mindahin rumah kita." Kata Atha. "Papa kaya ngga biasa ninggalin rumah sama Atha. Ngga bakal kenapa napa rumah kita. Tenang." Lanjutnya.

"Yasudah, kami berangkat. Jaga adikmu juga." Pesan Papa.

"Itumah nomor satu Pa, siap dilaksanakan. Anak kesayangan papa ini gabakal kenapa napa selama ada Atha." Ucapnya sambil merangkul Ara. Yang dirangkul hanya mendengus malas karena pastinya nanti abangnya itu akan lebih leluasa mengganggunya.

"Mama sama Papa berangkat dulu ya sayang, kalo ada apa apa telfon aja." Ucap Mama sambil memeluk Ara lalu Atha.

"Oleh oleh jangan lupa Ma." Ucap Ara sambil menunjukkan deretan giginya, nyengir.

Shivviness  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang