6. e n a m

173 48 28
                                    

yang bukan untukmu, gabakal pernah jadi milikmu. jangan maksa, nanti terluka terus nangis nangis.

6. Sekali gaboleh, tetep gaboleh! Nanti marah mama.

Sekarang, disinilah mereka. Sebuah cafe yang terletak tak jauh dari sekolah. Atha sengaja membawa mereka bertiga kesini karena ingin membahas hal secara santai saja. Tapi juga karena Ara yang mengajak sih.

"Jadi benar kamu anak om Ardi?" Tanya Atha entah sudah berapa kali.

"Allahuakbar, iya bang iyaaaa. Gue harus begimana biar lo percaya ha." Jawab Nauval hampir frustasi.

Sedangkan Ara malah senang memainkan sedotan sambil menyaksikan perdebatan antara teman masa kecilnya dan Abang besarnya. Sesekali ia menyeruput minumannya dengan mata masih fokus pada dua orang yang satunya ngga percayaan, dan satunya lagi mulai jengah dan hampir depresi.

"Kapan lo pindah kesini Pal?" Ara mengangkat suaranya kemudian.

"Baru seminggu, gue juga awalnya ngga tau bakal satu sekolah sama lo." Jawab Nauval mengundang tatapan curiga Atha.

"Yakin?" Tanya Atha dengan mata menyipit.

"Yakin lah, suer bang gue baru tau kalo satu sekolah bahkan sekelas sama Bella." Jawabnya berusaha meyakinkan Atha. Namun nampaknya belum menghasilkan apa apa.

"Udah ih, ngapa tegang amat." Sela Ara cepat sebelum suasana menjadi canggung. "Jadi jadi, om sama tante pindah kesini juga?"

"Kagak, ayah sama bunda ke Kalimantan. You know lah, di sana masih susah ngapa ngapain. Dan katanya ongkir kesana mahal, males ah gue." Jelasnya Nauval.

"Lah, bisa gitu. Jadi sebenernya ayah lo dari Surabaya pindah ke Kalimantan? Terus lo disini numpang dimana? Ngebabu dimana lo sampe ada yang mau ngasih lo tempat tinggal. Lo kan bisanya nyusahin." Cerocos Ara panjang lebar dengan disisipi tawa.

"Si kampret kalo ngomong suka ngadi ngadi. Yakali gue ngebabu, gue tinggal dirumah nenek." Jawabnya dengan tangan yang hampir menjitak Ara namun keburu ditepis oleh Atha.

"Jangan sentuh Ara." Ucap Atha sinis dengan mata yang bisa berkata 'lo sentuh dia, gue patahin tangan lo.'

"Hehe, maaf bang. Ini tangan nakal banget." Ucapnya sambil menepuk tangannya yang tadi hendak menyentuh Ara.

"Btw, kapan kapan mainlah kerumah." Kata Ara setelah menyeruput minuman terakhirnya. Ia ingat ini sudah waktunya pulang sekolah. Cukup dua jam juga mereka duduk disini.

"Iya, ntar gue kerumah. Sediain brownies jangan lupa." Ucap Atha. "Bagi nomer lo dong, biar bisa kabar kabaran." Lanjutnya kemudian memberikan ponselnya pada Ara. Namun belum sempat Ara mengetikkan nomernya disana, Atha terlebih dahulu merebut ponsel Nauval dan langsung menyimpan nomornya disana.

"Kalo mau tau kabar Ara, tanya ke gue aja." Atha kemudian memulangkan ponsel tersebut kepada pemiliknya lalu menyeruput cappucino yang tersisa setengah gelas. "Ayo Ra pulang, udah jam makan siang. Kita udah ditunggu mama." Ajaknya sambil bangkit dari sofa.

"Gue duluan ya Pal." Pamit Ara karena tak mau bermasalah dengan Atha.

"Hati hati Bel." Ucap Nauval sambil melambaikan tangannya.

Ara dan Atha sudah berjalan ke mobil. Atha berada di depan Ara dan melangkahkan kakinya duluan masuk ke mobil kemudian disusul Ara yang duduk di bangku penumpang, di samping tempat Atha.

Atha menyalakan mesin dan langsung menjalankan mobil. Matanya hanya berfokus pada jalan, terlihat karena sejak tadi ia terus menatap lurus jalanan di depan. Padahal biasanya pasti ada saja yang akan dia bahas dengan Ara jika mereka sedang berdua.

Shivviness  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang