20. Perdebatan si Kembar

97 18 6
                                    

Dan hal yang terjadi selanjutnya tentu bisa ditebak dengan begitu mudahnya. Setelah Sasha tersenyum polos memasang wajah tak berdosa, Keith marah besar dan menghukum gadis itu lari lapangan SMA Shingeki yang besar dan luasnya tidak tanggung-tanggung selama 5 jam penuh. Hukuman yang begitu beratnya telah Gadis Kentang itu dapatkan dan ia jalani dengan senang hati sekaligus terpaksa, memangnya siapa yang mau disuruh lari selama 5 jam? Tidak ada. Sasha terpaksa melakukannya tapi ia menerima hukumannya lapang dada karena ia sadar akan kesalahannya memakan kentang rebus ketika sedang apel. Meskipun begitu ia tidak menyesali perbuatannya, kentang rebus memang enak dimakan selagi hangat.

Banyak siswa yang memperhatikan gadis bermarga Blouse itu berlari, ada yang merasa kasihan tapi tidak bisa membantu sama sekali karena takut terkena imbasnya. Sasha terengah-engah, kakinya yang sudah kelelahan ia paksa terus untuk berlari sampai batas waktu yang ditentukan, keringatnya bercucuran deras, rasa panas tubuh bercampur pada panas matahari terik membakar di siang itu, degup jantungnya meledak-ledak dan suara degupannya bisa terdengar dengan jelas.

“Si Gadis Kentang itu masih berlari?” Connie yang bertanya, berkumpul dengan beberapa teman sekelasnya yang berada di luar pintu. Menyaksikan Sasha dari kejauhan.

“Yup, sisa waktunya tinggal 1 jam lagi. Tapi, gue gak yakin dia bisa tahan,” celetuk Jean, ia dengan santainya menikmati es yang baru saja dibelinya di kantin. “Dari sini aja bisa kita rasakan kalo nafasnya tinggal satu dua,”

“Jangan gitu Jean,” sambung Marco yang baru menimbrung. “Coba deh lo tarik aja tuh anak kemari suruh istirahat. Gue gak tega ngeliatinnya,”

Armin dan Mikasa mengangguk setuju, betapa mulianya hati seorang Marco Bodt, sungguh ketua kelas idaman. Oh, mungkin kalau ada pemilihan ketua kelas nanti mereka bisa merekomendasikan Marco. Ya, ide yang bagus.

“Emang lo gak ingat kata si Bohlam tadi? 'Jangan berhenti lari sebelum waktunya selesai dan jangan ada siapapun yang membantunya atau kalian akan kujemur sampai sore’ gue akui memang kejam banget sih,”

Perkataan Jean seratus persen benar, Keith memang ada mengatakan akan melipatgandakan hukuman bagi siapapun yang menolong Sasha. Mereka semua membuang nafas serentak, dam hati berdoa saja atas ketahanan fisik Sasha sampai batas waktu hukumannya selesai.

“Masuk SMA umum tapi berasa masuk sekolah militer. Bener-bener gak nyangka kalo bagian dalam sekolah ternama ternyata berat kayak gini,” tutur Armin lelah, ia menyandarkan tubuhnya pada pembatas lantai dua. Mata azure-nya menatap sendu pada Sasha yang terlihat sangat kelelahan.

“Seharusnya kalo dia gak tahan ada baiknya dia pura-pura pingsan aja, dengan begitu pasti dia dibebaskan dari hukuman,” usul Eren, kedua tangannya berada di atas pembatas dinding posisinya disilangkan lalu menjadi penopang dagu.

“Percuma, Si Bohlam gak akan bisa dibohongi pake cara basi kayak gitu. Kalo Sasha bisa pingsan sungguhan maka dia beneran bisa lepas dari hukumannya,” Mikasa menyambung. Iris obsidiannya hanya menatap punggung Eren yang ada di depannya.

“Tapi … apa gak apa-apa membiarkannya gitu aja? Dia bisa dehidrasi dan kelelahan loh, apalagi dengan terik panas yang kayak gini,” Elissa akhirnya membuka suara.

Ia berdiri tepat di sebelah Eren, iris hijau emerald-nya tampak bergetar menyaksikan Sasha yang masih memaksakan diri untuk terus berlari.

“Gak bisa dibiarkan,” Elissa memutuskan pergi dari sana.

“Sa!! Mau ngapain?!” tanya Erhardt setengah berteriak.

“Mau nolongin Sasha!”

Dengan langkah seribu, Elissa berlari cepat menuruni tangga langsung menuju kantin sekolah yang berada tepat di belakang gedung siswa kelas 1. Nafasnya memburu, sesekali ia berlari meliuk menghindari beberapa siswa berjalan di koridor sekolah yang berlawanan arah dengannya, namun terkecuali Levi yang tadi sempat ditabraknya hingga cowok itu terjungkal di koridor. Meneriakkan kata maaf seraya terus berlari namun teriakan Levi yang memanggil nama Elissa sama sekali tidak digubris. Cowok berambut raven itu berdecak, mengambil beberapa lembar kertas yang berserakan di lantai. Entah apa yang ada di pikiran gadis berambut cokelat yang satu itu sehingga ia berlari terburu-buru.

Back to The Past ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang