Sepuluh hari kemudian ….
Cowok berambut pirang itu tampak gusar di tempat duduknya, sesekali pandangannya beralih ke jendela dan sesekali juga ia menatap satu-persatu anak buahnya yang berdiri tegap di depannya.
Nama besar Black Lion tersampir di bagian punggung jaket hitam yang terbuat dari kulit yang selalu mereka pakai. Sederet motor-motor besar terparkir rapi di halaman bangunan lama yang masih kokoh itu. Xavi berdecak, di antara barisan anak buahnya tak satupun menunjukkan bahwa Floch bagian dari mereka, ia terpaksa harus dibuat menunggu oleh wakilnya itu. Mencari informasi mengenai Elissa Walther yang selalu saja berhasil menghantui pikirannya sejak pertemuan tidak sengajanya dengan gadis berambut cokelat itu.
Dan lagi, Xavi sebelumnya sudah memberitahu bahwa mereka akan berkumpul di markas mereka dan di saat itu pula maka Floch harus menghadap dengan sejumlah informasi yang ia dapatkan. Tapi ke mana wakilnya itu sekarang? Menghilang seperti Elissa? Ya, sudah beberapa hari berturut-turut ia tidak bisa bertemu dengan pujaan hatinya itu. Sekedar mengawasi dari kejauhan atau bertemu langsung dengan Elissa. Ia bisa gila kalau begini terus. Setidaknya sampai Floch memberikan informasi yang cukup memuaskan hasrat keingintahuannya.
Derap langkah kaki terdengar menggema begitu jelas di aula markas, dan di saat yang sama berisan tengah membuka jalan sekaligus membungkukkan badan 90 derajat untuk akses lewat jalannya sang wakil ketua yang bisa dibilang terlambat itu, namun tidak melunturkan rasa hormat mereka kepada Floch Forster. Floch berjalan dengan kewibawaannya, tidak ingin imagenya sebagai wakil ketua Black Lion jatuh hanya karena ia tidak bisa mengendalikan kegugupannya.
“Kenapa kau terlambat?” tanya Xavi penuh intimidasi. Iris daffodil-nya menatap tajam Floch yang sejujurnya sudah ketar-ketir saat ini. Dia memang tidak yakin bahwa apa yang ia sampaikan bukanlah menjadi berita bagus yang akan didengar Xavi
“Ada hal yang harus kuselesaikan dulu dengan Nifa, dia terlalu sibuk untuk bisa segera dekat dengan Levi Ackerman,” jawab Floch datar.
Alis mata Xavi naik sebelah. “Kalau begitu, ini pasti ada hubungannya dengan gadisku, bukan? Apa kau punya informasi terkait dengannya?”
Floch berdeham sekali, dan dehamannya itu bisa didengar oleh seluruh orang yang ada di sana sebagai kode bahwa ia ingin bicara berdua saja dengan sang ketua. Floch membuang nafas panjang. Suasananya mendadak serius. “Kayaknya kau gak akan suka dengan informasi yang akan kuberikan,”
Xavi mengernyitkan alis. “Jangan membuat kesimpulan terlalu cepat, Floch. Sekarang beritahu aku, informasi apa yang kau dapatkan?”
“Elissa punya kembaran bernama Erhardt Walther, selalu berperan menjadi tameng untuk Elissa dan dia bisa saja menjadi penghalang terbesarmu untuk mendekati gadis itu, lagipula Elissa juga memiliki hubungan baik dengan Levi Ackerman dan Eren Jaeger,” terang Floch panjang lebar.
“Lalu?” ada nada ketidaksukaan yang tersirat dalam pertanyaannya.
“Erhardt Walther dan Elissa Walther bukanlah orang Paradise, mereka berasal dari Marley dan saat ini tinggal satu rumah dengan keluarga Jaeger,” lanjut Floch lagi, ia benar-benar tidak menyukai pekerjaan barunya yang lebih mirip seperti orang yang memiliki obsesi berlebih.
Keadaan hening, Xavi sibuk berkutat dengan pikirannya membayangkan wajah Levi dan Eren yang langsung bisa mengundang amarahnya. Kenapa pula gadis pujaannya itu terikat dengan dua laki-laki yang paling susah untuk dihadapi? Xavi berdecak, memutar otak memikirkan cara agar Elissa bisa lepas dari kedua orang itu.
“Memiliki hubungan baik dengan Ackerman dan Jaeger ya. Apa perlu mereka kita musnahkan?” tanya Xavi dingin seraya memainkan sebuah botol bekas wine yang sudah kosong.

KAMU SEDANG MEMBACA
Back to The Past ✓
Hayran Kurgu[Book Three] [Complete] Lanjutan dari Dandelion. Disarankan baca Dandelion terlebih dahulu sebelum baca ini. Erhardt dan Elissa sudah tumbuh dewasa, dan gara-gara sebuah buku mereka melintasi waktu kembali lagi ke zaman orangtua mereka saat masih mu...