Ponsel di tangannya terjatuh, maniknya membulat sempurna menatap ke arah sebuah pecahan kaca yang beberapa detik lalu masih baik-baik saja. Entah apa yang terjadi, tiba-tiba saja kaca jendela di kamarnya pecah, dia bahkan masih mengingat suara kaca itu saat pecah.
Terdengar begitu nyaring membuatnya terkejut sampai menjatuhkan ponselnya. Semuanya terasa seperti mimpi, sayangnya ini adalah kenyataan. Dia yang baru saja memutuskan panggilan telepon itu hanya bisa diam membeku di tempatnya.
Nafasnya tercekat, sebelum cahaya muncul dari arah jendela. Pandangannya mulai dia alihkan, menatap hal lain selain cahaya yang begitu terang. Setelah cahaya itu mulai pudar dia mendongak, menatap ke arah jendela kamarnya.
Tidak ada apa pun, lalu yang tadi itu apa. Dia penasaran, tapi tidak ada hal yang membuatnya tau apa yang terjadi membuatnya menghembus nafas kasar. Dia berjalan mendekati tempat tidurnya, mengabaikan pecahan kaca di atas lantai sebelum dia menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Tatapannya jatuh pada langit kamarnya yang terlihat menarik saat ini, dia kembali bangkit saat mendengar suara benda terjatuh. Tatapan yang semula mulai tenang itu kembali tegang, dia bergerak mendekati meja belajarnya.
Fokusnya jatuh pada sebuah kotak berwarna coklat tua, dia tersenyum tipis saat ingat isi kotak itu sebelum dia kembali menatap curiga atas apa yang sebenarnya terjadi "he.. he.. ko merinding sih"
Pria itu berucap dengan nada suara yang sumbang, jelas sekali dia seperti percaya dan tidak percaya atas apa yang terjadi. Dan hal yang pria itu lakukan adalah mengambil ponselnya dan berlari keluar kamar.
"Gila! Itu makhluk gaib ganggu banget"
Bukan takut tapi dia hanya tidak suka dengan hal-hal berbau horor seperti itu, padahal dia sudah dengan santai mengabaikan kaca jendelanya yang pecah tapi sekarang makhluk gaib itu malah makin menjadi.
Dia menatap ke ruang tengah di apartemennya yang berantakan, apa-apan ini!
"Heh.. Hantu kalau mau main petak umpet jangan di sini!" pria itu berteriak, dia langsung berlari menuju ke pintu apartemennya.
Berjalan cepat saat sebuah buku melayang dengan santainya berniat menghantam kepalanya. Pintu itu dia tutup cepat, nafasnya memburu dia langsung menyentuh dadanya yang terasa sesak.
Jantungnya berdetak cepat, dia jelas ketakutan dan hal yang dia lakukan adalah membuka kunci ponselnya "Yoongi mana nih" ucapnya kesal saat tidak menemukan nama teman yang lebih muda darinya itu.
Gelisah, takut, dan mulai berpikir negatif, itulah yang dia rasakan saat ini. Tapi panggilan yang dia lakukan tidak mendapatkan perhatian sama sekali dari penerima. Dia berdecak, merasa akan sia-sia menelpon manusia es itu.
"Ah.. Hoseok!"
Langkahnya langsung dua percepat tapi baru saja sampai belokan kedua sebelum lift, dia di kejutkan dengan seorang pria dengan jas putih.
"Seokjin-ssi?"
Alis Seokjin naik, dia kebingungan saat pria itu memberikan sebuah buku yang terasa tidak asing baginya. Ah.. Benar itu buku yang hampir mengenai kepalanya tadi. Walau tidak jelas, tapi dia jelas melihat cover merah polos yang terlalu mencolok dari buku itu.
Seokjin hanya diam, dia tidak menyahut atau mengambil buku itu. Dia hanya menatap bingung pada pria yang tengah tersenyum padanya.
"Kau mengenalku!?"
Setelah sekian lama diam, akhirnya dia mengatakan hal yang mengganggu pikirannya. Tapi pria di hadapannya ini hanya tersenyum "jangan takut"
"Semua yang terjadi tadi hanyalah sebuah ilusi"
Seokjin terdiam, menatap terkejut saat dia berada di kamarnya saat ini. Tapi hal yang membuatnya lebih terkejut adalah kamarnya yang terlihat baik-baik saja tanpa kaca jendela yang pecah. Dia berniat bangkit sebelum sadar ada buku merah di tangannya.
"Eh.. Aku mimpi?" gumamnya berniat menelisik kamarnya sekali lagi sebelum dia berjalan ke arah luar yang ternyata tidak berantakan sama sekali.
Bahkan semua barangnya tertata rapi dan baik, Seokjin kebingungan dan ini jelas sangat aneh. Ingatannya tidak mungkin salah, setelah menelpon Jimin dia jelas melihat kaca jendelanya yang pecah dan hal aneh berlanjut setelah itu.
Tapi sekarang, semua yang dia rasakan tadi seperti sebuah mimpi. Tidak ada apa pun di apartemennya dan Seokjin hanya bisa diam lalu kembali ke kamarnya. Pintunya dia tutup, berjalan mendekati tempat tidur sebelum fokus pada buku yang berada di tangannya.
Tangannya bergerak, membuka lembar demi lembar buku merah itu sebelum maniknya membulat sempurna. Nafasnya tercekat, menunjukkan tatapan tidak percaya pada apa yang baru saja dia baca dan lihat.
"Tidak mungkin! Jelas tidak masuk akal!" Seokjin panik, dia berteriak menjauhkan buku itu dan melemparnya asal.
Tapi satu hal membuatnya kepikiran adalah nasib teman-temannya saat ini. Seokjin terdiam, dia langsung menatap ke arah jendela kamarnya yang kembali pecah seketika. Pipinya terluka terkena goresan dari pecahan kaca, dia langsung berbalik saat sebuah suara menginterupsinya.
"Jangan takut"
"Semuanya akan baik-baik saja jika kau mempercayai apa yang kau dengar dan lihat sekarang"
"Tapi sebelum itu, kau harus menyelamatkan temanmu dulu. Mereka dalam bahaya saat ini"
Suara itu menghilang dengan sebuah cahaya yang terpancar dari jendela kamarnya. Dia berbalik, mendekati buku merah yang dia lempar tadi. Melihat sebuah tulisan berwarna merah dengan dua nama teman yang membuatnya terkejut.
"Yoongi! Jimin!"
Sebenarnya apa ini, kenapa tiba-tiba dia jadi mendapatkan hal aneh dan tidak masuk akal seperti ini. Pasti ini mimpi dan dia langsung menampar wajahnya membuat Seokjin meringis dengan telapak tangan yang terdapat bekas darah.
Benar juga wajahnya terluka dan Seokjin langsung menatap ke arah buku itu, saat tulisan tadi berubah.
"Masuklah ke dalam lingkaran itu, maka kau akan tau apa yang terjadi"
Seokjin bergumam, membaca kata demi kata yang tertulis di dalam buku itu. Dia kembali mendongak, menatap ke arah jendela kamarnya yang pecah. Bentuknya lingkaran walau tidak beraturan Seokjin langsung berjalan mendekati lingkaran itu.
Tubuhnya langsung di tarik paksa, dan hal yang dia lihat pertama kali adalah sebuah jalanan perumahan milik Jimin dan Yoongi. Dia tau ini dekat dengan rumah Jimin dan Seokjin langsung berlari menuju ke rumah Jimin.
Nafasnya memburu, tangannya meremat kuat buku merah itu sampai dia berhenti menatap ke arah Jimin dan Yoongi yang tidak sadarkan diri di teras rumah.
"Yoongi! Jimin!"
Seokjin berteriak, dia langsung berlari menuju ke arah mereka saat tau tidak hanya mereka berdua yang ada di sana. Dan Seokjin langsung tau siapa orang misterius dengan wajah pucat itu.
Dia adalah Vampir, tapi sayangnya bukan itu masalahnya. Tapi karena orang itu adalah orang yang dia kenal "Kim Sunoo!"
TBC
Sudah malam banget nih, tapi nulisku memang baru selesai juga dan aku langsung up. Mungkin ada typo karena langsung aku up tanpa revisi, dan karena kemaleman jadi aku pikir revisi besok aja.
Aku gak mau banyak bicara, yang penting adalah informasi soal aku yang akan up cerita ini mulai November saja. Ada banyak hal yang harus aku kerjakan di bukan ini dan aku janji kali ini gak bakal telat up-nya.
Kalau begitu sampai jumpa dan selamat tidur.. jangan bergandang oke
KAMU SEDANG MEMBACA
Secrets of The World
FantasyApakah kalian percaya takdir?? Apa kalian tau bahwa ada takdir yang mengikat diri kalian masing masing, dan takdir itu tak bisa kalian ubah bagaimana pun caranya. Dan itulah yang tengah mereka hadapi saat ini, mereka yang menganggap diri mereka seba...