🥀__🥀
Nata tau kok kalo kondisi yang dia dan keluarganya manfaatkan itu adalah kondisi yang salah. Sedari dulu, Nata selalu bercita-cita membawa perubahan besar untuk keluarganya. Ia lelah hidup dalam keterbatasan yang bahkan untuk membeli lauk pun ia dan keluarganya harus berfikir berulang kali. Nata juga tau kalo waktu itu posisi Jevan sudah menghitung mundur waktu pernikahannya dengan sang kekasih, namun kembali lagi ia ingin egois sekali lagi.
Awalnya ia fikir setelah menikah dengan Jevan, semua beban yang ia punya akan hilang. Tapi ternyata tidak, fakta bahwa mantan kekasih Jevan berada 1000 langkah di depannya membuatnya gelisah. Ia takut sewaktu-waktu wanita itu merebut Jevan dan ia ditinggalkan begitu saja. Yang ia tau, gadis itu salah satu anak crazy rich di kota tempat ia tinggal sekarang. Bahkan dilihat dari sisi mana pun, gadis itu sangat unggul dibanding dirinya. Rasa iri yang ada didalam dirinya membuatnya melakukan hal-hal yang malah berbalik mempermalukan dirinya.
"Kamu ngapain dateng ke acara nikahan Chandra?? Kamu mau merenung sambil mikir harusnya kamu yang bersanding sama dia?? kamu tega ya jev pergi disini aku kewalahan ngurus anak kamu yang gak mau berhenti nangis" Begitu Jevan memasuki unit apartemen mereka, Nata langsung saja menyemprotnya, menumpahkan rasa kesal yang sedari tadi ia tahan.
"Gak gitu nat, aku gak enak kalo ga pergi"
"Kamu bisa alasan??!! anak kamu sakit loh ini" Nata meninggikan suaranya. Sebenarnya ini terlalu sepele untuk dibesarkan, toh anak mereka sudah tertidur pulas. Namun rasa cemburu dihatinya tidak bisa padam. Rasa takut itu masih ada meski Chandra sudah menikah.
"Apa sih Nat? anaknya udah tenang. Ini aku buru-buru pulang ya karna mikirin anak kita. Rencananya tadi kalo masih rewel mau aku bawa kerumah sakit sekalian"
"Oh jadi kerumah sakitnya kalo udah parah doang ya? Kenapa gak sekalian nunggu mati aja anaknya baru pulang??"
"NATA!!" Jevan tidak suka dengan susunan kalimat yang barusan diucapkan oleh Nata.
"Yakan kalo anak kamu mati, kamu bisa menceraikan aku trus balik tuh sama mantan kamu. Kamu nikahin aku kan cuma karna anak itu, jadi kalo dia hilang ya otomatis hilang juga kan tanggung jawab kamu ke aku" Sebenarnya Nata tidak sekuat itu, Ia sudah mati-matian menahan tangisnya. Tapi ia tidak mau menangis didepan Jevan. Kalimatnya tadi tidak hanya menyakiti Jevan tetapi juga hatinya sendiri.
"Sinting kamu" Ucap Jevan lalu berjalan menuju kamar anaknya. Terdengar dari tempatnya berdiri bahwa sang anak merengek keras. Sekitar 15 menit, Jevan keluar dengan tas dan sang anak didalam gendongannya.
"Kalo kamu gak ikhlas ngurusin anak aku, biar aku yang ngurus dia" Setelah mengucapkan itu, Jevan keluar meninggalkan Nata sendirian. Apartemen itu terasa sepi.
Nata merasa tidak ada yang bisa ia lakukan selain menyesali perkataannya. Merutuki sifat buruknya yang tidak bisa ia kontrol.
🥀__🥀
Nata fikir Jevan sudah pulang dan akan membicarakan kesalahannya dengan kepala dingin, karena biasanya lelaki itu akan seperti itu. Meninggalkan Nata ketika emosi dan berbicara baik-baik setelah memastikan emosinya mereda. Tapi dugaannya itu harus ia telan kuat karena yang ia temukan di dapur apartemennya adalah sang ibu mertua dan adik iparnya. Pakaian keduanya terlihat rapi, mungkin mereka juga datang ke acara nikahan Chandra. Nata terkekeh pelan, siapalah dia.
"Ibu udah lama?" Nata menghampiri keduanya.
"Mbak, nih" Shena menyerahkan dua bungkus es batu.
"Mata mbak bengkak. Sebelum kita kerumah, kompres dulu. Emang gak malu apa ketemu mas Jevan pas matanya jelek gitu??" Nata terkekeh, celotehan Shena menurutnya sangat lucu. Untuk apa ia memperhatikan penampilannya di hadapan Jevan? toh lelaki itu juga tidak akan perduli.
"Nata" Chitta— ibu jevan menggenggam tangannya pelan. Tatapannya menyiratkan kalau ia juga menyayangi Nata.
"Jevan memutuskan untuk menikahi kamu itu artinya ia sudah memutuskan untuk berhenti mencintai Chandra. Mungkin kamu gak percaya, tapi Jevan sedang berusaha untuk menerima kamu dihidupnya nak"
"Kamu cemburu itu wajar, tapi kalimat yang kamu ucapkan tadi, ibu tidak mau membenarkannya. Separah apapun pertengkaran kamu dengan Jevan, kamu gak boleh bicara buruk tentang anak kamu ya nak. Kamu yang ngandung dia selama 9 bulan, kamu juga yang memperuhkan nyawa untuk ngelahirin dia. Ibu yakin, dibanding Jevan kamu lebih gak mau kehilangan anak kamu kan??" Nata mengangguk, mungkin jika suatu saat Jevan meninggalkannya ia masih bisa terima. Tapi ia tidak tau harus bagaimana jika yang pergi adalah anaknya.
"Mbak Nata. Mbak Chandra itu udah jadi masa lalu buat mas Jevan. Mbak Nata gak bisa terpaku sama masa lalu itu. Sulit memang shen akui, tapi life is still going on mbak. Kalo mbak stuck disana, kapan mbak sama mas Jevan bisa bahagia? jangan khawatir lagi ya. Hapus semua dendam, hilangkan semua iri dengki. Mbak harus bahagia" Nata malu, ia merasa bahwa dirinya sudah sangat kekanakan. Fakta bahwa kalimat Shena sangat menampar baginya itu membuatnya malu. Seharusnya ia bisa lebih dewasa. Dengan mata memerah, Nata menghadap ke sang mertua.
"Ibu, Aku— Aku mau ketemu Jevan sama anak aku bu—" Setelahnya tangisnya pecah. Chitta mengelus pelan pundak menantunya itu. berharap bahwa setelah ini, rumah tangga keduanya bisa baik-baik saja. Belajar mencintai dan memaafkan masa lalu masing-masing.
🥀__🥀
INI APA SIH??? wkwkwkwk
maaf gak sesuai ekspetasi kalian🥺🥺🥺🥺BTW
gasss gak nih??????