PERKARA 15

159 20 0
                                    

Di bawah terpaan sinar terik matahari pada siang bolong, tampilan depan pabrik Thetatech tampak seperti sebuah bangunan tua besar menyedihkan dengan pagar-pagar beton tinggi mengelilingi dan atap spandek abu-abu yang menutupi bangunan di balik pagar tersebut. Truk-truk pembawa muatan berat berlalu-lalang melalui pintu depan dan pada akhirnya menuju loading dock di belakang pabrik.

Gerbang depan pabrik tampak baik-baik saja seakan-akan protes semalam tidak pernah terjadi. Sudah tidak ada massa yang mengerumuni. Namun, beberapa poster dan spanduk yang dibawa demonstran kemarin tergeletak di samping pos satpam.

Susie bersembunyi di balik sebuah truk yang diparkir di depan pos satpam. Ia mengenakan jaket bertudung abu-abu tua dan masker. Ia ingat pernah menjelajah pabrik ini bersama ayahnya pada acara peresmiannya sekitar sembilan tahun yang lalu. Walau ingatannya sedikit kabur, ia tahu ada sebuah celah kecil pada pagar bagian belakang pabrik yang mengarah langsung ke gudang tempat barang-barang yang sudah jadi disimpan. Susie tahu ia bisa masuk melalui celah tersebut.

"Aku harap mereka belum mengubah tata letak pabriknya," gumamnya pada diri sendiri. Ia menunggu sampai kedua satpam yang menjaga gerbang memberhentikan sebuah truk yang hendak masuk untuk mengecek identitas pengemudi dan surat-surat pengiriman, kemudian ia berlari melewati mereka, menyusuri pagar samping pabrik.

Begitu Susie sampai di belakang, ia meraba-raba dinding tembok yang tertutup oleh semak-semak, mencari-cari lubang pada pagar. "Ketemu," bisiknya sembari menyengir saat tangannya menyentuh sebuah daerah yang kopong. Susie memastikan terlebih dahulu situasi di sekelilingnya. Setelah ia yakin tidak ada orang yang melihatnya, gadis itu mengeluarkan pisaunya dan memotong semak-semak. Ia pun menunduk dan masuk melalui lubang itu.

Di balik pagar tersebut, tampak sebuah bangunan gudang yang menjulang tinggi. Bangunan tersebut tertutup rapat dengan pintu yang dipasangi sistem keamanan Thetatech. Susie buru-buru bersembunyi di balik sebuah kontainer berwarna merah agar tidak ada pegawai pabrik yang bisa melihatnya.

Gadis itu mengintip ke arah gedung gudang yang bercat putih. Pintu setinggi dua meter yang memisahkan bagian dalam gudang tersebut dari dunia luar. Ia melihat seorang pegawai berjalan ke depan pintu dan menggesek kartu yang dikalungkan ke sebuah mesin pendeteksi kartu. Sebuah lampu yang tertempel pada daun pintu berubah dari warna biru menjadi warna hijau, dan pegawai itu pun masuk.

Sial, pikir Susie. Aku harus mencuri kartu pegawai untuk bisa masuk.

Ia melihat ke sekeliling. Dan tepat saat itu juga, seorang pegawai yang sedang membawa sekotak kardus melewati kontainer tempat Susie bersembunyi. Tanpa pikir panjang, Susie menarik pegawai tersebut ke belakang kontainer, membungkam mulutnya yang hampir saja mengeluarkan teriakan, kemudian menarik kartu yang menggantung pada lehernya.

"Aku pinjam dulu, ya," ujar Susie sambil memasang tampang serius. "Maaf soal ini."

BUK!

Tinjuan Susie mendarat di kening sang pegawai, cukup keras untuk membuat pria muda itu hilang kesadaran dan tersungkur ke belakang. Susie bergegas menanggalkan jaket dan mengambil seragam biru tua pegawai tersebut dengan tulisan Thetatech di atas saku.

Susie pun keluar dari persembunyian. Ia mencoba bersikap normal bak seorang pegawai pabrik sembari berjalan santai ke arah pintu masuk gudang.

Lampu pada daun pintu berkedip-kedip memancarkan cahaya biru. Susie menggesek kartu curiannya dan berharap dalam hati kartu pegawai tersebut mempunyai akses ke dalam gudang. Untungnya bagi Susie, harapannya terkabul dan lampu di depannya pun berubah menjadi warna hijau. Suara kunci pintu terbuka pun terdengar. Gadis itu buru-buru masuk sebelum ada pegawai yang lewat dan mengenalinya sebagai anak dari pemilik Thetatech.

TIRA: Perkara PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang