PERKARA 9

511 41 11
                                    

Tira mendengar bunyi pelatuk ditarik. Waktu seolah bergerak lebih lambat. Sebuah peluru perunggu berputar dan melaju cepat ke arah wajah gadis itu; Tira mencoba menghindar. Aku belum siap mati.

Satu, dua, tiga detik berlalu. Tira tidak merasakan sesuatu.

Ia mendapati sesosok pria tinggi besar tengah berdiri membayangi dirinya. Alih-alih menembus kulit sang pria, peluru tersebut malah membentur bahunya dan jatuh ke lantai dalam keadaan penyok.

Godam, pikir Tira. Manusia baja.

Si penjahat terus menerus menembaki Godam dengan senapan. Namun, tak satu peluru pun berhasil menggores kulit Godam.

Tira buru-buru merangkak dan meraih tongkat elektriknya. Gadis itu menunggu hingga amunisi si penjahat habis digunakan. Ia menghitung setiap bunyi tembakan, mengira-ngira berapa lama lagi hingga penjahat tersebut kehabisan peluru. Saat bunyi pelatuk ditarik terdengar tetapi tidak diikuti bunyi peluru ditembakkan, Tira sigap bangkit berdiri.

"Godam, minggir!"

Godam mendengar kata-kata Tira dan menghindar ke samping. Tira menekan tombol tongkat elektrik, mengarahkannya ke tubuh sang penjahat. Kawat beraliran listrik memanjang dan kemudian mengenai dada penjahat tersebut. Ia terkejang-kejang sejenak, kemudian tersungkur dalam keadaan pingsan.

BRUK!

"Terima kasih sudah menyelamatkanku," ujar Tira sembari menatap Godam. Mata cokelat pria tersebut bersinar bahkan dalam gelap sekalipun. Jubah birunya melambai-lambai secara ajaib seakan-akan ada angin di dalam ruangan yang menerpanya.

"Tidak masalah," balas pria jangkung itu. "Aku mendengar suara teriakan dan tembakan dari bawah. Aku tahu pasti ada yang tidak beres." Godam melangkah dan memeriksa apakah masih ada penjahat yang bersembunyi atau bahkan melarikan diri, "Sepertinya hanya mereka di sini."

Tira mengalihkan pandangan ke arah para penjahat yang tengah terbaring tak berdaya. "Kita akan serahkan mereka ke polisi untuk dituntut atas perampokan, percobaan pembunuhan, dan pembunuhan tingkat pertama," ucap Tira dengan napas terengah-engah. Di kepalanya tebersit gambaran mengerikanwanita pramubakti yang berlumuran darah. Gadis itu menggelengkan kepala untuk menepis bayangan tersebut. Ia menunjuk penjahat yang pingsan tadi. "Bilang pada Opsir Arya bahwa dia tidak boleh dihukum mati sampai kita mendapat jawaban siapa dalang dibalik perampokan bank ini. Kudengar salah seorang dari mereka adalah bosnya."

Godam mengangguk mengerti. Ia menggendong penjahat tersebut di punggung, kemudian terbang keluar gedung untuk membiarkan para polisi menindaklanjuti.

Tira memperhatikan lubang di dinding yang dibuat oleh sebuah peluru yang meleset. Beton dinding itu tidak hancur, melainkan meleleh menjadi suatu cairan yang kental dan nampak seperti lava berwarna abu-abu. Ia menyendok gumpalan cairan itu dengan mata pisau lemparnya, lalu mengamati dari dekat dengan hati-hati.

Jenis teknologinya mirip dengan bom itu.

BRAK!

Sebuah suara kencang menggema dari ujung lorong. Tira bergegas berlari ke arah datangnya suara dan melihat jendela ruangan tersebut terbuka lebar, mengundang masuk rintikan air hujan. Anginkencang membanting daun jendela, membuatnya bolak-balik terbuka lalu tertutup.

Gadis itu melongo keluar jendela, memindai seluruh jalanan di depan gedung. Namun, tidak melihat adanya tanda-tanda orang yang kabur melalui jendela. Ia mengamati Godam tengah berbicara dengan para polisi di depan pintu masuk dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Rombongan Tim SAR telah sampai di lokasi. Salah seorang dari mereka membagikan masker gas pada para polisi. Tira melihat sang penjahat yang tadi ia setrum telah diborgol dan dimasukkan ke salah satu mobil polisi. Ia telah siuman dan tengah menatap ke arah Tira sembari menyengir jahat.

TIRA: Perkara PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang