PERKARA 17

136 19 0
                                    

"Pak Vershkan sudah kami tangkap. Bukti-bukti beliau adalah pelaku dari perampokan bank kemarin juga kami temukan di kediaman beliau, sudah kami eksaminasi juga. Sidangnya sudah dilaksanakan kemarin dan karena alibi beliau tidak cukup kuat, beliau dinyatakan bersalah dan diberi hukuman penjara," ujar Pak Gusman di belakang meja pada sebuah konferensi pers yang diliput di salah satu tayangan berita pagi hari. Di belakang beliau, Opsir Arya tengah mendampingi Pak Vershkan yang kini tengah berbalut pakaian tahanan serba jingga.

"Apakah Vershkan saja yang bersalah, Pak? Bagaimana dengan Thetatech?" tanya salah seorang jurnalis.

Pak Gusman berdeham. Ia mengetuk-ngetuk mikrofon di depannya yang tampaknya tidak bekerja. "Pemilik Thetatech mendapat informasi dari beberapa sumber yang mengatakan bahwa Pak Vershkan menyalahgunakan data tracking number barang produksi perusahaan tanpa sepengetahuan petinggi perusahaan. Setelah kami inspeksi lebih lanjut, benar bahwa Thetatech tidak ada ikut campurnya dalam perkara ini."

Seminggu telah berlalu semenjak proses penangkapan Pak Vershkan disiarkan di televisi. Para polisi menggeledah apartemen pemuda itu dan menemukan sejumlah cetak biru senjata-senjata yang sama dengan yang digunakan oleh para perampok. Mereka juga melacak sebuah transaksi dalam jumlah yang besar yang Pak Vershkan kirim ke sejumlah rekening luar negeri miliknya.

Susie membiarkan televisi kamarnya menyala, ia baru saja selesai work out sekaligus latihan muay thai. Televisi menayangkan berita konferensi pers tersebut yang menemaninya memilah-milah pakaian yang akan ia kenakan ke pameran sainsnya siang ini.

Pagi tadi, gadis itu bangun dengan perasaan lega, seluruh masalah yang selama ini menjadi beban bagi dia dan keluarganya telah terselesaikan. Meski kondisi ayahnya belum membaik sepenuhnya, setidaknya Susie tahu tak akan ada musibah lain yang berhubungan dengan Thetatech dalam waktu dekat. Walaupun begitu, tetap saja ada sebuah suara kecil di dalam hati Susie yang mengatakan ada sesuatu yang salah.

Ah, kamu cuma kebanyakan mikir saja, Sus, tukasnya dalam hati, berusaha menenangkan dirinya sendiri. Ia berdiri di depan cermin sembari mencoba tersenyum selebar mungkin. "Semuanya sudah berakhir, Sus," ujarnya.

Susie pun turun ke ruang tamu sambil membawa kardus berisi peralatan-peralatan hasil inovasinya yang akan ia pajang di pameran sains hari ini. Ia melihat ayah dan ibunya tengah duduk di ruang tamu, tampak sedang berbincang. Gadis itu menghampiri mereka.

"Ibu, Ayah, Susie mau ke pameran sains. Ayah sama Ibu bakal datang, kan?" tanyanya dengan penuh harap.

Untuk sesaat, kedua orang tua Susie saling bertatapan seolah mereka tengah bertukar pesan rahasia melalui telepati. Ayah Susie kemudian meletakkan tangan di atas dengkul istrinya dan menatap ke arah Susie. "Kami menyusul, ya, Sus. Kebetulan masih ada beberapa hal yang harus diselesaikan di kantor," tanggap pria paruh baya tersebut.

Jawaban itu membuat Susie sedikit kecewa. Namun, ia tetap memaksakan senyum. "Tentu saja," gumamnya pelan, kemudian menghela napas panjang. Ia merasa bodoh berpikiran bahwa kedua orang tuanya akan langsung mempedulikannya setelah segala masalah perusahaan selesai. "Oke. Kalau begitu Susie berangkat, ya."

****

Pameran sains tahun ini, seperti tahun-tahun sebelumnya, diadakan di Aula Besar. Para peserta sudang berdatangan di pagi hari, hendak merapikan stand mereka untuk acara besar siang nanti. Beberapa peserta bahkan membagi-bagikan pamflet mereka kepada orang-orang yang masuk melalui gerbang depan kampus. Ketika Pak Agus memberhentikan mobil di depan kampus untuk menurunkan Susie, sejumlah mahasiswa mengerumuni mobil mereka dengan setumpuk pamflet di tangan.

TIRA: Perkara PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang