PERKARA 10

932 47 19
                                    

"Bangunlah."

Sebuah suara berbisik persis di telinga Susie. Gadis itu perlahan membuka mata, masih setengah tertidur. Ia menatap langit-langit kamar yang dihiasi sebuah lampu gantung. Berayun pelan maju dan mundur, lampu tersebut seolah tengah menghipnotis Susie.

"Bukalah matamu, Yang Terpilih."

Suara yang sama kembali terdengar. Susie tersentak dan spontan menegakkan tubuh. Di ujung kaki tempat tidur, berdiri sesosok manusia tak berwajah dengan gumpalan kabut bergerak-gerak yang menyelubunginya dari belakang. Susie mengingat sosok itu; sosok yang muncul menghampirinya ketika ia bermeditasi.

Jantung Susi berdegup kencang. Reaksi pertamanya adalah mengambil alarm di meja samping ranjang dan melempar ke arah sosok tersebut. Namun, ketika alarm itu mengenai tubuh sosok tak berwajah, ia langsung berubah menjadi kabut. Alarm Susie pun jatuh di sisi lain kamar, hancur berkeping-keping.

"Siapa kamu?!"

Sosok itu lanjut berbicara, tak menanggapi pertanyaan Susie. Suaranya terdengar begitu dekat di telinga Susie meski makhluk itu tidak bermulut dan berjarak cukup jauh dari Susie. "Kekuatan yang kau punya di dalam dirimu jauh lebih kuat dari kekuatan duniawi manapun."

Susie memijat-mijat kening dengan mata tertutup. "Rileks, Sus, kamu cuma berhalusinasi," gumamnya pada dirinya sendiri. "Ini semua hanya karena kamu lelah menghadapi banyak hal akhir-akhir ini."

"Dunia akan berusaha memusnahkanmu karena apa yang kau miliki atau bagaimana kau mendapatkannya. Gunakanlah kemampuanmu dengan bijak untuk melawan semua yang mengincarmu, Yang Terpilih," ujar sang sosok tak berwajah. "Dan langkah pertama yang harus kau lakukan adalah menerima kekuatan itu, bukan menghindarinya."

Menerima kekuatan itu, bukan menghindarinya.

Lima kata itu mendadak diputar berulang kali di dalam kepala Susie; tanpa henti dan kali berikutnya lebih kencang dibandingkan yang sebelumnya. Mendadak, ia merasakan dunia di sekitar berputar mengelilingi dirinya. Saat ia membuka mata, pandangan begitu kabur dan semua warna di sekelilingnya melebur menjadi satu. Ia pun kembali memejamkan mata seerat mungkin.

Menerima kekuatan itu, bukan menghindarinya.

Kalimat itu berangsur-angsur berubah menjadi sebuah bunyi statis yang kencang. Susie menutupi kedua telinga. "Tidak!" teriak gadis itu. "Tidak! Tidak! Tidak! Siapapun tolong!"

Keheningan total mengikuti kata terakhir yang keluar dari mulut Susie.

"Tenang, Sus," gumamnya setelah menarik napas dalam-dalam dan menghelanya dengan penuh kelegaan. "Hanya mimpi buruk lainnya."

Tapi mimpi buruk itu tak berhenti di sana.

Susie hendak mengempaskan diri ke atas kasur yang empuk dan hangat. Namun, sekujur tubuhnya malah dipertemukan dengan suatu permukaan yang keras dan tidak rata. Gadis itu membuka mata perlahan-lahan, takut ia tidak siap menghadapi apa yang ada di depannya.

Untuk yang kesekian kali, Susie terbangun di atas sebuah batu dengan sembilan pria tua mengelilingi sembari menjulurkan tangan mereka ke depan. Goa yang sama. Kejadian yang sama. Tubuhnya perlahan-lahan terangkat di udara, melayang beberapa inci di atas permukaan batu.

Menerima kekuatan itu, bukan menghindarinya.

Susie terkejut. Suara itu muncul lagi, terdengar seperti sebuah bisikan yang menggema di setiap penjuru goa. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, tetapi tidak ada tanda-tanda kehadiran sang makhluk berkabut tak berwajah.

TIRA: Perkara PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang