PERKARA 6

607 48 5
                                    

"Ma yasa pranima mero saktima vivasa gardak!"

"Maile nau dreganako bahaduri tapa'inla'i di'e jo yogya khan!"

"Tiniharuka atmaharu kevala tapa'im dvara jagrta huna sakcha!"

Susie membuka mata. Ia sadar tengah melayang beberapa inci dari permukaan sebuah batu besar yang terletak persis di bawahnya. Ia merasakan seluruh tubuh diselimuti oleh sesuatu yang panas, seolah-olah tengah tenggelam ke dalam lava. Tempat ia berada dibanjiri oleh cahaya jingga menyilaukan, membuat Susie mau tidak mau harus menyipitkan mata untuk dapat melihat.

Bukan ruangan, tukas Susie dalam hati setelah dia memperhatikan betul-betul di mana ia berada. Sebuah gua.

Gadis itu menoleh ke samping. Dilihatnya sembilan pria tua berjubah putih tengah berdiri mengelilingi dirinya sembari menjulurkan kedua tangan mereka ke depan. Kesembilan orang tersebut berpendar terang bagaikan bohlam lampu. Dari kedua tangan mereka keluar semacam cahaya berwarna jingga yang menyerupai aurora. Mereka terus menerus mengumandangkan tiga kalimat yang sama, yang terdengar seperti mantra. Setiap mereka mengulang ketiga mantra itu, mereka berpendar lebih terang dari sebelumnya.

"ARGH!" Susie merasakan seluruh tubuhnya seperti ditarik ke segala arah. Ia berteriak kesakitan sembari mencoba meronta-ronta. Namun, tubuhnya tetap diam tak berkutik, seolah-olah ia lumpuh dari ujung kaki hingga ke pundak.

"Kalian mau apa dariku?!" seru Susie kepada kesembilan orang yang mengelilinginya. "Lepaskan aku!"

Ucapan Susie tidak mereka hiraukan. Mantra terus mereka ucapkan, semakin cepat, dan semakin lantang.

"Ma yasa pranima mero saktima vivasa gardak!"

"Maile nau dreganako bahaduri tapa'inla'i di'e jo yogya khan!"

"Tiniharuka atmaharu kevala tapa'im dvara jagrta huna sakcha!"

Susie ingin melawan. Namun, ia tahu apapun yang ia lakukan tidak akan berbuah apa-apa. Di tengah ketidakberdayaannya, Susie pun pasrah. Jika memang ia ditakdirkan untuk mati di sini, biarlah hal itu terjadi. Gadis itu memejam sembari masih menahan rasa sakit.

Saat Susie mengembuskan napas yang ia kira akan menjadi napas terakhirnya, ia merasakan sesuatu yang janggal. Udara di sekitar berputar perlahan-lahan dengan Susie sebagai pusat. Suara sembilan pria tua berjubah putih tersebut semakin lama terdengar semakin jauh, hingga akhirnya yang dapat telinga Susie tangkap hanyalah bisikan samar yang nyaris tak terdengar.

Rasa sakit yang Susie rasakan memudar. Ia pun berhenti mengerang kesakitan. Ia dapat kembali menggerakkan tangan dan kaki dengan leluasa. Tubuh gadis itu seketika menjadi rileks dan ringan seperti udara. Susie merasakan dirinya tenggelam ke kehampaan yang dalam dan menjauh dari kenyataan.

Apakah semuanya sudah berakhir? pikirnya. Kumohon berakhirlah.

"Belum, Yang Terpilih."

Sebuah suara menggema di dalam kepala Susie. Suara tersebut terdengar seperti segelintir orang dengan warna suara yang berbeda, berbicara pada satu saat yang bersamaan. Kaget, Susie sontak membuka kedua mata.

Jantung gadis itu hampir saja berhenti bekerja karena ia begitu terkejut akan apa yang kedua matanya saksikan. Keseluruhan tubuhnya tembus pandang! Dari ujung jemari kaki hingga kepala. Susie masih dapat merasakan seluruh anggota tubuh yang ia miliki. Ia juga masih dapat menyentuh kepalanya, hanya saja ia tidak melihat wujud fisik badannya. Yang membuat situasinya lebih buruk adalah Susie melihat dirinya sendiri berbaring di atas permukaan batu besar, terkulai tak berdaya dengan kesembilan orang tersebut masih mengelilingi sambil mengumandangkan serangkaian mantra. Ia melayang beberapa meter di atas mereka. Serangan panik melanda Susie seketika.

TIRA: Perkara PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang