Nico memberi aba-aba pada para penjaga dan keempat pria kekar itu langsung menggendong kedua orang tua Susie di pundak mereka. Pria dan wanita paruh baya itu meronta-ronta.
"Kalau kau sakiti mereka, akan kuhancurkan kepalamu," ancam Tira.
Nico tertawa mengejek. "Memangnya kau bisa apa?" tanya pria itu. "Bukan hanya kamu yang punya kekuatan, Tira. Aku juga punya. Aku mengendalikan gelombang. Aku menghipnotis para penjahat yang menjadi kaki tanganku dengan mengacaukan gelombang listrik di dalam kepala mereka. Aku bisa saja melakukan hal yang sama kepadamu. Jadi, jangan sekali-sekalinya kamu ancam aku seperti kamu mengancam manusia biasa. Kamu tidak tahu apa yang bisa kuperbuat."
"Keparat," umpat Tira. "Kamu akan membayar atas semua perbuatanmu."
Nico tidak menghiraukan ucapan Tira. "Omong-omong, karena aku sedang berbaik hati hari ini, aku akan mengizinkanmu untuk menyaksikan supirmu mati terlebih dahulu," jelasnya.
"Mau kamu apakan orang tuaku?"
"Oh, aku akan mencari tempat lain untuk menyiksa mereka," jawab pemuda tersebut cepat sembari setengah berjongkok dan mengacak-acak rambut Tira.
"Jangan sentuh aku!" bentak Tira.
Nico hanya memutar kedua bola mata. "Baiklah. Selamat menyaksikan pagelaran terhebat di sepanjang abad. Pembunuhan Supir Menggunakan Mesin Hidrolik Besar, judulnya," ucap Nico sambil menggertak. "Aku mau pergi dulu. Mau cari tempat terbaik untuk membunuh orang tuamu, Tira."
Nico pun pergi dan menghilang ditelan kegelapan bersama kedua penjaganya yang membawa kedua orang tua Tira.
Tira menarik napas dalam-dalam. Ia memejamkan mata. Ia tahu ia harus memanggil kekuatannya. Ia tidak bisa melakukan semuanya sendirian, apalagi dengan tangan terikat di balik bangku tempat ia duduk. Sembilan roh naga, keluarlah dan bantulah Yang Terpilih. Muncullah!
Tira mengerang kesakitan ketika roh naga yang diselubungi uap keluar dari dalam dirinya. Kursi yang ia duduki sempat terangkat beberapa senti dan mendarat lagi setelah roh tersebut telah bebas melayang diudara dengan sisiknya yang tampak terbuat dari baja.
Naga itu meraung-raung di udara ketika kedua penjaga menembakkan senapan mereka ke tubuhnya bertubi-tubi. Namun, alih-alih menembus kulitnya, peluru-peluru yang menyentuh sang naga terpantul kembali dan tidak melukainya sama sekali. Makhluk itu lalu mulai menyerang satu per satu tangan kanan Nico dengan semburan api. Mereka yang terbakar langsung berubah menjadi debu.
Ketika sudah tidak ada lagi musuh yang terlihat, naga tersebut memijakkan kaki di atas lantai dan berubah menjadi sosok pendekar. Tira tersenyum penuh kemenangan melihat pendekar yang selama ini selalu membantunya di saat-saat genting.
"Mari kubantu, Tuan Putri" ujarnya sambil berjalan dengan tegap menghampiri Tira. Pria berbaju zirah itu menarik pedangnya keluar dan memotong tali yang mengikat Tira.
"Terima kasih."
Tanpa basa-basi lebih lanjut, gadis itu mengambil pisau lemparnya dan melepaskan tangan Pak Agus yang terikat dengan salah satu tiang penyangga mesin hidrolik. Ia lalu menarik pria tua tersebut keluar dari bawah mesin saat pelat penekannya telah berjarak kira-kira lima sentimeter dari atas kepala Pak Agus. Gadis itu melepas lakban yang menutupi mulut Pak Agus dan memotong tali yang mengikat kedua kakinya.
"Ayo pergi," ujar Tira pada Pak Agus dan sang pendekar.
"Tidak secepat itu, Nak."
Dari balik kegelapan, muncul sejumlah orang yang menggunakan seragam pegawai pabrik Thetatech. Masing-masing dari mereka membawa senjata yang berbeda di tangan mereka. Ada yang membawa penyembur api, nunchaku, dua pistol dengan kaliber 45, dan sebuah kapak.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIRA: Perkara Pertama
ActionSusie, anak konglomerat yang fasih menggunakan teknologi mutakhir memiliki sebuah identitas lain bernama Tira yang membahasmi kejahatan di kota, namun dia tiba-tiba mendapat kekuatan baru dan terlibat masalah yang tidak ia duga. Tira adalah sebuah...