PERKARA 2

1.3K 74 15
                                    

karena posisinya yang cukup tinggi dibanding kota lainnya. Tidak terlalu banyak mobil yang melintas. Kebanyakan orang hanya duduk-duduk di beberapa warung yang masih buka, sementara penduduk lainnya sudah beristirahat di rumah menunggu fajar. Meski tidak terhitung ramai, Tira masih menghindari jalan raya dan mengambil rute alternatif melalui jalan kecil. Ia tak mau mengambil resiko ada orang yang mengenalinya, bahkan ketika ia sudah mengenakan topeng.

Tira sampai di sebuah gang gelap di pinggir kota. Bau sampah busuk menyeruak dari tong sampah besar yang terletak di ujung gang tersebut.

Gadis itu menyalakan GPS dan menyadari ia berada di sebelah timur kota. "Daerah Timur, ya," gumamnya pada diri sendiri. "Memang rawan kejahatan."

Ia memarkirkan motor di dalam gang tersebut dan mengaktifkan sistem pengaman berbasis pengenalan suara pada motornya. Gadis itu kemudian menempelkan telinga ke dinding di sebelahnya dan mendapati getaran-getaran yang memiliki tempo. Bar, pikirnya,Tapi tidak ada suara orang sama sekali.

Tira berjalan ke ujung gang yang menghadap ke arah jalan raya dan mengintip bagian depanbar tersebut. Ada sebuah papan nama bertuliskan 'Silver Bell Bar' yang disusun dari serangkaian lampu neon berkedap-kedip. Pintu depan bar tersebut terbuka lebar, dengan seorang pria bermasker yang terlihat sedang menjaga pintu tersebut dengan gelisah; terlihat dari kaki yang ia ketuk-ketukkan ke lantai dan pandangan yang berganti-ganti ke arah jalanan dan ke arah bagian dalam bar.

Tira pun mengintip sedikit melalui frosted glass jendela bar tersebut. Di dalam bar, seorang pria bertudung hitam tengah menodongkan pisau ke arah seorang pelayan bar. Para pengunjung bar tengah bersembunyi di kolong meja atau di balik sofa. Seorang pria lainnya tengah mengambil uang dari mesin kasir bar tersebut. Kedua perampok itu juga bermasker, sama seperti pria yang menjaga pintu.

"SIAPA TADI YANG TELEPON POLISI, HAH?!" teriak pria yang menodongkan pisau. Dari suaranya, Tira mengidentifikasi pria tersebut kira-kira berumur dua puluh tujuh sampai tiga puluh tahun. "MAU SOK JAGOAN KAMU?!"

Isak tangis sang pelayan bar menjadi-jadi. Perempuan malang itu mengangkat kedua tangan di udara sembari memohon-mohon untuk tidak dibunuh. Rupanya perempuan itu yang tadi menelepon polisi.

"Hei! Ayo, cepat! Sebentar lagi polisi datang!" seru pria yang menjaga pintu.

Tira memutuskan menunggu. Jika ia menyerang sekarang, keadaan akan menjadi kacau dan ketiga perampok itu bisa saja kabur dengan mudah. Maka, gadis itu pun bersembunyi dalam gang yang gelap.

"TOLONG! TOLONG! RAMPOK!"

Selang satu menit kemudian, terdengar suara orang berteriak minta tolong diikuti oleh suara pintu didobrak. Tira menengok ke arah datangnya suara. Para preman tersebut berlari melewati Tira, memasuki gang tempat ia sedang bersembunyi. Sang pelayan bar yang tadi ditodongkan pisau berlari keluar dari bar, mencari pertolongan. Tira pun buru-buru melangkah keluar dari persembunyian dan mengejar ketiga orang yang tengah berlari tunggang-langgang tersebut.

Gadis itu mengaktivasi sarung tangan sembari berlari. Seorang dari preman tersebut menoleh ke belakang dan menyadari bahwa mereka sedang dikejar. "Woy! Kita dikejar, woy!" serunya, yang sontak membuat kedua kawannya menoleh ke belakang juga. Tepat ketika preman-preman itu mulai berlari lebih cepat, Tira melemparkan pisau lipat.

Syuuut!

Satu pisau lipat mengenai kaki seorang preman dan preman tersebut langsung jatuh. Kedua preman lainnya memutuskan untuk berbalik dan melawan Tira. Seorang dari mereka berusaha menusuk Tira dengan pisau. Namun, dengan tangkas Tira menepis dan pisau tersebut terlempar ke ujung jalan.

Spontan, mereka terkejut dan mulai menghujani Tira dengan pukulan. Tira menangkis satu persatu tonjokan preman yang menyerang. Saat ia mendapatkan kesempatan, ia memegang lengan preman tersebut dan menariknya, lalu menjepit kepala si preman dengan lengan. Ia sudah menghabisi dua orang preman.

TIRA: Perkara PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang