PERKARA 14

198 22 8
                                    

Malam hampir berganti menjadi subuh ketika Susie sampai di gerbang depan rumah. Ia menyelinap masuk melalui sebuah celah pada pagar rumah tetangganya, kemudian memanjat tembok pembatas yang menghadap ke halaman belakang rumah. Gadis itu berjalan mengendap-ngendap ke samping pintu belakang yang terhubung langsung dengan dapur. Sesekali ia menoleh ke sana dan kemari untuk memastikan tidak ada sepasang mata pun yang mengawasi.

Susie kemudian bersembunyi di balik semak-semak sebelah pintu. Ia menanggalkan pakaian Tira-nya, lalu mengenakan baju sehari-hari yang entah bagaimana caranya sudah terlipat rapi di dalam ransel. Gadis itu beranjak ke depan pintu dan memindai sidik jari di sebuah alat yang terpasang pada gagang pintu. Lampu pada layar pemindai pun berubah dari biru menjadi hijau dan kunci pintu otomatis terbuka.

Suara decitan keras menggema di udara akibat ujung bawah daun pintu yang bergesekan dengan lantai keramik. Susie meringis, berharap tidak ada yang mendengar suara tersebut dan menangkap basah dirinya tengah menyelinap masuk di tengah malam. Ia melepas sepatu perlahan-lahan dan berjalan ke ruang tamu yang gelap.

Sesosok bayangan tengah duduk di sofa ruang tamu, seolah sudah menantikan kedatangan Susie. Di atas meja kopi di depan sosok tersebut, terbuka sebuah laptop yang layarnya menampilkan sejumlah dokumen-dokumen penting. Televisi dinyalakan dengan suara yang dimatikan, hanya terpampang gambar dan berita kericuhan yang tengah terjadi. Sebuah telepon genggam berdering di dalam genggaman tangan sosok tersebut. Susie bergeser sedikit untuk melihat wajah bayangan tersebut.

Ayah, rupanya. Wajah pria itu terlihat pucat pasi, tubuhnya yang lemas masih berbalut setelan kantoran mahal, dilengkapi dengan sebuah dasi merah longgar yang menggantung dari leher.

"Yah," panggil Susie, berhati-hati. Suara paraunya memecah keheningan. "Ayah belum tidur?"

Pria paruh baya itu melepaskan tatapan dari layar laptop, setengah terkejut. Ia menoleh ke arah Susie yang tengah berdiri di ambang pintu dapur. "Kok, baru pulang, Sus?" ayahnya balik bertanya, seakan tidak ingin menjawab pertanyaan Susie.

"Aku baru saja selesai belajar bersama Dharani, Yah," Susie berdusta.

Ayahnya mengangguk pelan, seolah tidak peduli akan ap apun yang keluar dari mulut Susie, lalu mengangkat panggilan masuk pada telepon genggam. Gadis itu tak tahu persis bagaimana rasanya diumumkan sebagai tersangka pada sebuah tayangan televisi nasional, atau bagaimana rasanya dituduh terlibat sebuah tindak kriminal. Namun, ia tahu kedua hal tersebut tidaklah menyenangkan.

Susie menyadari ayahnya begitu lelah menghadapi semua persoalan ini. Mata beliau sampai merah akibat kurang tidur. Ia hanya bisa membayangkan betapa lelah ayahnya harus mengangkat telepon dari setiap pihak tiap menitnya, membahas mengenai terancamnya keberadaan Thetatech atau memikirkan bagaimana cara menjaga agar nama baik perusahaan terjaga di mata publik. Hati Susie hancur karena ia jarang-jarang bisa bertemu dengan ayahnya, dan sekalinya punya kesempatan, sebuah malapetaka malah menimpa keluarganya.

Aku tahu Ayah tidak melakukannya, bisik Susie dalam hati, walau gadis itu ingin sekali mengucapkannya secara langsung pada ayahnya. Aku tahu Ayah tidak bersalah.

Susie masih berdiri mematung ketika ayahnya menaruh ponsel di atas meja kopi. Mata beliau mengamati wajah putri tunggalnya lekat-lekat. "Sus," panggil pria tersebut dengan nada suara lembut yang sudah sekian lama tidak Susie dengar. "Bolehkah Ayah bercerita?"

Sebuah perasaan aneh seketika menggetarkan hati Susie. Terakhir kali ia mendengar kalimat itu diucapkan oleh ayahnya adalah saat ia berumur sepuluh tahun. Jarang sekali ia mendengar ayah atau ibunya mau bercerita kepadanya semenjak karier mereka melejit. Jangankan bercerita, untuk sekadar berbasa-basi pun mereka tidak punya waktu. Mendengar sekarang ayahnya ingin bercerita membuat gadis itu sedikit kaget. "T-tentu saja," balas Susie, tergagap sembari menganggukkan kepala.

TIRA: Perkara PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang