PROLOG

4.7K 217 28
                                    

Semuanya terasa dingin.

Susie merasakan sekujur tubuhnya menggigil hebat. Ia bisa mendengar suara giginya sendiri bergemeretak di dalam mulutnya. Ia sadar ia sedang terbaring di suatu tempat yang asing. Gadis itu berjuang sekuat tenaga membuka matanya yang terasa berat, menatap kegelapan mencekam yang tak berujung di atasnya.

Susie tidak bisa berpikir jernih. Kepalanya terasa seperti ditusuk-tusuk jarum pentul. Ia merasakan sesuatu mengalir di dalam pembuluh darahnya. Gadis itu tidak tahu apa yang sedang terjadi atau bagaimana ia bisa berakhir di situasi ini. Namun, ia belum cukup siuman untuk mencari tahu.

Insting pertama Susie mengarahkannya untuk menjulurkan tangan yang gemetaran ke samping kanan tubuh. Indera peraba bersentuhan dengan permukaan yang dingin dan kasar. Sebuah batu, pikirnya. Ia meraba lagi ke sebelah kiri dan menyadari bahwa ia sedang terbaring di atas sebuah batu besar.

Susie menoleh ke kiri dengan sisa tenaga yang ia miliki. Pandangannya kabur. Gadis itu menyipitkan mata untuk melihat lebih jelas.

Cahaya remang-remang menerpa wajah Susie. Sebuah lidah api yang redup berkobar-kobar di atas sebuah altar yang terletak tidak begitu jauh dari tempat Susie terbaring. Refleks pertama Susie adalah mengerjapkan kedua mata, berusaha untuk menyesuaikan penglihatan dengan paparan cahaya yang tiba-tiba ini.

Susie tidak bisa melihat altar itu dengan jelas. Namun, ia melihat beberapa orang berjubah putih berdiri membentuk setengah lingkaran di depan altar. Mereka semua membelakangi Susie dan menjulurkan kedua tangan mereka ke arah lidah api yang berkobar.

Pendengaran gadis itu menangkap sejumlah gumaman pelan. Suara-suara yang bergumam terdengar parau dan berat. Susie tidak bisa menangkap dengan jelas kata-kata yang diucapkan, tetapi ia tahu segelintir orang tersebut mengucapkan serangkaian kalimat yang diulang-ulang.

Susie berusaha untuk mengangkat kepalanya. "Ahh!" ia spontan menjerit kesakitan. Seisi otaknya terasa seperti sedang diremukkan dan seketika seluruh tulang di tubuhnya terasa seperti dipatahkan satu per satu. "AHHHH!" jeritan gadis itu bertambah kencang. Ia mencoba untuk meredam rasa sakit dengan menarik napas dalam-dalam. Namun, dadanya terasa sesak dan ia semakin kesulitan bernapas.

"Ia mencoba melawan."

Di tengah rasa sakitnya, Susie menengadah ke arah datangnya suara. Salah satu dari sekumpulan orang berjubah tersebut telah membalikkan badan dan menghadap ke arah Susie. Susie tidak dapat mengenali wajah sang pemilik suara, sebab gadis itu terlalu sibuk meronta-ronta kesakitan. Meskipun begitu, ia tahu bahwa sang pemilik suara adalah seorang pria tua.

"Tolong," ucap Susie lirih. Hanya itu satu-satunya kata yang terpikirkan.

Pria itu terdiam, kemudian ia mengangkat tangan dan mengarahkannya ke Susie.

"Jangan melawan."

Pria tersebut menjentikkan jari. Sekujur tubuh Susie seketika mati rasa.

Lalu semuanya kembali gelap.


TIRA: Perkara PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang