"Aku tidak tahu harus mulai dari mana."
Tira berdiri di depan kompleks pabrik. Salah satu telapak tangannya melindungi mata dari cahaya matahari yang terik. Bercak darah merah pada lengan gadis itu mulai mengering. Sekujur tubuh masih bergetar hebat akibat apa yang baru saja terjadi. Memori mengerikan akan kematian Dharani masih terngiang-ngiang di dalam benak. Ia juga masih sedikit terpukul oleh fakta bahwa laki-laki yang selama ini bisa membuat hatinya berbunga-bunga ternyata mempunyai motif jahat dibalik itu semua.
Ispata meraih pundak Tira dengan lembut. "Kita harus mencari tahu di mana Nico, Tuan Putri," celetuknya. Sarung tangan baja pendekar itu terasa dingin di kulit Tira. "Apakah Tuan Putri punya petunjuk mengenai hal itu?"
Tira berjalan mondar-mandir, memutar otak. Gadis itu tahu Nico ingin dia menyaksikan kematian kedua orang tuanya. Tapi tidak hanya itu. Pemuda tersebut juga ingin kedua orang tua Tira difitnah dan disiksa oleh banyak orang, seperti kematian ayahnya yang malang.
"Publisitas!" Tira berseru sesaat setelah mendapatkan ide. Ispata menatap Tira dengan salah satu alis terangkat dan ekspresi wajah yang menyiratkan ia mempertanyakan ucapan Tira. "Nico ingin publisitas. Ia ingin aku melihat kematian orang tuaku di depan banyak orang. Ia pasti akan melakukannya di suatu tempat yang terbuka; suatu tempat di mana aksinya bisa menjadi tontonan penduduk kota."
"Jadi, Nico memang ingin banyak sorotan saat membunuh kedua orang tua Tuan Putri?" Ispata memastikan.
Mendadak sebuah gagasan muncul di kepala Tira. Mata gadis itu membelalak. "Ya, benar, Ispata!" serunya dengan penuh semangat. Ia buru-buru mengeluarkan telepon genggam dan membuka seluruh media sosial serta merambah ke seluruh internet; mencari-cari akan berita terbaru yang mungkin saja meliput aksi kriminal Nico yang haus akan publisitas itu.
Ketika gadis itu membuka salah satu laman berita, ia menemukan sebuah siaran langsung yang direkam dari atas sebuah helikopter. Helikopter tersebut terbang di atas jembatan terkenal di kota itu; Jembatan Triga, jembatan berwarna merah penghubung dua bagian kota yang terpisahkan sungai. Jembatan itu disanggah dua pilar besar di masing-masing sisi jembatan yang menjulang mencapai ketinggian lima puluh lima meter di atas permukaan jembatan.
"Ya, pemirsa, sekarang saya dan kru Saluran Sembilan tengah berada di atas Jembatan Triga, di mana kelihatannya terdapat tiga warga yang nekat berdiri di atas pilar jembatan," lapor sang reporter muda, setengah berteriak akibat suara angin bertiup yang kencang. Rambut perempuan itu beterbangan saat melongo keluar dari pintu helikopter. "Dua dari tiga orang tersebut tampak terikat kaki dan tangannya."
Sang juru kamera menyorot ketiga orang tersebut dan memperbesar gambar. Tira memperhatikan rekaman tersebut dengan saksama sembari menyipitkan mata. Hatinya mencelus dan bahunya melorot melihat wajah menderita kedua orang tuanya terpampang di layar telepon genggamnya. Nico berdiri di belakang mereka. Ia menerbangkan kedua orang tua Tira ke tepi pilar dan menyangkutkan tali yang mengikat kaki dan tangan mereka ke sebuah kait yang tampak sudah rapuh.
"Aksi ini tampak seperti sebuah aksi pembu—"
BRAK!
Sebelum sang reporter sempat menyelesaikan kalimatnya, Nico melayangkan tangan ke arah helikopter. Sebuah mobil yang sedang melintasi jembatan pun terangkat ke udara dan terbang menabrak helikopter. Siaran tersebut pun langsung terputus.
Tira lagi-lagi mengepalkan tangan dengan penuh amarah dan dendam. "Jembatan Triga," gumamnya. "Kita harus ke sana secepat mungkin."
"Naiklah ke punggungku. Aku akan berubah menjadi naga dan mengantar Tuan Putri ke sana," Ispata menawarkan bantuan. Dalam sekejap, ia melompat ke udara dan mengubah wujud menjadi naga bersisik baja. Mata hijaunya berkedip-kedip ke arah Tira.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIRA: Perkara Pertama
ActionSusie, anak konglomerat yang fasih menggunakan teknologi mutakhir memiliki sebuah identitas lain bernama Tira yang membahasmi kejahatan di kota, namun dia tiba-tiba mendapat kekuatan baru dan terlibat masalah yang tidak ia duga. Tira adalah sebuah...