Perkara 18

137 17 3
                                    

Susie merasakan bahunya melorot mendengar masih ada permasalahan lainnya yang membuntuti. Tentu saja masih muncul persoalan; para polisi menangkap orang yang salah.

Bukan Pak Vershkan. Sial.

"Halo?" panggil Opsir Adi.

"Ya. Aku tahu nomor plat itu. Mobil orang tua saya memiliki nomor polisi tersebut. Memangnya ada kecelakaan apa?" Susie langsung bertanya terang-terangan. Meski ia berusaha sekuat tenaga untuk terdengar tegar, suaranya yang bergetar menyiratkan bahwa ia ketakukan.

"Kami menduga tabrakan. Namun, kami tidak menemukan siapa pun di dalamnya. Kami dari pihak kepolisian hanya ingin memberitahu apabila ada sesuatu yang buruk terjadi, Susie akan menjadi orang pertama yang kami hubungi."

Tentu saja, gumam gadis itu di dalam hati dengan penuh kegetiran. Ia marah, dendam, takut, sedih, sebab ia begitu bodoh untuk berpikir masalah sebesar ini dapat diselesaikan secepat itu dengan menangkap seorang pemuda. Dan sekarang ayahnya, atau mungkin kedua orang tuanya, sedang berada dalam bahaya.

Jadi itu yang dia maksud dengan orang-orang tersayangku.

"Baiklah. Boleh saya minta lokasi kecelakaannya, Pak?"

"Jalan Flamboyan, Susie. Di dekat persimpangan Toko Buku Demgra."

"Terima kasih, Pak."

Susie menutup telepon. Ia membuka ransel dan melihat pakaian Tira-nya masih terlipat rapi di atas buku-bukunya. Gadis itu mengeluarkan gadget pemanggil motor dan menekan tombol di layar. Ia bertekad untuk pergi ke tempat kejadian perkara dan mencari tahu di mana orang tuanya.

Kali ini, ia benar-benar akan menyelesaikan masalah ini sampai tuntas dan menangkap pelaku sebenarnya. Ia tidak akan main-main. Ia tidak akan menahan diri.

Ia akan menghajar siapapun yang berani menghalangi jalannya.

***

Susie sampai di lokasi kecelakaan mobil orang tuanya tidak lebih dari setengah jam kemudian. Ia menemukan mobilnya telah penyok dan dibatasi dengan pembatas berwarna kuning penanda tempat kejadian perkara. Toko Buku Demgra kini menjadi lokasi tontonan sehingga menghalangi pengunjung untuk masuk. Sejumlah massa mengerumuni tempat tersebut seraya mengambil foto mobil mewah yang kini telah rusak itu.

Lokasi ini tidak jauh dari pos polisi. Susie dapat melihat beberapa saksi sedang diinterogasi kepolisian setempat. Ia tidak melihat adanya penangkapan. Di sekitar sini juga tidak ada huru-hara seperti di depan pabrik Thetatech saat itu.

Susie berjalan mendekat ke pembatas kuning. Ia mencoba menahan diri dari mengeluarkan air mata ketika melihat kalung mutiara ibunya tergeletak di kursi belakang. Detak jantungnya bertambah cepat karena sekarang ia mengetahui bukan hanya ayahnya yang menghilang, tetapi juga ibunya.

Di mana mereka sekarang? Siapa yang berani menyakiti orang-orang tak bersalah seperti mereka?

Susie menghampiri salah satu polisi yang sedang berpatroli dan menepuk bahunya. Ketika polisi itu menoleh, ia melihat nama yang tertera di seragamnya. Adi. Susie menelan ludah sebelum menyapa opsir ini.

"Selamat siang, Opsir. Saya Susie," sapa Susie dengan suara lirih. "Boleh saya mengecek kondisi mobilnya?" tanya Susie.

"Silakan, Nak. Lewat sini," jawab Opsir Adi sambil menunjukkan jalan.

Susie sampai persis di depan mobil dan tidak menemukan satupun barang milik kedua orang tuanya tersisa. Opsir Adi meninggalkan gadis itu dan membiarkannya untuk melihat-lihat, namun tetap melarangnya menyentuh apapun.

TIRA: Perkara PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang