Tentang Dunia Kerja (2)

118 21 3
                                    

"Sakit"

Lagi-lagi, aku harus tumbang karena sakit. Baru beberapa hari bekerja, aku sudah langsung cuti selama hampir satu bulan karena sakit. Kebetulan, waktu itu virus covid-19 sedang melonjak lagi, dan harus kuceritakan, bahwa selama 2 minggu, saat itu aku harus menjalani isolasi mandiri.

Tapi tenang saja, Alhamdulillah aku hanya mengalami gejala ringan dan masih dinyatakan sehat. Semua masih normal. Sampai pada akhirnya, tiba-tiba saja kejanggalan lain kurasakan pada tubuhku.

"Kak Luna, tolong Nayshi," rintihku pada kakak sambil sedikit menitikkan air mata.

Saat itu aku sudah benar-benar sembuh dari covid-19, tapi entah kenapa, aku justru merasakan sakit yang bahkan rasanya lebih sakit dari itu. Remuk, bayangan hitam dan beberapa anak kecil selalu datang menghantuiku saat itu.

"Ada apa?" cemas kak Luna.

"Kak, sakiiitttt...." rintihku lagi.

"Eh, kamu kenapa?"

Tiba-tiba saja aku menangis kencang. Lengan kiriku benar-benar berat, seperti ada yang mencengkram. Leher kiriku kaku, seperti ada makhluk yang mau merasuki tubuhku. Sungguh, seumur hidupku, aku belum pernah mengalami hal semacam ini.

Tak lama kemudian, aku menangis cukup kencang dalam keadaan setengah sadar. Aku merasa bahwa yang menangis itu bukanlah aku. Aku kenal siapa diriku, dan aku tidak mungkin menangis seperti ini karena aku merasa hidupku baik-baik saja. Tidak mungkin aku menangis seperti ini, aku harus melawan semua perasaan janggal ini. Aku harus kuat!

Kak Luna yang kebetulan sedang menginap di rumah ibu karena suaminya sedang dinas malam, segera memanggil ayah dan ibu yang sudah tertidur pulas.

"Nayshi, ada apa?" cemas ayah dan ibu yang bergegas menuju kamarku.

"Nayshi gatau, sebagian diri Nayshi kayak bukan Nayshi. Ada yang mau merasuki, bu," jelasku.

"Kuat, Nayshi kuat. Lawan dengan dzikir dan doa," pesan ibu pelan-pelan.

Saat itu tangan dan kaki sebelah kiriku bergetar hebat, ada yang memaksa untuk merasuki tubuhku. Hanya sebagian dari badanku yang mengalami itu. Dan rasanya, sekali lagi aku ingin menangis dengan sangat kencang.

Disaat seperti ini, aku selalu berusaha untuk tetap sadar, untuk tetap mengingat bahwa aku adalah Nayshi. Aku ingat siapa Tuhanku. Aku adalah anak ayah dan ibu. Aku tidak pernah sendirian. Aku selalu memiliki keluarga dan teman-teman yang sangat baik kepadaku. Aku Nayshi. Banyak orang yang sayang padaku.

"Bu, sakiiittt..." rintihku pelan sambil menangis.

"Punggung Nayshi kayak ditusuk-tusuk. Perut Nayshi kayak diperas. Sakiiittt..." rintihku yang masih terus menangis.

"Baca doa, sayang. Yuk bismillah, ada Allah yang selalu melindungi. Nayshi bisa, Nayshi kuat," ujar ibu.

"Bu, lidah Nayshi susah untuk dipakai dzikir dan baca Al-Fatihah," rintihku yang masih menahan semua rasa sakit yang sangat hebat di sekujur tubuhku.

Lalu, ayah dan ibu membacakan doa untukku. Ayah menyarankanku untuk tidak tidur sendirian di kamar malam ini. Ayah dan Ibu menyarankan kami untuk tidur di ruang keluarga bersama-sama. Sungguh, rasanya benar-benar seperti separuh nyawaku telah ditumbalkan.

Sebagian tubuhku masih lemas dan kaku. Hingga jam 02.30 dini hari, aku masih belum bisa tertidur dan hanya merasakan sakit di sekujur tubuhku. Rasa sakitnya sungguh tidak wajar. Punggungku benar-benar kaku, seperti habis dibanting, lalu seperti ditusuk-tusuk oleh paku. Sedangkan perutku, rasanya seperti disayat-sayat. Tak jarang, aku juga mendapat bisikan ancaman-ancaman tentang nasib hidupku.

Indigo Crystal 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang