23.13 WIBMalam ini aku belum tidur karna masih ada kerjaan untuk mengedit sesuatu. Sama seperti malam-malam sebelumnya, malam ini ada saja makhluk yang datang menyambangi rumahku. Dan kali ini sosok makhluk itu adalah seorang anak perempuan yang cukup bandel.
Tingginya sekitar 1,3 meter. Rambut panjangnya acak-acakan. Wajahnya agak rusak. Kuku-kukunya lumayan tajam. Matanya membesar saat ia merasa diabaikan.
"Hhhh... males," pikirku.
"Nay, nanti kalo udah mau tidur matiin lampunya," ingat ibu yang segera pergi tidur ke kamarnya.
"Okeee," jawabku santai.
Masih dengan kesibukan di depan layar laptop dan handphone. Aku terus saja mengabaikan, dan bahkan menganggap kalau sosok perempuan itu tidak ada. Bersikap cuek adalah caraku untuk mengabaikan mereka.
Malam ini kebetulan keponakanku, yaitu anak Kak Luna sedang menginap disini. Dan ia ingin tidur di kamarku. Ini sebuah kebetulan yang mengkhawatirkan bagiku, karena malam ini suasana rumahku sedang tidak baik-baik saja.
"Hiks ... bundaaa," seru Rafka, anak kakakku.
"Ssssttt ... puk puk." Segera kakakku menenangkam anaknya yang tiba-tiba saja rewel.
Suasana semakin tidak enak. Aku curiga kalau sosok perempuam itu mengganggu keponakanku yang masih berusia 3 tahun. Sepertinya dia berusaha memancingku agar aku tidak mengabaikannya. Ya, intinya dia hanya ingin mengganggu.
"Nay, Rafka rewel. Gak kayak biasanya. Kakinya gabisa diem," kata kakak yang tengah khawatir.
Dari sudut matanya, kakak tidak sengaja melihat bayangan putih yang berdiri di depan anaknya. Karena firasatku semakin tidak enak, akhirnya aku memutuskan untuk menghentikan pekerjaanku dan segera mengambil air wudhu untuk menenangkan keponakanku.
"Haaaaa ... bundaaaa."
Tiba-tiba saja keponakanku itu menangis saat aku masuk ke dalam kamar mandi.
"Wah, gak beres," batinku.
Selesai berwudhu, aku segera mendekati keponakanku yang tiba-tiba saja saat ini sedang duduk di tengah kasur dengan tatapan yang tajam. Tatapannya terasa berbeda, ini bukanlah Rafka keponakanku yang kukenal.
"Pergi," ucapnya.
"Rafka, sayang ... ini Uti. Sini gendong sama Uti," ucap ibuku merayu Rafka.
Dengan tatapan yang sinis, Rafka membuang muka dari ibuku dan juga bundanya, bahkan ia melempar begitu saja boneka kesayangannya. Padahal, serewel-rewelnya Rafka, ia akan selalu memeluk neneknya (ibuku) dan boneka kesayangannya.
"Rafka," sapaku sambil memegang pundaknya.
Seketika, saat itu juga Rafka berteriak dan hampir menggigit tanganku.
"Rafka!" sahutku berusaha menyadarkannya.
"Rafka ini Ate Naya," kataku.
Sekali lagi kupegang tubuhnya, dan Rafka benar-benar marah saat aku yang memegangnya. Seolah tanganku ini sangat panas saat menyentuh tubuhnya.
"Ayah, Ibu, Kak Luna, tolong pegangin Rafka yang kuat," kataku serius.
"Bismillahirahmanirahiimi," ucapku berusaha mengusap wajahnya.
"Hwaaaaaaaa!!!!!" Saat itu juga, Rafka berteriak lebih kencang dan tubuhnya seperti kejang.
Bahkan sudah tiga orang yang memegangnya, tapi Ayah, Ibu, dan Kak Luna tetap kewalahan menahan badan Rafka yang begitu berat dan kuat. Padahal ia hanyalah anak tiga tahun. Ini benar-benar tidak wajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo Crystal 3
Paranormal2021 - Ngaji Roso Sejatinya Guru Cerita ini ku tuliskan setelah aku melewati begitu banyak perjalanan yang bermakna dalam hidupku. Perjalanan yang diselimuti oleh keabu-abuan rasa lelah, bimbang, bingung, tak percaya, dan hampir saja putus asa, pada...