Kisah Pak Banyu (1)

149 22 0
                                    


Kejadian di hari lalu, di hari penyembelihan hewan qurban, sebenarnya tidak ada sesuatu yang mistis ataupun horor, kecuali kekacauan yang terjadi antara Bapak Ketua dengan Pak Banyu.

Kudengar, permasalahan yang terjadi di hari kemarin hanya perihal masalah sepele. Tapi kudengar-dengar lagi, katanya ada kesalahan fatal yang dilakukan oleh Pak Banyu sebelumnya, hingga kemarahan Bapak Ketua tertumpahkan sekaligus di hari itu.

Dalam batin, aku justru semakin merasakan kejanggalan karena aku melihat banyak hal tak terduga tentang kantor ini.

"Benarkah semua ini?"

"Kenapa sejak pertama kali aku mendengar nama pemilik perusahaan ini, batinku selalu mengatakan bahwa ia seorang penjahat. Apa maksud dari satu kata tersebut?"

"Penjahat," begitulah sinyal yang selalu batinku berikan agar aku selalu berhati-hati selama bekerja disana. Rasanya, sedih sekali mendapatkan sinyal seperti ini, padahal aku sudah yakin bahwa orang-orang yang kulihat di tempat ini adalah orang-orang yang baik.

"Kak Luna, kata kakak semua yang kerja di kantor ini semuanya baik, kan ya?

"Kok kali ini Nayshi punya sudut pandang yang bersebrangan sama kakak. Biasanya kita kan satu frekuensi. Apa kakak beneran yakin kalau di sana orang-orangnya baik?" sedihku pada kakak.

"Yakin kok, pada dasarnya semua orang itu kan baik. Kalaupun ada yang kurang cocok, kakak pikir, mungkin itu memang udah karakternya aja. Emangnya ada apa?" herannya.

"Ngga kak, nanti aja Nayshi jelasinnya. Nay sendiri juga belum yakin sama apa yang Nayshi liat. Cuma keliatannya kerja disana memang harus hati-hati kak. Jangan sampai kebablasan ya," jelasku.

"Yaudah, gausah dipikirin Nay. Jalani aja, gausah mikir kemana-mana ya," tenang kakak.

Hm, benar.  Kadang untuk menjadi diri sendiri itu tidak mudah. Ingin sekali rasanya mengabaikan apa yang dilihat oleh batin ini. Tapi sayangnya, aku terlahir bukan untuk mengabaikan itu semua. Kalau saja aku tidak diberi pengetahuan dan firasat mengenai dunia lain ini, tentulah aku akan menganggap semua perasaan itu hanyalah prasangka burukku saja.

Tapi nyatanya, aku tidak sama seperti kakak. Aku tidak bisa mengabaikan semua perasaan yang telah Tuhan titipkan padaku di tempat ini. Tentang perasaan janggal, perasaan khawatir, perasaan tidak nyaman, dan perasaan lainnya yang terus mendorongku untuk mencari tahu jawaban sekaligus hikmah tentang semua ini.

"Ada apa? Kenapa aku harus merasakan semua ini disini, padahal aku ingin sekali bekerja untuk meringankan kedua orang tuaku. Tapi kenapa ujian kali ini terasa begitu berat."

"Ya Allah, kuatkanlah aku sebagaimana Engkau menguatkanku di hari-hari sebelumnya," batinku.

***

Rabu, 21 Juli.

"asdfgjjkzxncjsiw............." desas-desus mengenai Pak Banyu mulai bermunculan. Tak tau kenapa, ada beberapa orang yang mengaitkannya dengan kesalahannya di masa lalu.

"Tuh kan, jadi sebenernya, dulu juga di perusahaan yang sebelumnya Pak Banyu itu blablabla... " curhat seseorang.

Walaupun aku baru beberapa minggu bekerja, tapi aku melihat Pak Banyu bukanlah seseorang yang memiliki catatan buruk seperti penilaian orang lain. Dan bahkan, aku sendiri tidak bisa menerima alasan kenapa kemarin Pak Banyu dimarahi. Kurasa ini hanya perihal perbedaan prinsip.

Yang kutahu saat ini, setiap hari Pak Banyu giat bekerja, berusaha mengerjakan pekerjaannya semaksimal mungkin. Bahkan, setiap hari ia selalu lembur untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dimintai atasan. Dimata batinku sendiri, Pak Banyu ini benar-benar memiliki pancaran aura yang positif. Berbeda dengan Bu Ageng, Mba Ayu, atau yang lainnya. Entahlah mengapa bisa begitu, padahal aku yakin semua orang ini pasti baik.

"Perjalanan kisah hidup Pak Banyu itu cukup berat, tidak seharusnya orang-orang menilai Pak Banyu hanya berdasarkan katanya dan katanya," batinku yang semakin prihatin.

"Nay, Luna kemana?" tanya Pak Banyu ketika ia menghampiriku yang sendirian di ruang operasional.

"Lagi di ruangan Ibu, lagi meeting sebentar kayaknya," jawabku datar.

"Oh yaudah, nanti aja." Pak Banyu tersenyum, masih dengan auranya yang positif. Tak ada yang berubah sama sekali, bahkan ia masih tetap bekerja secara profesional meskipun sudah dibentak-bentak dihadapan kami semua kemarin.

Drrtt... drrtt... drrtt... Tak lama kemudian, Kak Luna mengirimiku sebuah pesan.

"Nay, Pak Banyu dipecat langsung gara-gara kejadian kemarin."

"Serius kak?"

"Serius, ini udah ada suratnya langsung dari pusat. Aku di ruangan Ibu lagi obrolin ini. Tapi Bu Ageng gamau kasih tau dulu ke Pak Banyu, katanya mau mengusahakan dulu supaya Pak Banyu gak dipecat."

"Bener, mau ngusahain?" raguku.

"Katanya, hari Jumat Bu Ageng mau ke Jakarta nemuin langsung Bapak Ketua. Semoga Pak Banyu masih bisa kerja disini ya, Nay," balas kakak.

"Hmm, drama apa lagi ini," gerutuku pelan.

Kalau harus jujur, mendengar kabar Pak Banyu dikeluarkan dari kantor ini, aku justru merasa lega. Bukannya aku jahat kepada Pak Banyu, tapi aku bisa merasakan bagaimana alur dan beban kerja yang akan dijalani Pak Banyu setelah ini. Mungkin, ini adalah salah satu cara Allah dalam menyayangi Pak Banyu.

"Bu, katanya Pak Banyu dipecat," curhatku pada ibu melalui whatsapp siang itu juga.

"Ya Allah, kasian Pak Banyu, terus gimana Nay?" balas ibu segera.

"Tapi Nayshi agak tenang bu.

"Ibu tolong bantu doa ya untuk Pak Banyu. Dia itu orang baik. Nayshi sebenernya udah liat semua tentang Bapak Ketua dan kantor ini. Seperti yang pernah Nayshi ingatkan ke Kak Luna sebelum masuk kerja disini. Lingkungan ini memang cukup memprihatinkan. Doain kita kuat ya, bu.

"Tapi bu, dipecatnya Pak Banyu menurutku justru kabar gembira. Dari kacamata batin Nayshi, dua bulan setelah dipecat dari kantor ini, Pak Banyu justru kerja di perusahaan besar. Ada temannya Pak Banyu yang bawa Pak Banyu untuk kerja sama dia. Wallahualam sih bu, tapi mudah-mudahan ujian ini justru mengangkat derajatnya esok hari," jelasku pada ibu melalui chat pribadi.

• Note :
Setelah Bu Ageng mengusahakan dan pergi ke Jakarta, pada akhirnya Pak Banyu tetap dipecat. Pak Banyu sendiri tetap dengan ikhlas dan lapang menerima keputusan ini, walaupun aku bisa melihat keadaan yang sebenarnya tidak baik-baik saja dari mata Pak Banyu.

"Ada laporan tentang Pak Banyu dari luar katanya," jelas kakak.

"Nay, kira-kira kamu tau gak siapa dan apa yang dibicarin orang-orang sampai Bapak Ketua marah sama Pak Banyu," tanya kakak serius.

"Hmm gimana ya, sebenernya mbah buyut udah pernah ngingetin Nayshi sih kak dari awal kerja," kataku.

"Ngingetin apa, Nay?" jawab kakak segera.

"Mbah buyut pernah bilang sama Nayshi, kerja disini emang harus sabar. Bisa jadi seseorang yang baik dihadapan kita, dibelakang kita memberi laporan dan membicarakan yang tidak baik.

"Sebaik apapun niat kita untuk tempat ini, semaksimal apapun yang sudah kita lakukan untuk tempat ini, akan selalu ada celah untuk membicarakan sisi kurangnya kita. Pada akhirnya, apa yang sudah kita lakukan hanya sebatas cuma itu saja, tidak pernah lebih dan bahkan kurang.

Jadi jangan kecewa, jika akhir yang kita hadapi pun nantinya akan sama seperti Pak Banyu dan yang sebelum-sebelumnya. Itu pesan mbah buyut," ucapku.

"Kakak jadi inget, Nay. Selama kerja disini, gatau kenapa kakak selalu bisa merasakan kehadiran mbah kakung. Seolah selalu ada pesan yang ingin disampaikan," jelas kakak.

"Apa yang kakak rasain gak salah kok. Memang semenjak kak luna kerja disini, mbah jadi lebih sering nengokin cucunya. Lebih sering jagain cucu-cucunya. Kakak mau tau apa pesannya?" tanyaku..

"Apa Nay?"

"Hidup adalah pilihan. Pilihlah sesuatu yang membawamu semakin dekat kepada-Nya. Sesekali, dengarkanlah hatimu. Dia tahu jalan mana yang harus kau pilih," pesan mbah.

***

Indigo Crystal 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang