Bagian tujuh

2.7K 225 2
                                    

Happy Reading !!!

***

“Papa gak kerja?” Ethan yang melihat sang papa turun tanpa kemeja dan jas-nya seperti biasa bertanya heran.

“Libur. Papa mau temenin kamu hari ini. Senin kamu udah harus sekolah. Kakinya udah gak terlalu sakit ‘kan?” gelengan menjadi jawaban yang bocah itu berikan. Senyumnya mengembang, bahagia karena akhirnya sang papa meluangkan waktu untuknya. Tapi …

“Yakin Papa gak akan kerja?” tanyanya memastikan.

“Gak akan. Papa janji. Tab sama ponsel yang biasa Papa pakai kerja udah dimatikan. Hari ini Papa di rumah khusus buat Ethan.”

“Tumben?”

“Tante Iris yang minta Papa temani Ethan selama dia belum pulang,” kata Agas jujur. Ia meliburkan diri memang karena Iris yang memintanya semalam. Kebetulan juga pekerjaan Agas tidak terlalu banyak hari ini. Bukan, jelasnya bisa di ubah jadwal. Dan karena hal itu akhirnya Agas setuju. Jika bukan Iris yang minta, mana mungkin Agas mau menurut, ia pasti akan memilih pulang lebih awal dan membiarkan Ethan dengan pengasuhnya seperti biasa, atau juga bisa Ethan menghubungi orang tuanya. Agas yakin sang mama tidak akan keberatan.

“Yes!" seru bocah itu kegirangan. “Kalau gitu Ethan mau jalan-jalan, ya, Pa?” dan anggukan tanda setuju yang Agas berikan semakin membuat Ethan senang, bocah itu dengan cepat berlari menuju kamarnya sambil berteriak pada pengasuhnya meminta di mandikan.

Agas hanya menggeleng dengan senyum terulas tipis lalu bangkit dari duduknya dan melangkah menuju dapur untuk mengisi perutnya yang sudah lapar. Tapi Agas kurang berselera karena ingat apa yang terhidang di meja bukan hasil masakan Iris. Sejak kedekatannya dengan perempuan itu Agas jadi kurang tertarik dengan apa pun yang bukan bersumber dari tangan gadisnya.

Masakan Kalea yang dulu menjadi favorit-nya pun gagal Agas nikmati semalam. Agas terlalu tidak berselera sampai memilih melewatkan makan malamnya. Sekarang mau tidak mau ia makan apa yang asisten rumah tangganya siapkan, perutnya sudah benar-benar kelaparan.

Di tengah aktivitasnya makan, ponsel yang sejak tadi berada di dalam saku celananya bergetar membuat Agas menarik senyumnya ketika melihat siapa yang menghubunginya dan segera menggeser tombol hijau di layar sebelum sambungan terputus.

Jawaban ringan Agas berikan untuk sapaan yang diberikan Iris di seberang sana. Dan basa-basi berupa sarapan dan sebagainya menjadi obrolan mereka selanjutnya.

Iris menghubungi Agas hanya demi memastikan janji Agas semalam yang mana pria itu akan meluangkan waktu untuk Ethan. Dan hal itu sukses membuat Agas mendengus karena sang calon istri tidak mempercayainya. Hingga tak lama kemudian sosok Ethan kembali turun dengan keadaan yang sudah rapi. Menghampiri Agas yang sudah kembali duduk di ruang tengah selesai menghabiskan sarapannya.

“Ada Ethan, nih, Ris, mau ngobrol gak? Sekalian kamu tanya dia langsung aku bohong apa enggak.”

Setelah mendapat persetujuan untuk mengubah telepon menjadi video call, wajah cantik Iris sejenak Agas nikmati sebelum akhirnya memberikan ponsel pada sang putra karena Iris pun tidak memiliki banyak waktu untuk mengobrol dengan Agas dan Ethan mengingat setelah ini perempuan itu harus kembali beraktivitas. Jadwal Radhika hari ini benar-benar padat dan ketika bertelepon semalam Iris pun sempat menyebutkan apa saja jadwalnya dengan Radhika. Itu membuat Agas tahu bahwa untuk beberapa jam ke depan Iris memang tidak bisa di ganggu. Maka pagi ini perempuan itu menyempatkan mengabari agar tidak membuat Agas menunggu. Betapa baik dan pengertian sosok yang kini Agas miliki.

Udahan dulu ngobrolnya, ya, sayang. Tante udah harus kerja soalnya,” sesal Iris yang sebenarnya tidak rela berpisah dengan bocah kesayangannya itu.

Kesayangan DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang