Bagian Dua puluh

1.5K 163 9
                                    

Happy Reading !!!

***

“Mama Iris!” teriakan itu mengalihkan Iris dari obrolannya bersama Radhika ketika mereka baru saja keluar dari lift yang mengantarnya menuju lantai dimana ruangan Agas berada. Mereka akan meeting, masih membahas proyek yang sama, dan kali ini memang kantor Agas yang menjadi tempat mereka bertemu.

Iris tentu saja terkejut dengan keberadaan Ethan di sini, pasalnya Agas tidak memberi tahu bahwa Ethan sudah pulang.

“Ethan kok ada di sini? Kapan pulang dari liburannya?” merendahkan diri demi menyamakan tingginya dengan Ethan Iris mengusak rambut lebat bocah itu, lalu memberikan beberapa kecupan di wajah Ethan yang membuat bocah itu tertawa kesenangan.

“Malam, terus pagi tadi Mama Kalea jemput dan sekarang di sini. Mama bilang mau ajak Papa makan siang bareng,” ucap bocah itu dengan raut gembira. Berbeda dengan Iris yang merasa sesak di dada mendapati kenyataan bahwa Kalea berada bersama Agas. Dan apa tadi, makan siang? Benarkah mereka akan pergi makan siang bersama?

“Ris,” tepukan pelan Iris dapatkan dari Radhika yang masih berdiri di sampingnya.

“Mama Kalea ada si sini?” Ethan mengangguk sambil menunjuk pintu ruangan Agas yang tertutup rapat.

Menarik dan membuang napas pelan, Iris berusaha mengosongkan paru-parunya yang tiba-tiba terasa penuh, lalu menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyum, setelah itu kembali berdiri dan meraih tangan Ethan, mengajak bocah itu masuk ke dalam ruangan Agas. Lagi pula ia datang untuk bekerja, menemani Radhika yang menjabat sebagai bosnya.

“Kami mau bertemu Pak Agas. Apa beliau tidak sedang sibuk?” tanya Iris pada Fira, sekretaris Agas yang sudah cukup di kenalnya, tapi karena ini jam kerja, jadilah Iris bersikap formal pada perempuan cantik itu.

“Ada Bu, Pak, silahkan masuk. Pak Agas sudah menunggu.”

Nyatanya mereka memang sudah memiliki janji untuk bertemu.

Iris baru saja hendak mengetuk pintu sebelum masuk, tapi Ethan yang sepertinya tak sabaran, langsung membuka pintu itu dengan semangat, hingga pintu tersebut terbuka lebar, mengejutkan dua orang di dalam sana yang berada dalam posisi yang begitu intim. Membuat mata Radhika dan Fira membelalak, sedangkan pandangan Iris begitu kosong, menatap lurus ke depan.

Ethan yang tidak begitu paham dengan apa yang terjadi diantara orang-orang dewasa itu berlari menghampiri kedua orang tuanya dan memeluk kaki Agas meminta di gendong.

“Ris—”

“Apa pertemuannya perlu kita tunda?” kata Radhika membuka suara setelah melayangkan tatapan tajamnya pada Agas yang sudah melepaskan Kalea dari dalam rengkuhannya.

“Sepertinya begitu, Pak. Nanti saya konfirmasi ulang jadwalnya,” kata Fira yang juga merasakan bahwa hari ini tidak akan berjalan lancar.

“Loh kok di tunda?” Iris menoleh dengan kerutan dalam di kening. Wajah terkejutnya tadi sudah berubah biasa saja seolah tidak terjadi apa-apa. “Makan siang masih lama. Kamu gak akan berangkat sekarang ‘kan Mas?” tanya Iris pada sang kekasih yang sudah mengambil langkah menghampiri Iris, mengabaikan Kalea yang berusaha meraih tangannya.

“Iya, gak akan,” kata Agas, menatap lekat manik Iris yang sudah berada di depannya. Namun kalimatnya itu bukan ditujukan untuk pertanyaan Iris barusan, melainkan untuk makna lain. Setelahnya Agas meraih Iris ke dalam pelukannya.

“Ish, Mas, kebiasaan banget deh. Profesional please!” geram Iris seraya melayangkan cubitan gemas di pinggang kekasihnya itu. Namun Agas malah justru semakin erat memeluk Iris seraya menggumamkan kata maaf dan berjanji untuk menjelaskan kejadian sebenarnya. Kalimat itu Agas ungkapkan lewat bisikan yang hanya Iris yang dapat mendengarnya. Karena jujur saja, Agas seakan kehilangan suaranya ketika mendapati Iris memergokinya dengan Kalea dalam posisi yang akan membuat siapa saja salah paham. Agas takut. Benar-benar ketakutan saat ini. Ia takut Iris pergi karena kejadian barusan.

“Lepas Mas, ini kita mau meeting loh?” Iris berusaha mendorong tubuh Agas menjauh, tapi sama sekali tidak berhasil. “Mas, ih, sesak!” rengek Iris dengan nada kesal, tangannya masih terus berusaha melepaskan pelukan Agas. Ia benar-benar merasa sesak sebab pria itu memeluknya begitu erat.

“Pak Radhika bantuin, kek, ish! Engap tau Pak.”

Radhika yang sebelumnya tercengang dengan reaksi Iris yang biasa saja, tersadar, lalu mendengus kesal dan menginjak kuat kaki Agas yang terbungkus sepatu. Membuat Agas refleks menjerit dan pelukannya pada tubuh Iris terlepas begitu saja.

“Sialan lo, Dhik. Sakit ini!” protes Agas berang.

“Makanya profesional. Lo kebiasaan banget setiap mau meeting sama gue. Lama-lama gue umpetin juga nih si Iris!” ancam Radhika geram. Ia berusaha masuk ke dalam alur yang Iris buat, menganggap tidak terjadi apa-apa. Tapi lihat nanti, ia tidak akan membiarkan Agas lepas darinya. Setidaknya tiga atau lima tonjokan harus Agas rasakan darinya atas apa yang di perbuat barusan. Iris memang hanya sebatas sekretarisnya, tapi percayalah bahwa Radhika tidak akan membiarkan sahabatnya menyakiti perempuan sebaik Iris.

“Enak aja lo. Iris punya gue!”

“Di jam kerja, Iris punya gue. Lo gak ada hak!”

“Tentu berhak, Iris calon istri gue!”

Stop!” lerai Iris, menghentikan Radhika yang hendak kembali membuka suara demi mendebat Agas. “Ini meeting-nya kapan di mulai, ya? Saya tahu saya cantik, tapi bapak-bapak yang terhormat, please gak usah rebutin saya sampai segitunya juga. Gak enak di liat orang. Apalagi ada anak kecil tuh?” dagu Iris menunjuk keberadaan Ethan yang terlihat kebingungan dengan tingkat orang dewasa di depannya.

Radhika yang sempat melupakan keberadaan Ethan, langsung menoleh ke arah anak sahabatnya itu.

“Than, Mama Iris buat Om aja boleh, gak?” tanya Radhika meminta persetujuan keponakan kesayangannya itu. Radhika sama sekali tidak peduli dengan tendangan Agas di tulang keringnya.

No! Mama Iris cuma punya Ethan sama Papa. Om sama Tante Fira aja.”

Fira yang berada di belakang Iris membelalakkan matanya, lalu menyerobot ke depan, hingga Iris terdorong ke belakang dan nyaris terjatuh jika saja Agas tidak dengan cepat meraihnya.

“Ethan bicara apa barusan?” Fira sekali lagi memastikan. Dan dengan polosnya Ethan mengulang kembali kalimatnya, membuat mata Fira nyaris keluar, lalu menoleh pada Radhika di sampingnya, dan bergidik ngeri.

“Amit-amit!” ucapnya seraya menggetokan kepalan tangannya pada pelipis dan juga dengkul bergantian.

“Jadi jodoh gue tahu rasa lo, Fir!”

In your dream, Bapak Radhika yang terhormat!”

Di tengah tawa orang-orang di ambang pintu, Kalea merasakan kesal karena dilupakan keberadaannya dan tentu saja kesal sebab semua tidak sesuai dengan rencananya. Niat hati ingin membuat Iris marah karena melihat dirinya dan Agas, hancur dengan kepura-puraan perempuan itu. Namun Kalea yakin bahwa Iris pastilah marah, tapi tetap saja ia tidak suka sebab perempuan itu tidak menunjukkan kemarahannya. Kalea benci perempuan yang sok tegar. Dan ia benci dengan kegagalannya.

Tidak ingin lebih lama menyaksikan semua orang tertawa seakan mengejeknya, Kalea memilih untuk pergi dari tempat itu tanpa mengatakan apa pun. Cukup sudah ia dipermalukan. Dan jangan harap lain kali ia gagal menyingkirkan Iris dari sisi Agas dan Ethan.

***

To be continue ...

Kesayangan DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang