Happy Reading !!!!
***
Iris terisak hebat di kursi tunggu sebuah rumah sakit, di temani kedua calon mertuanya yang datang satu jam lalu, begitu Agas mengabarkan tabrak lari yang dialami.
Di tangan dan kaki Iris terdapat perban yang membalut lukanya. Namun itu tidak seberapa. Tangis Iris bukan karena luka yang didapatkannya, melainkan karena sosok yang terluka lebih parah di dalam ruangan UGD sana. Sosok yang mendorongnya untuk menghindari mobil yang tiba-tiba melaju dalam kecepatan penuh, tapi malah justru orang itulah yang terhantam mobil dan berakhir tergeletak di aspal dengan darah dimana-mana. Hal yang membuat Iris syok dan menangis hingga sekarang.
“Dengan keluarga Anak Ethan Baizhan Fikram?” panggilan dari seorang suster membuat ayah Agas bergegas bangkit, begitu pula dengan Iris yang dibantu calon ibu mertuanya.
“Bagaimana keadaan cucu saya, Sus?”
“Mari ikut saya bertemu dokter, Pak, Bu.”
Tak menunggu lama, kakek dari Ethan itu mengikuti langkah suster untuk masuk, lalu duduk di salah satu kursi yang tersedia. Iris yang masih tidak henti meneteskan air mata ikut duduk di kursi satunya sedangkan ibu Agas masih setia berdiri di belakang Iris. Ketiganya siap mendengarkan penjelasan dokter. Dan betapa terkejutnya mereka ketika dokter mengatakan bahwa Ethan sempat berada dalam kondisi kritis dengan beberapa bagian dijahit karena luka yang Ethan dapatkan cukup serius, belum lagi bocah itu sempat mengalami kekurangan darah akibat banyaknya darah yang keluar. Beruntung pihak rumah sakit memiliki stok darah yang banyak, hingga Ethan bisa di tangani dengan baik.
“Untuk masalah di kepalanya kita akan tahu begitu pasien sadar.” tambah dokter itu mengakhiri penjelasannya.
Air mata Iris yang belum kering bertambah banjir setelah mendengar penjelasan dokter tersebut. Dan kini ibu Agas pun ikut terisak. Hanya kakek dari bocah malang itu yang terlihat tegar meskipun beberapa kali terlihat mengusap sudut matanya.
“Maafin Iris, Ma, Pa, maafin Iris,” sesal Iris di dalam pelukan calon mertuanya.
“Tidak sayang, ini bukan salah kamu,” Ibu Agas menggelengkan kepala pelan, memeluk erat calon menantunya.
“Pa,”
ketiga orang yang baru saja keluar dari ruang UGD itu menoleh ke sumber suara. Dan Iris langsung saja berhambur memeluk pria dewasa yang baru saja datang itu. Menumpahkan tangis yang semakin menjadi.
“Ethan gimana?” tanyanya begitu cemas.
Gelengan diberikan pria paruh baya di depannya, dan itu membuat tubuh Agas begitu lemas, tangannya yang memeluk tubuh Iris membelit erat, meminta kekuatan pada sang calon istri. Air mata yang sejak tadi berusaha di tahannya kini tak lagi bisa dipertahankan, hingga bulir bening hangat itu kini luruh meski tidak ada isakan yang keluar.
“Kamu dan polisi sudah menemukan mobil si penabrak?” tanya sang papa. Namun sebuah gelengan Agas berikan sebagai jawaban.
“Tidak ada CCTV. Dan jalanan yang lenggang membuat mobil itu berhasil melarikan diri. Tapi polisi masih tetap mencari.” Jelas Agas singkat, lalu setelahnya mengambil duduk di kursi yang tak jauh dari posisinya, membawa serta Iris yang tak melepas pelukannya.
“Maaf,” gumaman itu begitu lirih, membuat Agas semakin erat memeluk Iris, lalu menjatuhkan kecupan demi kecupan di puncak kepala gadis itu. Tidak sama sekali Agas menyalahkan Iris untuk kejadian ini. Ia justru menyalahkan dirinya sendiri karena lagi-lagi tidak bisa melindungi orang-orang tersayangnya. Terlebih anaknya yang kini terbaring mengkhawatirkan.
Tiga puluh menit kemudian, Ethan dipindahkan ke ruang perawatan. Membuat Iris, Agas, juga kedua orang tuanya mengikuti, dan kini keempatnya berdiri disisi pembaringan Ethan. Menatap bocah malang itu dengan raut sedih dan juga menyesal. Iris yang paling terpukul dengan keadaan Ethan sekarang karena jelas ia yang membuat bocah itu terluka seperti ini. Iris benar-benar tidak bisa memaafkan dirinya sendiri jika sampai terjadi apa-apa terhadap Ethan.
“Maafin Mama, Nak, Maaf.”
⁂
Pernikahan yang seharusnya terselenggara hari ini terpaksa harus batal karena kondisi Ethan yang belum juga memberikan tanda-tanda akan sadar. Iris menolak melangsungkan pesta tanpa Ethan di sampingnya. Dan Agas menyetujui itu. Lagi pula bahagianya tidak akan sempurna tanpa si buah hati yang sesungguhnya paling tak sabar menyambut pernikahan sang ayah dan mama Iris-nya. Maka dari itu mereka sepakat untuk menunda pernikahan hingga Ethan bangun dari komanya.
Sudah dua minggu Ethan terbaring di ranjang rumah sakit dengan luka hampir di sekujur tubuhnya. Air mata Iris sampai mengering karena banyaknya ia menangis dalam dua minggu ini, pekerjaan bahkan Iris tinggalkan demi menemani Ethan, sementara Agas sibuk berburu si pelaku penabrakan yang hingga sekarang tidak juga ditemukan. Hanya jenis mobil yang Agas dapat jabarkan tanpa nomor polisi, karena keadaan gelap dan lampu si pengendara yang tak dihidupkan membuatnya sulit melihat plat mobil tersebut, belum lagi lajunya yang kencang membuat mobil itu cepat menghilang dari pandangan. Namun Agas tidak mau menyerah, ia bertekad untuk menemukan si penabrak dan menghukum orang itu seberat mungkin.
“Udah makan belum?” Agas yang baru saja membersihkan diri setelah seharian mencari, menghampiri sang calon istri yang setia disisi ranjang Ethan. Gadis itu tidak akan bangkit jika bukan untuk ke kamar mandi.
“Aku gak lapar,” jawaban itu sudah biasa Agas dengar dua minggu belakangan ini. Membuatnya menghela napas pelan dan menarik kepala Iris ke dalam pelukannya.
“Meskipun begitu kamu tetap harus makan. Ethan akan marah kalau Mama Iris-nya gak makan, sementara kamu selalu maksa dia untuk makan,” katanya seraya menangkup wajah cantik Iris yang kini terlihat lebih tirus dari dua minggu lalu. “Makan dulu, ya? Biar aku belikan. Kamu mau makan apa?”
“Nanti aja,” jawab Iris enggan. Ia benar-benar tidak memiliki nafsu makan sekarang. Rasa bersalah masih menggelayuti, dan ia tidak akan bisa baik-baik saja di saat calon anak sambungnya belum sadarkan diri.
“Ini udah malam banget sayang. Wajah kamu pucat. Please … jangan buat aku semakin sedih karena harus melihat kamu seperti ini, Ris! Kamu gak kasihan sama aku?”
Mendengar kalimat itu, Iris mendongakkan kepalanya, menatap wajah sang calon suami yang terlihat begitu lelah. Lingkaran hitam di bawah matanya menunjukkan bahwa Agas tak tidur berhari hari. Belum lagi tubuhnya yang kurus dari dua minggu terakhir ini. Membuat Iris sadar, bukan hanya dirinya yang sedih, bukan hanya dirinya yang terluka dengan keadaan Ethan. Agas lebih dari itu. Sebagai orang tua, Agas jelas terpukul dan … sebagai pasangan, Iris bukannya memberi pengertian atau sekadar dukungan. Ia malah justru menambah beban pikiran laki-laki itu. Tidakkah Iris sudah begitu buruk sekarang? Tidak hanya membuat Ethan terluka, tapi ia juga membuat Agas tak berdaya.
“Maaf,” cicit Iris menundukkan kepalanya. Benar-benar menyesal karena sudah menjadi penyebab dua orang tercintanya berada dalam kondisi tak baik-baik saja, meski dalam konteks yang berbeda.
“Jangan selalu menyalahkan diri kamu sendiri, Ris. Berapa kali aku bilang … ini bukan salah kamu. Bukan. Ethan yang ingin menyelamatkan kamu. Dia yang ingin berkorban untuk kamu, melindungi kamu. Jadi please, jangan buat pengorbanan Ethan sia-sia. Kamu harus kuat, kamu harus tegar. Untuk Ethan. Aku yakin dia gak akan suka melihat Mama Iris-nya bersedih. Kita berdoa sayang, kita berdoa untuk kesembuhan anak kita.”
Kembali menggumamkan kata maafnya, Iris kemudian berhambur ke dalam pelukan calon suaminya itu, dan menumpahkan tangis di sana.
Apa yang Agas katakan benar. Ia tidak seharusnya berlarut sedih seperti ini. Ia seharusnya bertegar hati, berdoa dan menguatkan calon anak tirinya untuk sembuh. Ia tidak boleh membuat pengorbanan bocah itu sia-sia. Ethan sudah berusaha melindunginya. Memberanikan diri mengambil resiko besar ini.
***
See you next par!!
Btw kesayangan duda bisa di baca lengkap di karyakarsa. E-book nya juga sudah tersedia di google play book ya.
Link e-book ada di bio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesayangan Duda
General FictionIris tidak menyangka bahwa dirinya akan memiliki kekasih seorang duda yang memiliki satu orang anak menggemaskan, yang sosoknya tidak sengaja dirinya temui di sebuah taman, tengah menangis tergugu akibat di tinggal orang tuanya. Awal kisahnya bermu...