Happy Reading !!!
***
“Kamu ngapain di sini?” sinis Agas, menghentikan langkahnya di ambang pintu, menahan Iris yang berada di belakangnya.
“Nunggu kamu sama Ethan. Tadi kita gak jadi makan siang, makanya aku datang dan masak untuk makan malam. Ethan tidur?” jawab Kalea seakan tidak pernah terjadi apa-apa, membuat Agas mendengus. Ia kesal dengan perempuan itu, terlebih karena kejadian di kantor tadi membuat hubungannya dengan Iris di ambang kehancuran.
“Kami sudah makan. Bawa saja masakanmu pulang, atau buang.”
“Tapi itu semua kesukaan kamu, lho, Gas,” Kalea masih berusaha bersikap lunak meski cukup terkejut dengan kalimat sarkas Agas.
“Tidak ada lagi kesukaanku yang berasal dari kamu.” Kejam memang, tapi Agas tidak lagi peduli. Ia benar-benar marah pada mantan istrinya untuk kejadian di kantor tadi. Terlebih ia muak dengan ketidaktahuan diri Kalea.
“Masuk yuk,” ajak Agas pada sosok di belakangnya. Nada suaranya yang semula sarkas berubah lembut saat berhadapan dengan Iris. Hal itu membuat Kalea menggeram di tempatnya, dan langsung menarik tangan Iris yang baru saja hendak melewatinya, melayangkan tamparan di pipi Iris begitu keras, hingga membuat Agas sontak menoleh, bahkan Ethan sampai terbangun dari tidurnya.
“Jalang sialan!”
Satu lagi tamparan Iris terima di pipinya, dan itu benar-benar menyakitkan. Sudut bibirnya bahkan terasa perih dengan tetesan darah yang keluar, membuktikan bahwa terdapat robekan di sana.
“Mama jahat! Kenapa Mama pukul Mama Iris, hah?!” Ethan yang melihat apa yang Kalea lakukan untuk kedua kalinya kepada Iris langsung turun dari gendongan papanya, dan langsung berhambur memeluk kaki Iris, lalu menatap tajam Kalea yang berdiri di depannya.
“Bukan Mama yang jahat, tapi perempuan itu!” tunjuk Kalea berang.
“Mama yang jahat! Mama yang pukul Mama Iris. Pergi! Mama pergi dari sini, Ethan benci Mama!” teriak bocah itu, mengejutkan Iris dan juga Agas. Tak lepas Kalea pun merasakan keterkejutan yang sama, tidak menyangka bahwa sang putra akan melontarkan itu dengan nada tinggi.
“Ethan—”
“Pergi Mama, pergi! Jangan pernah temui Ethan dan Mama Iris lagi. Mama jahat!”
Pandangan Kalea kini beralih pada Iris, menatap perempuan itu dengan kebencian yang semakin membesar. “Puas kamu, hah? Puas kamu sudah membuat anakku sendiri membenciku? Tidak cukupkah Agas kamu miliki? kenapa Ethan pun harus membelamu? Kamu benar-benar sialan, Iris, sialan!”
Tamparan Kalea nyaris kembali mendarat jika saja Agas tidak gesit menahannya. “Kenapa kamu menyalahkan Iris? Seharusnya kamu intropeksi diri, Kalea. Semua terjadi dimulai dari kamu. Kamu yang sudah menelantarkan aku dengan Ethan. Kamu yang tidak memilih kami. Kamu yang membuat keadaan jadi seperti ini. Stop menyalahkan Iris untuk apa yang tidak dia lakukan. Aku mencintai Iris karena itu memang rasa yang kumiliki. Ethan membela Iris karena dia tahu siapa yang patut dia lindungi. Seperti yang siang tadi aku bilang, kamu ibu kandungnya, tapi kehadiranmu tidak lebih dari sosok asing di hidupnya. Ethan bisa merasakan mana kasih sayang yang tulus dan mana yang tidak. Jangan salahkan Iris, karena jelas semua adalah akibat keegoisan kamu.”
Setelah mengatakan itu Agas membawa pergi Iris dan Ethan ke lantai Atas, mengabaikan teriakan Kalea yang terdengar semakin marah. Agas tidak peduli, baginya semua urusannya dengan perempuan itu sudah selesai.
***
“Sakit?” tanya cemas Agas ketika melihat ringisan kecil Iris begitu kapas di tangannya menyentuh sudut bibir Iris yang robek. “Maaf,” sesal Agas sambil merutuki dirinya yang tidak bisa mencegah Kalea menyakiti sang calon istri.
“Mama Kalea kencang banget ya mukulnya? Pipinya Mama Iris merah,” Ethan yang tidak lepas dari Iris menyentuh hati-hati pipi Iris yang memar. Bocah itu tidak berhenti menangis hingga saat ini, padahal Iris sudah bilang bahwa dirinya baik-baik saja.
“Nanti juga sembuh kok, sayang. Udah ya, jangan nangis lagi, nanti Mama Iris sedih. Ethan gak mau liat Mama Iris sedih kan?” dan gelengan bocah itu berikan, membuat Iris menarik sudut bibirnya begitu tipis, sebab rasa sakit di sana benar-benar menyiksanya, hanya saja Iris berusaha untuk tidak mengeluarkan ringisan demi tidak membuat Ethan semakin khawatir.
“Sekarang lebih baik Ethan lanjut bobonya, sini. Udah malam.”
Dan Ethan menurut, merebahkan tubuhnya di ranjang dengan menjadikan paha Iris sebagai bantalan. Tangan mungilnya melingkar di pinggang Iris yang duduk di pembaringan. Sedangkan Agas yang duduk di sisi tempat tidur menatap haru kedekatan anaknya dengan Iris. Apalagi ketika mendengar pembelaan bocah itu tadi. Agas benar-benar menyayangkan sikap Kalea.
Tidak butuh waktu lama untuk Ethan terlelap, karena sejak dalam perjalanan tadi bocah itu memang sudah mengantuk, tidur Ethan terganggu karena terkejut. Dan wajar jika sekarang anak itu langsung lelap, terlebih sudah menangis sejak tadi.
“Biar aku pindahin Ethan ke kamarnya,” Agas bangkit dari posisi duduknya, lalu menggendong putranya yang cukup berat, membawa bocah itu ke dalam kamar dan membaringkannya di ranjang.
Sesaat Agas menatap putranya, dan jujur ia merasa sedih ketika mendengar bagaimana bocah itu berteriak mengutarakan rasa bencinya pada sang mama. Agas bukan berarti marah pada putranya karena sudah bersikap begitu kasar kepada Kalea, hanya saja, Agas tidak ingin anaknya menjadi pedendam, terlebih kepada orang tua.
Semarah dan sekecewa apa pun ia kepada mantan istrinya, Agas tidak ingin anaknya ikut memusuhi ibu kandungnya. Bagaimanapun Kalea yang sudah bertaruh nyawa dalam melahirkan bocah itu, walau pada akhirnya ditelantarkan.
“Papa harap kamu tidak benar-benar membenci Mama Kalea, ya, Nak.” Bisik Agas yang diakhiri dengan kecupan sayang di kening putranya itu, lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh Ethan hingga batas leher, setelahnya Agas kembali ke kamarnya, menemui Iris yang duduk masih dalam posisi semula. Bedanya, Iris kini terlihat melamun.
Mengambil duduk di sisi ranjang, tangan Agas bergerak mengusap kepala Iris penuh sayang. Mengalihkan tatapan iris yang lurus ke depan dengan pandangan kosong.
“Kamu baik-baik aja ‘kan?” tanya Agas memastikan.
“I’m oke,” jawab Iris dengan seulas senyum tipis, setelahnya kembali memalingkan wajah, menghindari tatapan Agas.
Namun Agas jelas tidak bodoh. Ia tahu Iris-nya tidak baik-baik saja terlebih dengan kejadian barusan. Kemarahan Kalea sudah tentu mengusik perempuan berusia dua puluh empat tahun itu, belum lagi kejadian siang tadi yang belum Agas jelaskan.
“Maaf,” mulai Agas meraih jemari Iris yang saling bertaut di atas perutnya. “Maaf sudah buat kamu terluka,” lanjutnya terdengar begitu menyesal, membuat Iris segera mengangkat kepala dan menatap sosok tampan di depannya.
“Aku janji, kejadian ini tidak akan terulang lagi. Aku tidak akan membiarkan Kalea menyakiti kamu lagi,” kepala Agas menggeleng dan tatapan serius tertuju pada Iris. “Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti kamu. Aku akan melindungi kamu,” tambahnya penuh kesungguhan.
***
Link pembelian e-book ada di bio
See you next part!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesayangan Duda
General FictionIris tidak menyangka bahwa dirinya akan memiliki kekasih seorang duda yang memiliki satu orang anak menggemaskan, yang sosoknya tidak sengaja dirinya temui di sebuah taman, tengah menangis tergugu akibat di tinggal orang tuanya. Awal kisahnya bermu...