Bagian Dua Puluh Empat

1.7K 208 7
                                    

Happy Reading !!!

***

Satu hari sebelum konferensi pers, Agas mengajak Kalea untuk bertemu secara pribadi di sebuah restoran yang tidak jauh dari tempat tinggal Kalea. Agas ingin memberi Kalea satu kesempatan untuk menghentikan semua gosip yang beredar. Sayangnya Kalea tidak ingin melakukan hal itu.

Kalea keras kepala tidak ingin menghentikan kekacauan yang diperbuatnya, dan dia juga menolak meminta maaf di depan media, terlebih demi membersihkan nama Iris di mata masyarakat.

“Kamu yakin tidak ingin menyudahinya?” tanya Agas memastikan sekali lagi.

“Tidak. Kecuali kamu mau kembali kepadaku. Kamu tahu bukan bahwa aku masih mencintai kamu, Gas? Semua yang aku lakukan untuk kamu, untuk kita. Aku ingin kembali membina rumah tangga bersama kamu, memperbaiki kehancuran yang terjadi lima tahun lalu. Aku mencintai kamu, Gas. Aku tidak ingin kehilangan kamu. Maaf untuk kesalahanku yang dulu. Aku janji tidak akan mengulangnya lagi,” ujar Kalea bersungguh-sungguh. Meraih tangan Agas untuk di genggamnya, namun dengan cepat Agas menepis.

“Sudah pernah aku bilang, bahwa aku tidak ingin mengulang apa pun dengan kamu!”

“Kenapa? Apa karena perempuan jalang itu? Agas, dia tidak lebih baik dari aku. Dia hanya perempuan kampung yang mau memanfaatkan kamu. Dia tidak mencintai kamu, Agas. Tidak! Hanya aku yang benar-benar mencintai kamu. Dan aku yakin kamu pun masih memiliki perasaan itu untuk aku. Iya ‘kan, kamu masih mencintai aku ‘kan, Gas?” tuntut Kalea berusaha kembali meraih tangan Agas yang ada di atas meja. Tapi dengan cepat Agas kembali menepisnya hingga membuat gelas berisi jus jeruk di sana jatuh dan menumpahkan seluruh isinya. Namun tidak ada yang peduli akan hal itu. Agas masih tetap menatap tajam mantan istrinya sementara Kalea yang sudah berkaca terlihat begitu berharap.

“Aku memang mencintai kamu, Kal …” wajah Kalea lantas berseri dengan pengakuan mantan suaminya itu.

“Aku ta—”

“Tapi itu dulu. Sekarang bahkan untuk merasakan debarannya saja aku tidak lagi berminat,” lanjut Agas yang sontak saja membuat senyum yang semula terbit di wajah Kalea lenyap tak bersisa. “Dulu aku begitu mencintai kamu. Dulu aku begitu mendambakan kamu. Dulu, begitu aku tidak ingin kehilangan kamu. Aku rela melakukan apa pun untuk kamu, untuk membuat kamu bahagia. Semua perasaan cinta yang kumiliki kucurahkan hanya untuk kamu. Itu dulu. Sebelum kamu mengecewakan aku.”

“Agas, aku—”

“Maaf kamu tidak lagi berarti, maafmu tidak lagi berguna, dan maafmu tidak lagi bisa mengembalikan apa yang sudah kamu buang. Dulu kamu begitu yakin bahwa kamu tidak akan menyesal mengenai keputusan yang sudah kamu ambil. Kamu bilang, menjadi bintang besar adalah mimpimu, cita-citamu. Kesempatan tidak akan datang dua kali dan kamu bilang bahwa menyia-nyiakan kesempatan itu sama saja dengan kebodohan. Kamu memilih meninggalkan aku dan Ethan yang bahkan masih membutuhkan ASI dari ibunya. Demi mencapai sebuah popularitas di kancah hiburan, kamu buang aku dan anak kita begitu saja. Sekarang … kamu mengemis padaku meminta kembali? Kalea … tidakkah kamu malu?”

Tidak ada jawaban yang Kalea berikan. Tidak ada tanggapan yang perempuan itu keluarkan. Bermenit-menit berlalu diisi dengan keheningan dengan tatapan yang saling beradu kekuatan mengenai siapa yang pantas untuk di salahkan, sampai akhirnya Agas memutus tatapan itu lebih dulu, mengusap kasar wajahnya lalu kembali menatap Kalea dengan penuh kesungguhan.

“Untuk terakhir kalinya aku bertanya, apa kamu akan menghentikan semua gosip itu atau—”

“Tidak! Aku tidak akan menghentikannya.” Tegas Kalea masih saja keras kepala.

Agas menghela napasnya kasar, lalu bangkit dari duduknya. “Baik kalau kamu maunya seperti itu. Aku tidak akan lagi memaksa kamu untuk menutupnya, karena aku sendiri yang akan melakukannya. Ingat Kalea, jangan lagi menyesal untuk kedua kalinya!” peringat Agas sebelum benar-benar pergi meninggalkan Kalea.

***

Iris tidak menyangka akan begitu banyak wartawan yang datang untuk mendengarkan klarifikasi Agas. Membuat, jujur saja Iris gugup bukan main, terlebih beberapa kamera menyorot kepadanya dengan rasa penasaran. Konferensi pers belum di mulai tapi Iris sudah begitu banyak mendapat pertanyaan yang tentu saja belum diizinkan Agas untuk menjawab, sebab itu akan ada saatnya nanti. Sampai tak berapa lama Radhika datang bersama pengacara Agas, dan ikut duduk di kursi yang sudah di sediakan. Kedua orang itu berperan sebagai saksi yang akan memberi kejelasan mengenai kebenaran yang Agas katakan.

Konferensi pers diadakan di lobi kantor Agas, membuat semua karyawan berdiri menyaksikan. Ada yang secara langsung, ada pula yang menyaksikan lewat tayangan di televisi, karena kebetulan acara ini ditayangkan langsung di semua media yang mengeluarkan kabar terkait.

Iris tidak tahu berapa biaya yang Agas keluarkan untuk semua ini, yang jelas ia terharu, karena demi nama baiknya Agas mengupayakan semuanya. Ia juga berterima kasih pada keluarga Agas yang mendukungnya. Pada Radhika yang berdiri membelanya, dan pada semua orang yang tidak termakan gosip yang ada.

Lima belas menit berlalu setelah semuanya berkumpul. Mereka siap merekam apa yang akan Agas ucapkan. Dan kini, kamera mulai dinyalakan. Iris cukup terganggu dengan adanya blitz-blitz kamera tersebut karena tidak terbiasa dihadapkan dengan hal itu. Tapi sebisa mungkin Iris menyamankan diri, sebab yang akan di ungkap sekarang adalah kebenaran. Sebuah kabar yang akan membuat masyarakat paham bahwa apa yang terlihat baik di mata mereka selama ini tidak akan selamanya baik, begitu pula dengan yang terlihat buruk.

Sepanjang acara berlangsung, Agas tidak sedikit pun melepaskan tangan Iris dari genggamannya. Membuat kegugupan Iris sedikit demi sedikit berkurang hingga akhirnya sesi tanya jawab berlangsung setelah Agas menceritakan mengenai pernikahannya dengan Kalea hingga mereka bercerai.

“Jadi, bukan Anda yang menjadi penyebab perpisahan artis kami dan Pak Agas?” pertanyaan itu di tujukan pada Iris oleh salah satu wartawan.

“Menurut kalian aja deh bagaimana, saya mengenal Mas Agas belum genap dua tahun, sementara perceraian mereka terjadi sudah lima tahun ini. Saya masih sibuk-sibuknya menjadi mahasiswi saat itu,” jelas Iris memutar bola mata. Semua wartawan yang ada di sini sepertinya kurang pintar, sampai mengambil kesimpulan begitu saja tidak bisa. Membuat Iris benar-benar jengkel.

“Lalu apa benar Anda sudah tinggal bersama dengan Pak Agas?” kembali pertanyaan itu di lontarkan wartawan lain. Dan Iris menyampaikan bahwa itu tidak benar. Ia mengaku memang tak jarang datang ke rumah Agas untuk menemani Ethan dan bermain dengan bocah itu, meski tidak salah ketika ada yang menyahuti dirinya menghabiskan waktu bersama Agas juga.

“Saya lebih banyak menghabiskan waktu berdua dengan Ethan, karena Mas Agas selalu sibuk dengan pekerjaannya. Mas Agas bahkan masih bekerja di akhir minggu sekali pun,” dengus Iris melirik sekilas ke arah calon suaminya.

Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang diberikan hanya dalam konteks ringan dimana awal mula pertemuannya dengan Agas dan bagaimana bisa mereka menjalin hubungan. Hingga bagaimana cara Agas menyatakan perasaan ikut mereka tanyakan. Sampai akhirnya Acara di tutup dan Ethan yang baru saja datang bersama kakek dan neneknya mengambil alih perhatian semua orang, sebab seruan lantangnya menyerukan nama Iris yang diawali dengan panggilan ‘mama’. Dari sana semua orang tahu seberapa dekat Iris dan calon anak tirinya.

***

To be continue ...

Kesayangan DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang