Bagian sembilan

1.8K 142 5
                                    

Happy Reading!!!

***

Senyum Iris dan Agas terpatri lebar kala melihat binar bahagia di mata Ethan yang bisa melihat dan mengenal berbagai hewan di kebun binatang yang menjadi tempat piknik mereka di minggu menjelang siang ini. Bahkan bocah itu begitu antusias saat si petugas memintanya untuk berkenalan dan memberi makan hewan-hewan jinak di sana. Beberapa potret tidak lupa Agas abadikan di kamera ponselnya, entah itu Ethan sendiri atau pun bersama Iris, tidak sedikit pula foto yang membingkai mereka bertiga seolah menggambarkan sebuah keluarga kecil yang bahagia.

Harapan yang Agas dan Iris gumamkan di doanya masing-masing.

Setelah puas berkeliling dan juga mengisi perut, ketiganya memilih untuk pulang karena Ethan pun terlihat sudah kelelahan meskipun kebahagiaan bocah itu tidak sedikit pun sirna.

“Terima kasih sudah memberi satu lagi kebahagiaan untuk Ethan,” ucap tulus Agas seraya mengusap puncak kepala Iris yang duduk di sampingnya.

“Gak usah sungkan gitu deh, Mas. Lagi pula aku senang main sama kalian. Aku juga akan jadi Mama-nya Ethan ‘kan? Udah sewajarnya aku kasih anak aku kebahagiaan. Mas jangan sedikit-sedikit bilang makasi. Aku sayang Ethan, sayang Mas juga, jadi apa yang aku lakukan itu tulus dari hati. Aku gak butuh kata terima kasih untuk semua ini,” terangnya panjang lebar, membuat Agas semakin melebarkan senyum.

“Beruntung banget sih aku dapatin kamu, Ris. Udah cantik, baik, penyayang, pengertian juga. Apa sih sebenarnya kekurangan kamu? Selama ini kok aku gak pernah mendapatkan itu?” Agas sekilas melirik dengan kerutan heran.

Ck, gak usah berlebihan deh!” ujarnya memutar bola mata. Tapi tak urung wajahnya menghangat. Agas memang paling bisa membuat Iris tersipu.

“Aku bicara apa adanya, Sayang.” Sahut Agas dengan sorot serius. Kalimat itu sontak saja membuat Iris semakin merona, dan memilih memalingkan wajahnya ke samping, menghindari tatapan Agas yang selalu sukses membuat detak jantungnya tak beraturan. Mulut Agas terlalu manis, sampai Iris tidak mampu menahannya.

Tidak ada lagi tanggapan dari kekasihnya, Agas memilih fokus pada jalanan di depan meski sesekali masih saja menyempatkan diri melirik. Agas tahu Iris sedang salah tingkah, dan jujur saja Agas suka dengan raut wajah kekasihnya itu. Iris terlihat menggemaskan. Membuat tak jarang Agas menginginkan mengurung perempuan itu di kamarnya untuk dirinya sendiri.

Selang tiga puluh menit kemudian, mobil yang Agas kendarai tiba di pekarangan rumah dan Iris keluar lebih dulu, di susul Agas yang langsung menggendong Ethan yang tertidur masuk ke dalam rumah, sedangkan Iris mengambil barang bawaan mereka di bagasi dan menyusul kekasihnya itu masuk.

Tidak di sangka bahwa Kalea ternyata ada di rumah Agas dan melayangkan tatapan tajam sarat akan ketidak sukaannya pada Iris. Hal yang membuat Iris meringis, tapi berusaha untuk tetap menampilkan senyum dan menyapa mantan istri Agas.

“Udah lama, Mbak?” tanya Iris berusaha ramah. Namun sayang Kalea tidak merespons itu dan malah melayangkan delikan permusuhannya sebelum kemudian perempuan cantik dengan tubuh sempurnanya itu melenggang pergi meninggalkan rumah Agas, dan sengaja menabrak pundak Iris.

Iris hanya mampu menatap kepergiannya, sampai Agas kembali dan mengejutkan Iris dengan kecupan singkatnya di pipi.

Ish, Mas!” protes Iris kesal. Namun bukannya bersalah, Agas malah justru tersenyum.

“Kenapa masih di sini? Itu kok belum di simpan?” tunjuk Agas pada barang bawaan piknik mereka yang masih berada di tangan Iris, tapi setelahnya Agas mengambil alih semua itu.

“Tadi kan ada Mbak Kalea, ya, masa aku nyelonong gitu aja. Gak sopan dong Mas.”

Agas mengangguk kecil, setelahnya melangkah menuju dapur tanpa berniat menanyakan keberadaan mantan istrinya. Toh buat apa? Lagi pula Agas yang meminta Kalea untuk datang kembali besok karena hari ini Ethan sudah cukup kelelahan.

Agas bukan ingin membatasi pertemuan Kalea dengan anaknya, hanya saja akan canggung jika mereka berada dalam ruang yang sama sementara objek yang Kalea tuju tengah tertidur nyaman.

Salah Kalea juga kenapa tetap datang padahal Agas sudah mengatakan bahwa mereka sedang tidak berada di rumah ketika perempuan itu mengirim pesan tadi. Agas juga tidak menyangka mantan istrinya akan menunggu dan berakhir dengan sia-sia seperti ini.

“Mas,” panggil Iris ketika Agas baru saja kembali dari dapur.

“Kenapa?”

“Sini duduk,” tepukan pelan di sofa Iris berikan sebagai kode agar Agas duduk di sampingnya. Dan tanpa bertanya lebih, Agas menuruti itu. Iris langsung saja menyandarkan kepalanya di bahu Agas, mencari posisi ternyaman sekaligus mencari keyakinan untuk memastikan perasaannya yang sebenarnya sudah tidak perlu lagi di ragukan. Iris mencintai Agas, benar-benar mencintai pria satu anak itu. Untuk alasannya Iris tidak tahu jelas, tapi yang pasti ia merasa aman dan nyaman setiap kali dekat dengannya.

“Mas,”

“Heum,” gumaman singkat itu Agas berikan seraya menjatuhkan satu kecupan di puncak kepala Iris yang ada di depannya.

“Apa Mas tidak memiliki niat kembali dengan Mbak Kalea?” itu yang memang ingin Iris tanyakan jauh sebelum hari ini. Tepatnya ketika ia bertemu perempuan cantik yang menjadi ibu dari bocah kesayangannya dua bulan lalu. Karena jujur saja terkadang Iris merasa tidak percaya diri. Ia melihat dirinya yang bukan apa-apa nekad menjadi pengganti perempuan seperti Kalea yang merupakan model ternama sekaligus artis layar lebar yang namanya sudah di kenal jutaan orang. Bukan hanya di dalam negeri tapi juga luar negeri.

Iris tidak ada apa-apanya dibandingkan Kalea. Di tambah dengan ketidak ramahan Kalea setiap kali bertatap muka dengannya, Iris yakin masih ada cinta yang perempuan itu miliki untuk mantan suaminya, dan Kalea memiliki begitu banyak alasan kuat untuk kembali bersama Agas. Ethan, salah satu alasan yang tidak akan mudah di tolak. Seberapa pun bocah itu dekat dengannya, kehadiran ibu kandung tidak mudah untuk disingkirkan. Iris takut nanti menjadi egois dengan ingin memiliki semuanya. Agas dan Ethan sepenuhnya.

“Kamu berharap Mas kembali dengannya?”

Refleks Iris mengangkat kepala dan menggeleng cepat. Bukan itu yang dirinya inginkan, hanya saja tidak salah bukan jika dirinya bertanya? Bagaimanapun hatinya sudah terlanjur jatuh pada Agas. Iris takut suatu saat nanti dirinya terluka dengan kenyataan bahwa perasaan Kalea masih bersambut dengan Agas. Karena jika sampai itu terjadi, Iris tidak tahu bagaimana nasibnya nanti, bagaimana hatinya nanti, dan bagaimana hancurnya ia nanti.

Iris hanya ingin memastikan semuanya sekarang. Sebelum ia terlanjur menjatuhkan harapan sepenuhnya. Iris juga tidak ingin membuat keluarganya bersedih jika sampai apa yang ia takutkan terjadi.

“Aku lihat, Mbak Kalea masih mencintai Mas ….”

“Dan kamu berpikir bahwa aku pun memiliki rasa yang sama?”

Mengangguk kini Iris lakukan, karena memang benar apa yang Agas tebak. Ia memang berpikir seperti itu. Agas dan Kalea masih saling mencintai, meskipun Agas tidak pernah menunjukkan itu.

“Dari mana kamu memiliki pemikiran seperti itu? Apa aku terlihat masih mencintainya?”

Tidak lantas menjawab, Iris justru diam menatap tepat mata Agas yang menyorot sebuah keseriusan, namun terlihat pula raut tersinggung di wajah itu. Membuat Iris akhirnya menunduk seraya menggumamkan kata maaf. Ia tidak tahu jika dirinya salah telah memiliki pemikiran itu. Tapi apa tidak boleh? Di sini hubungan Agas dan Kalea tidak sesederhana orang pacaran. Ada Ethan diantara keduanya. Salah kah Iris berpikir demikian?

***

See you next part!!





Kesayangan DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang