Demo Enam

38 2 0
                                    

Sekitar pukul empat sore, Moe dan Andra tengah menuju pemakaman Hara.

"Dra, beli bunganya yang deket ama pemakaman aja, disitu bagus terus murah."

"Ya elah pake beli yang murah, seharga hotel juga gua jabanin," ucap Andra dengan muka sombongnya.

Moe mendengus mendengar perkataan Andra, memang pacarnya adalah anak orang kaya tapi tidak perlu disombongkan juga kali. "Dra, orang sombong matinya kayang."

"Istighfar lo."

Sekitar sepuluh menit mereka sampai di toko bunga yang direkomendasikan Moe. Betul saja, bunga yang dijual segar dan harum, tidak ada satupun bunga yang mleyot. Seperti kalian yang baru liat abs opa.

Andra hanya menunggu di motor, sedangkan Moe berjalan memilih-milih bunga mana yang cocok untuk dibeli. Mata Moe menatap satu persatu bunga yang ada disana sampai sang penjual menyapanya. "Selamat sore kak, ada yang bisa dibantu?"

"Sore kak, saya mau beli bunga tapi saya bingung bunga yang mana," ucap Moe sembari tersenyum manis.

"Emang biasanya beli bunga yang mana ya kak?"

"Biasanya yang beli bunga ayah, tapi kalau bunga yang biasa rada bosen juga."

"Untuk acara apa kak?"

"Saya mau bunga yang cocok buat ibu saya, karna hari ini adalah ulangtahunnya," ucap Moe.

Penjual itu berjalan mengambil satu buket bunga yang indah dan memperlihatkan ke arah Moe. "Saya ada satu rekomendasi, bagaimana kalau Bunga Anyelir? itu melambangkan cinta. Cocok buat dikasih ke ibunya nanti, apa lagi di ulang tahunnya."

Moe menerima bunga tersebut dan tersenyum. "Bunganya bagus kak, saya mau. Ehm... Sama bunga tabur nya ya kak."

Penjual tersebut mengiyakan dan segera menyiapkan permintaan Moe. "Ini kak, terimakasih telah belanja ditempat kami."

"Sama-sama kak," ucap Moe dan segera meninggalkan toko bunga tersebut.

Moe menepuk pelan bahu Andra seraya menyodorkan bunga yang ia beli. "Nih yang bunga tabur dicantel ya, yang ini gua pegang."

"Itu bunga apa?"

"Bunga Anyelir, gua dikasih rekomendasi ama penjualnya."

Andra mengangguk paham dan mengambil bungkusan yang berisi bunga tabur dan segera mencantelkan ke motornya, dan memberikan helm untuk dipakai Moe.

"Ngapain pake helm si? kan udah mau nyampe."

Andra menggeleng dan langsung memakaikan helm tersebut tanpa memperdulikan perkataan Moe. "Kecelakaan ga kenal jarak, kalau ada apa apa gimana? kalo masih bisa diobatin kalo kagak?"

"Ya meninggal lah." Andra yang mendengarnya langsung melotot galak dan menyentil mulut Moe.

"Kalau ngomong ya, entar yang berdiri di samping gua pas di altar siapa? yang gua sebutin nama nya pas ijab kabul siapa?"

Moe yang denger langsung mengalihkan pandangannya. "Dah ah cepetan kasian ayah nungguin," ucap Moe sambil naik ke motor Andra.

.
.
.
.

"AYAHHHHHHH." Teriak Moe ketika melihat aland berdiri diparkiran, Andra yang mendengar teriakan itu tiba-tiba langsung memukul pelan tangan Moe yang bertengger di pinggangnya.

Aland hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah putrinya. "Bisa-bisanya udah umur 17 tahun masih kaya anak kecil," batin Aland.

DEMO (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang