DUA PULUH

2.6K 323 31
                                    

Dandi tidak menyangka, ternyata gadis di boncengan nya ini memiliki mulut yang ceplas-ceplos. "Itu kerasanya gimana??" Ujar Dandi mencoba menggoda Sica. Rumornya jika seorang gadis dilempar pertanyaan seperti itu pasti akan malu, tapi entah kenapa Dandi malah menyesali rumor seperti itu.

Pasal nya saat ini, gadis itu bukan nya  tampak malu, tapi malah jadi Dandi yang malu. Dengan berani nya, Sica mengelus perut Dandi yang masih terlapis oleh seragam sekolah nya dan berkata seperti ini.

"Ihhh adaan!! Lo punya.... Satu, dua, tiga.... Eh ada enam roti sobek nya!!" Seru Sica antusias. Apa lagi tangan nya masih betah mengelus perut Dandi hingga cowok itu merasa kegelian.

"Anjir, gak punya malu lo ya!! Jangan sentuh-sentuh!!" Kesal Dandi ketika Sica masih betah mengelus perutnya.

"Idih, tadi kan di suruh periksa. Jadi gue periksa lah!!" Ujar Sica santai.

"Ck. Itu namanya pelecehan saat berkendara tau gak?? Masih kecil udah ngambil kesempatan aja lo!!" Teriak Dandi karena jalanan saat ini tengah ramai dengan pengendara yang baru pulang kerja atau lebih tepat nya MACET.

"Suudzon aja lo jadi orang!!! Gue masih polos ini!!" Ujar Sica kembali menggeplak bahu lebar Dandi.

Dandi hanya bisa mendengus pasrah. Apa seperti ini ya perasaan Bara saat bersama bocah pendek di boncengan nya. Ada rasa kesal, senang yang bercampur dengan rasa nyaman.

"Malu ih jangan ngomong keras-keras!! Di sebelah kita pada liatin!!" Kesal Sica karena merasa malu dengan perkataan Dandi. Apa lagi mereka menatap Sica seolah seorang pedofil yang meleceh kan anak di bawah umur, padahal yang masih di bawah umur di sini adalah Sica sendiri.

"Rasain aja malu nya." Ujar Dandi santai.

Tanpa mereka sadari sedari tadi ada orang yang menatap tajam interaksi mereka berdua. Siapa lagi kalau bukan Bara. Sedari tadi cowok itu kesal karena menunggu macet, apa lagi kiri kanan nya penuh dengan pasangan yang berboncengan. Mana mesra-mesraan di tempat umum lagi, Bara kan jadi iri.

Apalagi saat dirinya melihat kearah depan, rasa kesal nya bertambah menjadi stadium akhir. Di depan sana, terlihat Sica yang tengah bercanda ria bersama Dandi. Emang apa bagus nya si Dandi di banding dia, sampai-sampai sebegitu seru nya obrolan mereka dan menjadi perhatian para pengendara lain yang menunggu macet selesai.

Mana tangan nya peluk-peluk lagi, emang tuh bocah masih kecil aja udah ganjen jadi orang.

"Awas aja lo bocil, nanti gue kasih pelajaran tau rasa!! Bukan nya belajar malah pacaran kaya gitu!!" batin Bara kesal.

•°•°•

"Gak mampir dulu?" Tanya Sica setelah sampai di rumah Bara dan turun dari motor Dandi.

"Gak usah!! Ini kan rumah gue!" Seru seseorang yang baru saja sampai dan menghentikan motor nya di sebelah motor Dandi.

Sica mendengus pelan, iya sih benar kalau rumah ini bukan rumah nya. Tapi Sica kan hanya mencoba berbasa-basi saja agar tidak canggung.

"Iya deh yang punya rumah! Yang numpang mah diem." Sahut Sica. Ia pun menoleh kearah Dandi sembari tersenyum canggung.

"Hehe gak jadi nawarin mampir, yang punya rumah pelit!" Ujar Sica pada Dandi.

Dandi mengangguk, ia pun tidak berniat untuk mampir karena malas ada Bara. "Gak papa, gue langsung pulang aja!" Balas Dandi.

"Emang seharus nya gitu! Hus hus pulang sono!" Usir Bara sembari berlaga mengusir ayam.

"Bacot! Ngiri kan lo? Suruh siapa gengsi!" Ujar Dandi ketus. "Gue pulang." Lanjut nya saat menatap Sica. Sica mengangguk tanda mengiyakan.

Penghancur Suatu Alur Cerita ( REVISI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang