EMPAT

3.6K 492 11
                                    

Tepat pukul 15.23 wib, Bara dan anggota geng lain nya telah sampai di pekarangan rumah. Sebenarnya mereka pulang jam setengah dua, tapi karena macet yang panjang, jadinya baru sampai sekarang.

Saat akan membuka pintu, seseorang dari dalam terlebih dahulu membukanya. Bara menyeringai, ternyata pembantu baru nya ini sudah datang tanpa harus di panggil. Tapi apa ini, pakaian yang di pakai oleh gadis itu kan milik Bara. Pasti ini kerjaan bundanya. Ck, untung Bara masih baik hati tidak meminta Sica untuk membuka bajunya sekarang.

Sica mendongak melihat siapa kah orang di hadapan nya ini. Hampir saja dirinya terjungkal ketika melihat sekawanan jerapah eh maksud nya sekelompok remaja bertubuh tinggi. ia sampai harus mundur dan mendongak agar bisa melihat wajah mereka.

Sialnya, ketika ia mundur, kepala bagian belakang nya malah terantuk gagang pintu yang tinggi nya mencapai kepala. Coba bayang kan saja seberapa tinggi dan besar nya pintu ini.

Tukk

Suaranya saja sampai bisa di dengar oleh mereka yang berada di depan. Mereka sampai meringis ketika mendengar nya, padahal kalau tauran kan lebih parah dari itu sakitnya.

"Sstt... Sakit njir!" Ringis Sica sembari mengusap kepala bagian belakan nya. "Ck. Ngapain lo malah diem di situ." Ujar Bara sembari menatap Sica jutek.

Sica terbatuk pelan untuk mencair kan suasana yang canggung, gadis itu kemudian menyungging kan senyum manis manis nya. Mungkin mereka itu tamu nya Bara, atau mungkin diantara mereka ada pemeran utama cowok yang Sica tunggu-tunggu.

"Ngapain sih lo senyum kaya gitu?? Kaya nahan boker tau gak!!" Ujar Bara ketus, tangan nya dengan sengaja meraup wajah kecil Sica. Sica yang di perlakukan kurang ajar seperti itu pun langsung memukul lengan Bara, dan berseru marah.

"Lepasin muka gue monyet!!" Seru Sica kesal. Tangan nya masih berusaha mencegah tangan Bara yang hendak meraih wajah nya lagi.

"Nggak sopan lo sama yang lebih gede, mau gue lempar ke sumur?! Berani-beraninya Lo ngomong kaya gitu ke gue." Ucap Bara sinis, kali ini tangannya menyentil bibir Sica yang baru saja berbicara kasar.

"Bar udah!! Tuh bocah nanti nangis!!" Tegur Arif, untung nya Arif mengingat kan Bara untuk berhenti menjaili Sica. Jika tidak, maka Sica akan beneran menangis kejer di sini. Akhir nya Bara menghentikan aksinya yang jahil, cowok itu melirik sebentar pada Sica. Dan benar saja ucapan Arif bahwa Sica sudah akan menangis, wajah nya saja sudah memerah.

"Cengeng lo, gitu aja nangis!" ucap Bara ketus. Padahal sebenar nya, ia hanya khawatir gadis ini beneran menangis. Bisa-bisa bunda Syifa ngamuk kepada nya. Dengan bibir yang cemberut, Sica menatap Bara kemudian berbicara.

"Gue bukan mau nangis gara-gara barusan, tapi kaki gue lo injek!!" Sica berseru seraya menunjuk kaki kecilnya yang saat ini tengah di injak oleh sepatu mahal milik Bara. Bara yang mendengar itu pun langsung mengangkat kaki nya, dapat dirinya lihat, kaki kecil Sica benar-benar terinjak oleh nya. Cowok itu memutar bola matanya sebelum mengajak teman nya masuk.

"Udah ayo masuk, di sini bau tai!!" Ujar Bara, ketika menyebut kan kata "tai" ia sengaja melirik Sica.

"Ya udah ayo, masuk guys nggak usah sungkan-sungkan!" Seru Semi, cowok itu masuk terlebih dahulu. Meninggal kan sang tuan rumah dan teman-teman nya.

"Bunda!! Yuhuuuu, Semi yang paling ganteng berkunjung nih. Nggak ada niatan nyambut gitu??" Teriak Semi, ini sudah menjadi kebiasaan nya jika sedang bertamu di rumah Bara. Jika Semi kalem-kalem saja ketika bertamu, malah itu patut di pertanyakan oleh teman-teman nya.

Bara hanya mendengus kesal melihat kelakuan Semi yang nauzubillah itu. Seperti nya Semi lupa siapa pemilik rumah ini, ketika ia berniat masuk ke dalam rumah langkah nya terhenti ketika melihat Sica yang diam berdiri di samping pintu.

Penghancur Suatu Alur Cerita ( REVISI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang