Ketiga gadis yang tengah berbincang itu mengalihkan tatapan pada seseorang yang merebut paksa segelas minuman beralkohol dari genggaman Sasa. Mereka membulatkan mata terkejut saat tau orang itu adalah Kristo, kekasih Sasa.
Alona bersedekap dada berpura-pura acuh agar tak di curigai sang wakil Alpharo, sedang Sasa dan Talita sendiri tergagap ditempatnya.
"k-kamu,kok di sini? Nggak gabung sama anak-anak? Ayo aku temenin."cerca Sasa sebelum mendengar ucapan sang kekasih yang menyakiti hati siapa saja.
Kristo sendiri pasrah saja saat di tarik paksa oleh sang gadis. Alona dan Talita menghela napas bersamaan lalu saling menatap dengan senyum tercetak di bibir keduanya.
"Untung aja, kalo nggak udah pasti di laporin kitanya. "ujar Alona lega sembari menatap Talita yang mengacak rambutnya pelan.
"Dan pastinya bubar dah nih kumpul-kumpulnya. Sasa sih, aneh-aneh aja. Kalo nggak di minum itu minuman tadi, terus nggak nawarin pasti nggak gini...terus pasti nggak di tatap tajam kek tadi.Gue nggak mau sampe Andra tau, bisa mampus gue." jelas Talita merasa takut saat kembali mengingat tatapan tajam kekasihnya yang begitu menyeramkan.
"Lah, gue apa kabar. Untung aja, nggak di minum dan cuman liat aja. Habisnya bikin kepo tau nggak sama rasanya." ujar Alona membuat Talita menghembus napas berat. Gadis berdarah indo-korea itu sepertinya tak maumembahas kembali pasal kejadian yang baru saja terjadi.
"Udah, ah.Ayo lanjut panggang. Eh, bentar Andra manggil tuh. cepet ke sana sebelum cowoknya si Sasa ngomporin."cerocos Alona menakuti Talita. Talita tentu saja dengan gerakan secepat kilat menghampiri sang pujaan hati.
Abe yang tengah menatap sekelilingnya yang mana semua tengah bercanda ria, berselfi , bahkan berkaraoke. Rasanya banyak rasa syukur yang selalu di ucapkan di dalam batinya. Setidaknya Abe tak gagal dalam membangun kebersamaan didalam anggotanya.
Menatap pada sebotol soda pada genggaman yang sudah diteguknya setengah, menyandarkan tubuhnya pada kursi yang didudukinya-- Melarikan pandangan pada sang gadis, kembali senyum tipis menenduhkan hati siapa saja yang menatapnya. Senyum penuh ketulusan, senyum yang terwakilkan oleh perasaan cinta yang menggebu-gebu. Abe dan senyum mautnya.
Pria jangkung itu meletakkan minuman bersodanya pada meja dihadapanya lalu melangkah menghampiri gadisnya yang kesusahan dalam mengipas daging sembari memotongnya.
Alona menoleh saat merasa seseorang menghampiri dirinya. Seketika senyumnya merekah saat tau bahwa sang kekasihlah yang datang dan berdiri dihadapanya, tetapi di sekat oleh alat pemanggang di tengah-tengah mereka.
"Aku saja. Kamu potong dagingnya...kamu terlihat kesusahan. "kata Abe sembari mengambil alih kipas pada tangan sang kekasih lalu mulai mengipasi arang agar daging matang.
keduanya sibuk dengan kegiatan mereka secara berulang-ulang sampai daging yang masih mentah ludes.Kedatangan Riski tentu membuat Abe mendengus ditempatnya.
"Wanginya enak banget.. Gue jadi pen icip, pasti sedap banget."ujar Riski dengan tak sabar lalu hendak mengambil daging yang sudah matang dan sudah tersaji di piring ceper besar, tetapi terhalang oleh sebuah tangan yang memukul tanganya hingga dirinya mengaduh kesakitan.
"Dikit,doang. Pelit amat lo,Boss. parah ini,mah." kata Riski kesal sembari mengelus pelan tanganya yang sakit.Alona menggelengkan kepala melihat tingkah keduanya. Memilih diam menyaksikan saja, setidaknya sedikit menghibur dirinya.
"Dikit,kan? Oke."Kata Abe lalu mengambil daging yang sudah dipotongnya kecil-kecil dan meletakkan daging tersebut pada telapak tangan Riski. Tentu mendapat Reaksi berlebihan dari sang empunya tangan, dimana mata membola dengan mulut mengganga. Bahkan, Alona saja dibuat tak habis pikir akan tingkah sang kekasih yang membuatnya greget.
"Definisi orang kaya, tetapi takut bangkrut gini,nih. Nggak kerasa ntar...yang ada sekali kunyah terus telen." kesal Riski sembari menujuk-nunjuk daging kecil itu.
"Ukuranya, nggak bikin kenyang yang ada angin malam yang masuk nih perut."kata Riski lagi sembari menatap sendu sang raja jalanan. Mendengus adalah respon pertama seorang Abe, setelahnya raut tak peduli tercetak jelas pada wajah tampan nan rupawan miliknya.
Alona dengan kebesaran hatinya mengambil sepotong daging panggang dengan ukuran besar lalu memberikan pada Riski. Tentu saja raut yang sendu, kini berubah cerah saat Alona meberikan apa yang di inginkan sedari tadi.
"Terima kasih, bu boss. Emang terbaiklah bu boss, ini. Nggak kayak sono,noh." kata Riski sembari menatap sekilas sang boss. Abe tentu saja tak peduli, dirinya lebih sibuk dengan kipasnya.
" Jauhin tangn lo! Mau gue tebas tu kepala, huh? jauh, nggak." ucapan dengan nada tinggi dari Abe tentu membuat semua menatap heran pada mereka. Riski yang memang tengah membuat kesal sang boss tentu saja tersenyum puas.
" Cantik banget. nggak salah, boss milih bu boss..."lanjutnya membuat Abe semakin emosi. Abe meletakkan kasar kipas itu,lalu menghampiri Riski dan membogem wajahnya dengan secepat kilat.
Pasalnya Riski tidak hanya menggoda dengan kata-kata, tetapi sedikit colekan pada dagu dan kedipan mata tentu membuat seorang Abe yang terkenal possesiv pada sang kekasih sangat tak menyukainya.
Riski memegang ujung bibirnya dengan sedikit ringisan. kata protes dari bibirnya pun tak diluapkanya. Dirinya sangat mengerti jika sudah mengundang emosi sang boss tentu saja harus menerima konsekuensi dari hasil perbuatanya.
Alona menatap khawatir pada Riski, ingin menghampiri, tetapi tarikan pada kedua lenganya tentu membuatnya tak bisa melakukan apa-apa. Ucapan maaf tak bersuara terus Alona layangkan pada Riski. Sontak membuat Riski kembali meringis merasa bersalah akan kelakuanya.
Semua berhamburan menghampiri Riski dengan tabokan dan segala umpatan akan tingkah Riski yang tentu merubah mood sang Raja jalan.
TBC!