Hello temanku❤️Pasti banyak banget yang nanya soal, kenapa aku semalam updatenya dikit aja, kan?
Nah, jadi semalam aku kerjain tugas aku yang bejibun dan aku tulis nyuri waktu aja, dan karena sedikit nggak konsen, yah, karena pikiran kemana-mana... Jadi updatenya dikit aja.
Maaf loh, buat yang kecewa dan sebagai gantinya aku update lagi....
_
Abe terbangun dengan rasa nyaman dan hangat. Menatap selimut yang menghangatkan tubuhnya lalu menunduk juga guna melihat bantal yang berada di bawah kepalanya.
Dirinya tak heran lagi, pelakunya tentu saja gadisnya. Mendudukan dirinya sembari celingak-celinguk mencari di mana gerangan sang gadis berada.
Mengacak rambut pelan sembari menguap, Abe melangkah menuju kamar gadisnya. Saat pintu terbuka, Abe tak mendapati gadisnya yang biasanya sedang rebahan di kasurnya sembari menonton drama menye-menye, kalo kata Abe.
Memasuki lebih dalam mencari sang gadis, bahkan toilet pun sudah di periksa dan hasilnya nihil.
Kembali melangkah keluar kamar mencari sang gadis yang mungkin saja berada di dapur. Seketika Abe membulatkan matanya saat kembali mengingat bahwa dirinya belum memasak makan malam.
Berlari dengan cepat menuju dapur, tetapi langkahnya terhenti saat melihat masakan dengan aroma yang sangat mengundang cacing - cacing di perut meronta untuk di isi.
Abe menatap sekitar dan tak menemukan sang gadis lagi. Menutup makanan agar tak dingin lalu melangkah menuju pintu yang terbuka.
Abe menatap heran sang kekasih yang memakai jaket sebatas paha dengan hotpans pendek di dalamnya dan tak lupa kaos kaki masih di kenakanya. Alona pun heran saat sang kekasih menatapnya dari bawah kakinya sampai ke atas begitu terus selama beberapa menit.
"Kamu kenapa, sih?" Abe berdecak mendengar ucapan gadisnya yang tak menyadari tatapan tak suka dari sang kekasih yang dilayangkan padanya.
"Baju itu... Kamu ke supermarket pake begitu?" Alona menganguk saja lalu melangkah menuju dapur dan menyusun bahan-bahan dapur yang dibelinya tadi.
"Iyalah, kenapa sama bajunya? Kamu nggak suka lagi?" Abe Menghembuskan napas berat mendengar nada jengkel dari perkataan gadisnya.
"Nggak, kok. Cuman kamu nyaman banget pake baju, kek gitu? Aku sih, nggak suka yah, kalo orang ngeliatin betis sama paha." Alona tak menjawab. Karena pada dasarnya ucapan Abe benar adanya. Alona tentu merasa risih saat beberapa orang di supermarket menatap betisnya lapar. Dan tentu saja Alona pakai jaket ini pun karena terpaksa. Dirinya tak mau jika pakai celana panjang akan menutupi lukanya yang sudah teroles cream penghilang bekas luka.
Sama saja bohong, kalo sudah pakai cream terus pakai celana kan? Karena cream tentu saja akan menyerap dicelana bukan dibekas lukanya.
"Nggak... Mau gimana lagi, nanti creamnya nggak bermanfaat buat bekas lukanya, dong." Abe menganguk setuju. Lalu membantu gadisnya meletakkan di lemari atau pun di kulkas bahan makan mereka.
"Kenapa nggak bangunin aku aja? Kamu belinya banyak banget... Kasihan banget, pas jalan tentengan dua plastik besar sekaligus." Alona mengecak pelan rambut sang kekasih lalu kembali pada bahan makanan itu.
"Nggak papa, kok. Lagian kamu tidurnya nyenyak banget, nggak sadar pas aku bangunin... Yaudah sih, aku pergi sendiri." kata Alona sembari menyimpan kantong plastik yang sudah kosong pada laci lemari,"Tadi juga ada pramuniaga bantuin aku bawa barangnya sampe di depan pintu." Abe seketika melototkan mata lalu berlari membuka pintu menoleh kesana-kemari mencari pramuniaganya.
"Kamu buat apa ke situ? Tutup pintunya, dingin banget di luar!" Abe tak merespon tetap mencari dengan mata menyipit, tetapi tak menemukanya.
"Kok, nggak ada sih, itu kasihan pramuniaganya jalan sendiri, pasti... apalagi cewek, Yang!" alona mendekati sang kekasih sembari membawa dua cangkir susu yang di buatnya.
"Yang bilang pramuniaganya cewek, siapa? Orang dia cowok ganteng, kok." mendengar ucapan Alona Abe seketika membanting pintu apartemen dengan kasar membuat Alona tersentak di tempatnya.
"Cowok? Terus dia ngapain aja?" Alona yang mengerti jika sang kekasih tengah di landa cemburu pun dengan jahil membuatnya semakin kesal.
"Tadi kita cerita, terus dia bilang aku cantik... terus dia tanya aku jomblo nggak?" Abe dengan cepat mengambil cangkir susu di tangan gadisnya lalu meneguknya hingga tak tersisa.
Alona mengatupkan bibirnya. Menahan tawa melihat tingkah sang kekasih yang begitu lucu.
" Lanjutin... terus gimana? "Alona menegak sedikit susunya lalu kembali bersuara," Aku bilang aku jomblo, lah. "Alona seketika tertawa terbahak saat melihat Abe membanting dirinya di sofa dengan wajah pasrahnya.
" Dih, ngambekan kamu. Cemen ah, Mainya ngambekan."Abe tak merespon. Pria itu sibuk mengatur emosi yang meletup-letup ingin di keluarkan.
" Teruskan, Faizan... Dia minta nomor ponsel aku, dong..."kata Alona sengaja mendekatkan bibirnya di telinga Abe. Abe dengan cepat menarik gadisnya pada dekapanya dan memeluk erat dengan menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher gadisnya.
Alona tentu saja semakin terbahak dibuatnya, apalagi melihat wajah merah sang kekasih ketika sedang menahan emosi.
"Jahat banget... terus kamu buang aku gitu aja?" Alona menganguk membuat Abe menggigit telinga gadisnya kesal.
Alona mengaduh kesakitan di sela-sela tawanya. Dirinya berhasil membuat Abe kesal.
"Kamu kira kamu aja yang bisa buat aku kesal, huh? Aku juga dong." Abe mendongak menatap gadisnya yang tengah duduk di sofa sedang dirinya sudah merapatkan badannya sembari memeluk erat gadisnya.
"Emang aku bikin kamu kesal? Kapan?" Alona menjauhkan diri dari Abe lalu menunjukan sekitar dengan dagunya.
"Kamu nggak sadar siapa yang bersin, nih semua? Sampe capek, nih kaki karena mondar-mandir, tau nggak." Abe mencupit kedua pipi gadisnya dengan terkekeh pelan.
"Maaf deh, kakinya masih sakit? Perasaan udah mengering deh?" kata Abe sembari melepaskan cubitanya dan menatap pada lutut sang gadis yang terdapat bekas luka.
"Bukan itu, tapi bagian telapak kaki, Faizan. Itu karena mondar-mandir, sih. Tapi udah nggak papa, kok." Abe menganguk pelan lalu menindurkan kepalanya di pangkuan gadisnya.
"Seneng kan, udah bisa sekolah? Besok bangun cepat, yah.. Jangan begadang. Tu laptop aku buang sekalian dengan sampah kalo aku denger kamu nonton drama menye-menye lagi..." Alona memukul dada kekasihnya pelan.
"Jahat banget... Nggak berperikepacaran." Abe tertawa mendengar ucapan gadisnya.
"Aneh-aneh aja, kamu kalo ngomong." katanya di sela tawa yang membuat Alona pun ikut tertawa.
"Yoklah, kita makan dulu... Ayo berdiri. Kita makan dulu, biar nanti bisa duduk kayak gini lagi selesai makan." Abe menganguk lalu mendudukan dirinya di sofa dengan kepala di sandarkan pada sandaran sofa.
Alona pun menggeleng saja, lalu melenggang menuju dapur dan membuka piring yang menutupi makanan yang sudah tersaji di depannya.
" Sayang... Ayo makan! " Abe yang tadinya hendak melangkah menuju dapur terhenti dengan wajah syoknya.
Memegang dada dengan mulut terbuka serta mata melotot, Alona yang melihat respon sang kekasih tentu saja terbahak di buatnya.
"Yang... Aku lemah." Alona semakin terbahak di tempatnya. Lucu sekali kekasihnya ini.
"Lebay, ih, anak Bunda Amira...." kata Alona sembari tertawa.
Bagaimana tidak, Abe sudah heboh di sofa sembari memegang dada dengan dramatis. Jujur saja, Alona tak pernah memanggil Abe sayang dan sekalipun ucap sangat Jarang bagi Alona.
Dan Abe akan semakin senang jika gadisnya mulai memanggilnya dengan kata "Sayang."
TBC!