NOTE: GUE LIBUR UP AMPE VOTE CHAP SEBELUMNYE AMA CHAP 35 NAEK. DUH, SERASA GUE YANG DILAMAR OI.
Bagai dentuman suara meriam. Debar jantung Ginanjar teruji. Dia periang, lalu membisu bak puteri malu disentuh. Gama berdiri di hadapan. Tatapan ia bingung serta terheran-heran. “Siapa, Gam?“ seru Ulfa. Ginanjar mematung terlebih saat sorot mata Ulfa, Ibu Gama, berporos pada dua mata ia penuh tanya. Duh, gimana, nih?, batin Ginanjar deg-degan. “Eh? Nak Ginan?“ seru Ulfa langsung berdiri; menghampiri Ginanjar dan sekeluarga. “Duh, pak, bu, maaf. Silahkan masuk monggo,“ ucap Ulfa merasa bersalah telah membiarkan tamu berdiri terlalu lama.
“Gama, mama mau ke depan dulu beli cemilan. Tolong bikinin teh, ya?“ ucap Ulfa kebingungan. “Bu, nggak usah repot-repot nggak papa,“ seru Farida. “Nggak ngerepotin sama sekali, kok. Bentar, ya, bu?“ sahut Ulfa. Suara Hilman, paman Ginanjar—pun menghentikan langkah Ulfa. Gama juga ikut kebingungan. Sedari tadi; dia berdiri tanpa melakukan apapun seperti orang bodoh. “Bu? Punten, lungguh disik. Kulo pengin ngomong sesuatu, mengko sawise ngomong, kita mangan bebarengan di luar sekeluarga,“ ucap Hilman.
Dari nada bicara Hilman saja sudah sangat ketara sekali. Pasti dia memang sedang serius. Ulfa pun duduk di kursi“Ginan, tolong kamu sama Gama ke belakang dulu. Biar om, papa sama mama kamu ngobrol sama Bu Ulfa bentar,“ ucap Hilman. Ginanjar semakin dilanda rasa gugup dan deg-degan. Uh, bikin aku mau buang air aja, batin Ginanjar. “Iya, om,“ sahut Ginanjar. Gama dan Ginanjar pun ke dapur bersama. Tiada kursi atau apapun. Sehingga mereka berdua pun duduk lesehan di lantai beralaskan tikar rotan. “Om, sebenernya ada apa, sih? Kok serius banget?“ tanya Gama penasaran. Tetesan keringat di pelipis Ginanjar mulai menetes-netes.
“Errr nanti kalo udah selese om kasih tau kamu. Sabar, ya?“ sahut Ginanjar. Gama mengerucutkan bibir. Ia mulai menunjukkan sikap manjanya di hadapan Ginanjar, dan itu amat sangat menggemaskan di mata Ginanjar sendiri. “Ih, rese,“ ucap Gama sebal. Gama memilih untuk berselancar di sosial media; melihat-lihat berita atau feed terbaru dari orang lain terutama teman-teman. Foto pertama yang ia lihat di instagram ialah foto Sandi dan Frederick. Dua sejoli itu terlihat sangat harmonis dengan posisi pipi saling menempel sambil memonyongkan bibir—pun diberi sentuhan editing sedikit, yaitu memberi stiker kumis di kumis Frederick. Gama tersenyum samar.
“Pertama, kami minta maaf, karna dateng tanpa kabar sama sekali,“ ucap Hilman. Ulfa sangat memaklumi hal itu. “Jadi, begini, berkaitan dengan kedatangan kami kemari itu tidak lain dan tidak bukan karna kami mau ngelamar Gama,“ ucap Hilman lagi membuat dua alis Ulfa berkerut. Gama? Dia masih belasan tahun, mau dijodohkan dengan siapa?, batin Ulfa. “Pak? Putera saya masih belasan tahun,“ sahut Ulfa. Suasana hening sebentar. Hilman mencoba menata kalimat—yang kan ia ucapkan sedemikian rupa. Sehingga tidak akan menyakiti hati. Berpikir sebelum berbicara. Ini adalah prinsip terdepan dalam hidup Hilman.
“Jadi, niat kami sore hari ini mau ngelamar Gama buat putera kami, Ginanjar Triatmaja,“ ucap Hilman. Dua mata Ulfa membola. Oh, apa ini? Ulfa salah dengar atau apa? Suara gemuruh dalam dada mulai terdengar jelas jua. Hingga Ulfa pun bersuara, “Pak, tolong bapak jangan bercanda,“ ucap Ulfa; berharap ini semua cuma bercandaan saja. Dua pria saling jatuh cinta dan menikah? Itu sangatlah mustahil! “Bu, maaf, tapi kami serius soal ini. Dilihat dari hubungan antara Gama dan Ginan. Kami ngerasa mereka juga sama-sama suka, bu,“ ucap Hilman.
Ulfa langsung mengelus dada. Sejurus kemudian; Hardi pun tiba di rumah sehabis menghadiri acara selamatan di rumah tetangga. Hardi mengucapkan salam, dan dijawab oleh semua orang berbarengan. Dia juga tidak kalah terkejut. Siapa mereka ini?, batin Hardi. Hilman dan Panca pun menjelaskan soal Ginanjar bergantian. Hardi memang sangatlah marah, tetapi dia mencoba tenang dan sabar. Hardi pun menghela nafas berat. “Saya ikut keputusan Gama aja, pak, bu,“ ucap Hardi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar D [BL]
RomanceBercerita tentang percintaan seorang pria ber-usia 47 tahun dengan seorang pelajar ber-usia 17 tahun. Cerita ini ditulis berdasarkan imajinasi penulis aja. Jadi, se-umpama alur cerita ini kurang berkenan di hati pembaca, boleh skip, dan jangan komen...