Sugar D 39

2.8K 290 69
                                    

NOTE: JANGAN LUPA VOTE DI SEMUA CHAPTER BIAR GUE SEMANGAT NGETIK.

----- 🌟 ----- 🌟 ----- 🌟 ----- 🌟 ----- 🌟 -----

Dunia ia telah dipenuhi oleh air berlumpur di antara dua samudera. Berlainan arah hingga terombang-ambing sana dan sini. Beribu-ribu purnama telah dilalui; meratapi sepi tanpa obat tiada sembuh sendiri. Duhai alam, persatukan dia dalam cinta suci dan murni. Duhai angin, bimbinglah dia tuk sampai pada hati saling mencintai dan merintih berharap tiada lagi luka di antara mereka. Dia, Igo, begitu setia menggenggam hangat tangan Thoriq. Igo tidak henti-hentinya mengucap rasa syukur dalam hati demi sang pujaan hati.

Selang infus tiada lagi tertancap di tangan Thoriq. Dia juga sudah mulai mau makan nasi sedikit demi sedikit. Sepulang sekolah; Igo langsung pergi ke rumah sakit; menemani Thoriq di sana. Tentu saja karna Thoriq harus menerima konseling khusus dari seorang psikolog. Sepanjang konseling; Thoriq terus menggenggam tangan Igo. Dia terlihat tenang saat mendengarkan sang dokter memberi nasihat. Semoga bang Thoriq bisa cepet sembuh, aamiin, batin Igo penuh harap. Selesai sudah obrolan hangat bersama sang dokter. Thoriq pun bersuara. “Ma, aku mau jalan-jalan berdua sama Igo. Boleh, ya?“ tanya Thoriq. Jihan cemas jikalau harus meninggalkan Thoriq sendirian bersama Igo. Bagaimana jikalau Thoriq tiba-tiba histeris di tengah jalan?

Hilmi mencoba menengahi. Ia sentuh bahu sang istri sebagai isyarat tuk memberi ijin pada Igo dan Thoriq. Thoriq menghela nafas. “Ma, aku mau jalan-jalan sama Igo—juga buat healing. Biar pikiran aku enakan, dan aku cepet sembuh,“ ucap Thoriq. “Inget, jaga emosi kamu, ya, nak? Jangan ampe kamu histeris di tengah jalan, kasian Igo,“ ucap Jihan. Selain cemas soal kesehatan mental Thoriq, jujur; Jihan merasa tidak begitu rela jikalau Igo dan Thoriq semakin bertambah dekat. Cinta sejenis adalah hal paling tabu dan terlarang dalam kamus hidup Jihan.

“Igo? Tolong jaga Thoriq baik-baik, ya?“ ucap Hilmi. Igo pun tersenyum. “Iya, om. Aku pasti bakalan jagain Bang Thoriq, kok,“ sahut Igo dengan hati gembira. Igo dan Thoriq pun pergi lebih dulu setelah berpamitan. Jihan terdiam. Hilmi mencoba mencari tempat rehat sebentar, karna ada satu dan dua hal—yang ingin ia bicarakan dengan sang istri. “Ma?“ gumam Hilmi. Hilmi paling tau apa yang tengah dipikirkan oleh Jihan. Dalam hati terdalam; dia pasti menentang kedekatan Igo dan Thoriq. Itu sudah pasti. Lihatlah dari rupa ia nan masam itu. Sangat jelas sekali, bukan?

“Papa tau isi hati mama, tapi satu hal yang mama harus inget. Papa seratus persen restuin hubungan Igo sama Thoriq. Cuma Igo yang bisa bantu kesembuhan Thoriq, ma. Tolong, papa minta tolong banget, jangan egois, ya, ma? Thoriq berhak bahagia. Semua ini demi Thoriq, ma,“ ucap Hilmi. Jihan sedang menahan air mata ia hingga membuat dada ia terasa sesak. “Papa tau, kan? I-itu salah, pa. Trus, apa kata keluarga mama nanti? Hm? Coba papa pikirin. Gimana kalo rumor soal cinta sejenis anak papa sendiri kesebar di tempat kerja papa? Papa pasti bakalan ditegur ato paling parah papa bakalan dipecat. Inget itu, pa. Inget!“ sahut Jihan panjang lebar.

Hilmi termangu. Seluruh raga ia rela diberi pada sang putera. Biarpun putusan ia ditentang oleh seluruh penghuni bumi. Biarlah. Biarlah itu menjadi lentera kala gelap menyapa. Biarlah itu menjadi seutas tali penghubung demi satu kata 'bahagia'. Biarlah jua di mata orang lain cuma lelehan lilin tiada arti semata—atau debu memenuhi sudut-sudut rumah. Getir terasa memang. Buah manis di atas pohon sana masih belum menguning. Padahal teringin Hilmi memetik demi sang putera, Thoriq. “Demi Thoriq, apapun papa rela lakuin, ma. Maaf, kali ini, papa bakalan ikutin keputusan papa sendiri. Papa harap, mama atau papa bisa sabar ngadepin jalanan terjal di depan nanti,“ ucap Hilmi—pun menggenggam tangan Jihan.

Igo mengikuti ke mana—pun Thoriq ingin pergi. Hm? Ini kan Malang Night Paradise?, batin Igo. Bagaimana Thoriq bisa mengingat tempat ini? Sorot mata Thoriq berpendar. Ini masih jam setengah tiga sore. Pion-pion pada pepohonan buatan itu masih belum memancar terang. Hm, nggak papa, deh, yang penting udah nyampe sini, batin Thoriq. Di tempat inilah Igo pertama kali jalan-jalan berdua bersama Thoriq dua tahun lalu. Saat itu; Igo sangatlah tertutup, dan Thoriq adalah sosok abang—yang selalu mencoba tuk mendekati Igo, meskipun Thoriq selalu saja mendapat penolakan dari Igo. Thoriq sama sekali tidak pernah lelah tuk terus berjuang. Dia pantang menyerah.

Sugar D [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang