Suara riuh para gadis di tepi lapangan tiada mampu menggentarkan niat Bagus untuk belajar di waktu luang. Istirahat sebentar dari kegiatan ekstrakurikuler; ia mencoba menyempatkan diri mengerjakan tugas-tugas sepolah alias pr. Bagus terlihat begitu sangat fokus seolah teriakan-teriakan para gadis pemuja lelaki tampan itu sama sepali tidak berpengaruh. Bagus telah berjanji pada diri sendiri dan orang tua ia jikalau ia harus meraih juara satu—atau minimal tiga besar di ulangan semester ganjil kali ini agar dapat mempermudah ia masuk ke dalam perguruan tinggi nanti.
Pemuda ber-kacamata itu—pun sengaja melempar bola ke arah Bagus hingga mengenai buku—yang dipegang oleh ia, dan jatuh ke tanah. Bagus pun menoleh. Dua alis ia mengerut. Dari tatapan Ezhar saja; ia dapat mengetahui jikalau Ezhar sengaja melempar bola itu ke arah diri ia. Jangan bilang ia adalah sasaran Ezhar selanjutnya? Bagus benar-benar tidap mengerti jalan pikiran sang sahabat. Ezhar pun menghampiri, lalu berjongkok di hadapan ia. “Jangan terlalu serius ntar bisa gila,“ ucap Ezhar.
“Lu yang gila!“
“Gue? Gue gila kenapa emang?“
Tubuh ia serasa telah dikunci oleh tatapan—yang ia sendiri tidap tau apa arti dari tatapan itu. Terus mencoba menelisik jalan itu dalam-dalam, tetapi malah menemui jalan buntu ber-tembok batu-bata. “Gue tanya ama lu sekarang Zhar, apa lu masih ada niat buat ngerecokin Sandi?“ tanya Bagus membuat sorot mata biasa-biasa saja itu menjadi se-tajam belati secara tiba-tiba. Bagaimana bisa Bagus berpikir demikian? Begitu lah batin Ezhar ber-ucap. “Jangan bilang kalo lu suka ama Sandi? Gus, dengerin gue. Sandi udah punya suami, dan lu nggak ada kesempatan buat dapetin dia,“ ucap Ezhar mencoba memutus angan-angan Bagus—yang di mana ia menganggap jikalau Bagus diam-diam mempunyai rasa suka pada Sandi.
“Gue nggak ada perasaan apa-apa sama dia—“
“Gitu? Tapi gue nggak bakalan percaya sebelum lu ngasih gue ada bukti,“
Ezhar pun mendekatkan wajah ia agar tiada jarak antara ia dan Bagus. Deru nafas keduanya saja sampai terasa begitu jelas di permukaan pulit. Ezhar berusaha agar ia bisa lebih dekat lagi sampai-sampai membuat hidung Bagus dan Ezhar bersentuhan selama se-persekian detik. Salah gerak sedikit saja; bisa-bisa membuat dua bibir itu saling bersentuhan. Ezhar pun menatap mata Bagus dalam-dalam. Sungguh aneh tapi nyata. Bagus berdebar-debar tanpa sebab. Semua rasa yang aneh itu muncul tiap pali Ezhar mencoba mendekati ia.
“Gimana kalo gue minta bukti itu sekarang, Gus? Hm?“
“Zhar, lu, lu jangan macem-macem ama gue. Zhar!“
“Gue? Macem-macem ama lu?“
Saat ia merasa jikalau Ezhar mulai kurang ajar, karna seperti sedang ingin mencium bibir ia, ia pun mencoba mendorong tubuh Ezhar, tetapi Ezhar mencoba menahan dorongan itu sehingga membuat bibir itu saling bersentuhan sekilas tanpa disengaja. Bagus membelalakkan mata sedangkan pelaku kejahatannya sendiri malah bersikap biasa-biasa saja. Bagus geram. Bagus pun cepat-cepat membereskan buku-buku ia ke dalam tas, lalu segera pergi dari sana. Ezhar termangu. Sejenak, ia berpikir jikalau bibir Bagus—yang ia rasa sekilas tadi terasa manis bagai sari bunga.
Seluruh badan ia terasa pegal-pegal bagai ditimpa beban ribuan ton setelah terbangun di pagi hari. Begitu tau esok hari adalah hari libur; Frederick pasti akan selalu membombardir ia habis-habisan. Di mana Frederick? Sandi membatin soal keberadaan sang suami—yang tiada di samping tempat tidur. Sandi pun beranjak dari ranjang, dan langsung menghidupkan robot vacum. Sebelum keluar dari kamar; ia membuka tirai jendela terlebih dahulu, baru merapikan ranjang—yang sangat berantakan akibat pergumulan tadi malam.
“Huft, ganti sprai lagi, deh,“ gumam Sandi diiringi suara helaan nafas tatkala melihat noda cairan putih—yang telah mengering di atas sprai.
Sandi mendengar suara bising dari televisi serta suara gelak tawa seseorang sehingga membuat ia mencoba mencari di mana sumber suara bising tersebut. Sandi pun berjalan menuju ruang tamu. Sungguh apa yang ia lihat saat ini benar-benar membuat ia tercengang. Dua orang pria tengah bermain game PUBG di ruang tamu seolah seperti sedang berperang saja. Tiada niat di hati ia mengganggu kebersamaan ayah dan anak itu. Sandi harus belajar memahami hal ini, sebab terpisah dengan orang tua kandung sendiri selama dua puluh tahun bukan lah perkara mudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar D [BL]
Любовные романыBercerita tentang percintaan seorang pria ber-usia 47 tahun dengan seorang pelajar ber-usia 17 tahun. Cerita ini ditulis berdasarkan imajinasi penulis aja. Jadi, se-umpama alur cerita ini kurang berkenan di hati pembaca, boleh skip, dan jangan komen...