Sugar D 19

5.4K 406 43
                                    

Jauh-jauh dari Semarang berlabuh di Malang. Demi siapa? Tentu saja demi sang gardenia. Sampai lah jua mobil itu di hamparan rerumputan—halaman rumah sang gardenia. Stelan jas masih menempel kokoh di badan; sebagai pertanda dia datang di tengah-tengah kesibukan yang membumbung tinggi. Seorang CEO yang memiliki jam terbang tinggi. Namun, berusaha tuk menyempatkan waktu bertatap muka dengan sang gardenia. Itulah cinta sejati? Benar? Entahlah. Siapa tau? Siapa mampu menduga? Seorang pemain seperti Ghifari, siapa yang percaya? Dia cuma membual saja mungkin?

Eliza tertegun. Buat apa lagi Ghifari datang kemari?, batin Eliza. Tanpa penjelasan apapun, Eliza seolah telah mengetahui dengan pasti, maksud dari kedatangan Ghifari. Dia benar-benar seorang pembual handal. Seorang Eliza juga tidak akan mungkin jatuh dalam lembah dusta—yang diciptakan oleh sang pendusta. Hah, senyuman itu lagi. Dia tersenyum seolah-olah dia adalah sang penakluk—yang di mana para gadis akan dengan mudah jatuh dalam d e k a p nya cuma bermodalkan kata-kata manis atau kartu kredit?

“Selamat siang Eliza? Selamat siang Bu Sutina?“ seru Ghifari. Eliza diam membisu. Sedangkan Sutina, sang ibu, dia begitu antusias. Lagi-lagi warung kecil ini kedatangan tamu terhormat. Terhormat? Cih! Barangkali dia cuma mau pamer saja. Siapa tau, kan? “Lho? Ghifari? Dinas lagi, nak?“ ucap Sutina sekaligus bertanya. Kemarin-kemarin Ghifari beralasan pergi dinas ke luar kota. Padahal dia cuma ingin bertemu dengan sang gardenia. Berbohong sedikit tidak apa-apa, kan? Toh, demi merebut hati Eliza.

“Iya, bu. Ini ada lumpia semarang buat ibu sama Eliza,“ sahut Ghifari sembari memberikan bingkisan berisi dua box lumpia semarang. “El? Tolong kamu ajakin Nak Ghifari masuk ke dalem. Temenin dia ngobrol, ya?“ ucap Sutina. Sutina benar-benar memperlakukan Ghifari sebagai seorang tamu—juga tidak ada pikiran macam-macam, apakah seorang Ghifari menyembunyikan siasat tertentu. Sutina berpikir, bahwa ini cuma niat baik Ghifari saja yang ingin bersilaturahmi ke sini.

“Tapi, El lagi sibuk, ma,“ sahut Eliza. Dia mencoba menolak permintaan sang ibu. Siapa Eliza berani membantah dua kali? Sutina pun kembali meminta Eliza untuk menemani Ghifari di dalam. Eliza menatap Ghifari sebentar. Eliza pun mau tidak mau harus menemani Ghifari di dalam. Entah dia mau bicara apa. Eliza sampai lupa tuk menyajikan minuman untuk Ghifari. Hah, biar saja lah. Dia mana mau minum teh murahan di sini, batin Eliza sinis. “Mas? Tujuan mas ke sini apa? Jangan bilang kalo mas mau manfaatin aku?“ cerca Eliza. Terdengar sinis dan sarkasme?

Ghifari tersenyum tipis. Hm, percaya diri juga dia?, batin Ghifari. “Jangan kepedean, El,“ ucap Ghifari, lalu menoleh pada Eliza. “Emang kamu punya apa? Sampai bikin mas bisa manfaatin kamu?“ ucap Ghifari menyindir. Hai perempuan, jangan terlalu percaya diri, karna suatu saat itu akan membunuh dirimu sendiri, batin Ghifari. Eliza mengepalkan tangan. Dia menahan emosi, lalu tersenyum paksa. “Trus apa dong?“ tanya Eliza berusaha bersikap biasa-biasa saja. “Jalan-jalan aja refreshing. Kenapa? Kamu mikir mas bakalan godain kamu gitu?“ sahut Ghifari menohok.

Pandai sekali dia bicara? Pantas saja para gadis mudah tertipu, setelah mendengar ucapan-ucapan manis dari bibir Ghifari. “Eh? El? Kamu nggak bikinin minuman buat Nak Ghifari? Kamu ini gimana, sih?“ ucap Sutina protes. Sutina masuk ke dalam saat pelanggan sudah lumayan agak sepi. Dia terkejut; melihat Ghifari duduk tanpa disajikan apa-apa. Bagaimana pandangan Ghifari nanti? Bisa-bisa Sutina dianggap sudah salah mendidik anak sendiri. “Nak? Kamu mau minum apa? Biar ibu bikinin,“ ucap Sutina.

“Matur suwun, bu. Ini udah mau pulang, soalnya besok musti ngantor lagi,“ sahut Ghifari. Ghifari pun berdiri. “Bu? Minggu depan saya boleh ngajakin Eliza jalan-jalan nggak? Paling cuman keliling kota aja,“ ucap Ghifari sekaligus bertanya. Sutina tatap sang puteri. Terlihat jelas dari raut wajah Eliza, bahwa dia tidak menyetujui permintaan Ghifari ini. Tapi, biar saja lah. Coba liat gimana tanggapan Eliza nanti, batin Sutina. Sekali-sekali usil pada anak sendiri. Sangat lucu, bukan? “Boleh boleh,“ sahut Sutina. Eliza telah menduga. Sang ibu pasti setuju begitu saja.

Sugar D [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang