Dahan itu hasai. Desiran angin nan halus itu saja telah mampu mematahkan dahan-dahan—yang tadinya gagah menjadi hasai sekejap. Bumantara ia bertabur gemintang malah ditelan mendung di langit malam. Suara riuh para petandang riang itu tidak mampu mengusir mendung agar gemintang itu menampakkan diri. Sigit telah menelan kegagahan dahan serta keindahan gemintang di atas bumantara ia dengan sihir—yang tidak bisa ditandingi oleh sihir mana pun. Bagaimana bisa Sigit dapat berdiri di atas perbuatan durjana nan hitam legam itu? Sigit malah menyeret Jiddan bersama-sama ke dalam lembah nan asing dan gelap.
Sigit juga merasa jikalau lidah ia terasa pahit; tempat ia berpijak dipenuhi duri dan pecahan beling; di tangan ia juga ada bara api nan sangat panas dan membakar. Berusaha agar tetap menjadi baja—yang dapat bertahan di atas suhu ratusan derajat celcius sekali pun—jua tidak mudah memuai. Jiddan pun menepis tangan sang pemburu dari pergelangan tangan ia. Terlepas sepersekian detik saja sudah membuat Sigit resah. “Aku mau istirahat. Tolong jangan ganggu.“ ucap Jiddan melangkahkan tati meninggalkan Sigit berdiri di sana. Suara Sigit pun memanggil-manggil nama ia.
Jiddan lelah. Jentera itu seolah cuma bisa berputar-putar di tempat. Jiddan tidak bisa mundur ataupun maju. “Jiddan,“ seru Sigit—pun menyusul Jiddan.
Dua insan itu pun tiba di Padma Ubud setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 1 jam 16 menit. Sungguh sia-sia jikalau diri ia harus berdebat dengan pria batu seperti Sigit. Jiddan memilih untuk langsung rebahan saja untuk mendinginkan kepala. “Jiddan? Om udah pesen makanan, makan dulu sebelum kamu tidur,“ ucap Sigit. Jiddan tidak bergeming, dan malah menaikkan selimut ia hingga ke dada. Biar lah si tua itu berbicara sendiri seperti orang gila. Jiddan tidak ingin meladeni Sigit. Buang-buang waktu gue aja, batin Jiddan.
“Jiddan? Makan dulu,“
“Jiddan?“
“Jid—“
Sigit mengira jikalau Jiddan telah terlelap—padahal cuma berpura-pura tidur saja. Sigit mencoba untuk terus bersabar, parna ia tau balasan sabar akan jauh lebih besar dari yang ia pira. Seluruh raga rela ia korbankan demi satu orang semata. Jiddan benar-benar telah membuat ia menggila. Sigit pun naik ke atas ranjang, dan merebahkan diri menghadap punggung sang merpati. “Udah tidur? Jiddan? Sayang?“ gumam Sigit. Tiada tanggapan apapun dari bibir—yang sedang membenci itu sehingga Sigit pun mencoba melingkarkan tangan ia di perut Jiddan.
“Jangan ditendang~ Om beneran pengen tidur, sayang,“ ucap Sigit.
Sigit bagai seorang paranormal—yang mampu membaca pikiran Jiddan—yang baru saja ingin menendang ia. Biar lah. Saat ini ia tidak ingin adu jotos dengan pria—yang sedang memeluk ia tanpa dosa. Seolah-olah bumi dan se-isinya adalah milik ia seorang. Perasaan ngantuk itu pun mulai menghampiri Jiddan hingga membuat dua bola mata ia terasa sangat sepat. Perlahan tapi pasti; Jiddan pun terlelap, dan berkelana ke alam mimpi. Sigit pun tersenyum tipis sembari mengecup pucuk kepala Jiddan.
Stelan batik ber-motif dengan parna serba coklat itu—pun menjadi stelan seragaman Tunas, istri, dan putera ia untuk bersiap-siap menghadiri acara resepsi pernikahan adik sepupu Triangga. Tunas sama sekali tidak memberitahu Igo terlebih dahulu jikalau mempelai—yang menyelenggarakan resepsi pernikahan itu tidak lain ialah keluarga Triangga.
Dua netra ia bertemu tatap dengan netra orang asing itu. Orang itu sangat asing, bahkan jikalau berdiri di hadapan. Tubuh ini membeku tanpa disadari. Jiwa ini bergetar. Dada ini ber-gemuruh. Dia berdiri di depan pintu masuk untuk menyambut tiap tamu yang datang. Dia mengenakan stelan batik sama seperti diri ia saat ini. Igo seolah ditarik dalam-dalam ke dalam pesona—yang ia tidak ingin akui secara sadar. Tiba-tiba badan ia jadi terasa panas dingin, dan memilih mengalihkan tatapan mata ia ke objek lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar D [BL]
RomanceBercerita tentang percintaan seorang pria ber-usia 47 tahun dengan seorang pelajar ber-usia 17 tahun. Cerita ini ditulis berdasarkan imajinasi penulis aja. Jadi, se-umpama alur cerita ini kurang berkenan di hati pembaca, boleh skip, dan jangan komen...