Sandi telah bersiap-siap ingin berangkat ke sekolah. Hari ini ia dijemput oleh Gama. Setelah menyemprotkan parfum di badan; Sandi pun mengambil tas, dan keluar dari kamar. Di sana ada Frederick. Dia terlihat sedang menunggu Sandi. “Om?“ seru Sandi. Frederick pun menoleh. “Maaf, aku udah dijemput sama Gama, om. Ntar aku juga pulang sama Gama, aku mau tidur di rumah papa mama,“ ucap Sandi tiba-tiba. Frederick mengerutkan dahi. Ia menatap Sandi dengan tatapan heran, dan penuh tanya.
“San? Kamu lagi ngambek sama om?“ tanya Frederick. Ia berpikir bahwa Sandi sedang merajuk kepada dirinya. Tapi, nyatanya tidak seperti itu. Sandi pun tersenyum, dan berusaha bersikap biasa-biasa saja. “Hm, anggep aja selang-seling? Satu minggu di rumah ortu, satu minggu di rumah om? Adil, kan?“ ucap Sandi. Frederick merasa bahwa Sandi telah menyembunyikan sesuatu dari dirinya. “San,“ seru Frederick sembari menggenggam pergelangan tangan Sandi. “Om, ini udah jam berapa coba? Nanti aku telat,“ sahut Sandi. Jujur dari hati terdalam; Frederick tidak rela; jikalau Sandi jauh dari dirinya. Meskipun jarak antara rumah Frederick dan Sandi berdekatan.
“Om punya alesan kenapa om mau kamu tinggal bareng sama om, San. Kamu boleh nginep di rumah ortu kamu. Tapi, bareng sama om juga, ya?“ ucap Frederick. Frederick dan Sandi pun saling bertatap-tatapan. Heh, bisa-bisanya gue mo nangis cuman gegara liatin mata Om Erick?, batin Sandi. Tatapan memelas yang sama-sama itu. Baru pertama kali ini Sandi melihatnya. Sandi pun menarik tangannya kembali. “Uhm, aku mau berangkat dulu,“ ucap Sandi. Kemudian ia pun mencium tangan Frederick.
Om tau, kamu lagi ngehindarin om, ato mungkin ngejauhin om? Salah om apa, San?, batin Frederick. Frederick memandangi punggung Sandi hingga motor itu pun melesat jauh. Di tempat kerja pun; Frederick jadi kurang fokus. Ia terus saja memikirkan; kira-kira apa kesalahan yang telah ia perbuat. Namun, ia merasa tidak pernah melakukan kesalahan apapun. Sreet. Seseorang membuka pintu. Dialah Emma. “Kamu lupa ngetuk pintu ato gimana?“ cetus Frederick dingin. Emma berjalan begitu saja dengan wajah tanpa dosa. Dia sama sekali tidak terpengaruh dengan sifat dingin Frederick—ataupun kata-kata dia yang ketus.
“Maaf, aku cuma mau ngasih makanan buat kamu. Ini buatan mama, Fe. Beliau bilang buat ngasih ini ke kamu,“ ucap Emma. Frederick pun mendengus. “Sebelum aku makan makanan itu. Tolong kamu cicipin tau, dan pastiin makanan itu bersih dari racun,“ ucap Frederick sarkasme. Tentu saja Emma tidak terima dituduh seperti ini. Semua makanan ini murni buatan sang ibu. Bagaimana bisa Frederick berbicara seperti itu? Sang ibu memasak pagi-pagi dengan sangat sepenuh hati demi seorang Frederick.
“Kenapa? Cepetan! Kalo kamu nggak mau makan duluan, mending kamu bawa balik keluar,“ ucap Frederick lagi. Emma mengepalkan tangan. Lalu, ia pun mencoba mencicipi tiap menu di dalam rantang. Frederick bersender di kursi sambil memandang Emma—yang tengah mencicipi makanan. “Puas?“ ucap Emma terlihat geram. Frederick menaikturunkan kedua alisnya. “Pasti kamu belum tegasin hubungan kita ke mama kamu, kan? Kalo udah, beliau nggak mungkin mau bikinin aku makanan rantang kek gini,“ ucap Frederick.
“Kondisi mama aku lagi kurang bagus, Fe. Aku nggak bisa langsung cerita ke mama gitu aja,“
“Kenapa? Perlu aku yang ngomong langsung ke mama kamu? Hm?“
“Fe, kamu udah berubah. Kamu udah bukan kamu yang dulu lagi,“
“Heh, apa? Berubah? Cih! Jangan kamu kira aku nggak tau, ya? Kalo kamu ada hubungan sama Fajri Yanes. Informasi perusahaan juga sering bocor gara-gara kamu,“
Emma geram sambil mengepalkan tangan. Benar, dengan kemampuan Frederick, dia pasti dengan mudah mengetahui semuanya. Emma tau atas apa yang ia lakukan, sangatlah beresiko. Emma bisa saja melepas Frederick, dan bergantung pada Fajri Yanes. Tubuh boleh dimiliki oleh dua orang. Tapi, hati dan perasaan? Semua ini cuma untuk Frederick. “Fe, aku kurang apa? Kamu tau aku lulusan S3 dan pengalaman aku di dunia kerja juga udah banyak, aku juga nggak kalah cantik sama cewek-cewek di luar sana,“ ucap Emma. Dia berharap terdapat secercah perasaan cinta di hati Frederick untuk dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar D [BL]
RomanceBercerita tentang percintaan seorang pria ber-usia 47 tahun dengan seorang pelajar ber-usia 17 tahun. Cerita ini ditulis berdasarkan imajinasi penulis aja. Jadi, se-umpama alur cerita ini kurang berkenan di hati pembaca, boleh skip, dan jangan komen...